Chapter 31

1082 Words
“Hai” bibir yang tadinya berbentuk lurus tiba tiba mengembang senyumnya ketika mata jernihnya menangkap sesosok yang sudah tidak asing lagi baginya itu. Well.. mungkin karena mereka sudah janjian untuk tertidur di waktu yang sama, jadi ketika memasuki alam mimpi, waktu tiba keduanya tidak terlalu jauh berbeda dengan rempat yang tidak berjarak jauh pula. Irene yang tengah terduduk di sebuah rumah pohon- tepatnya di salah satu pohon besar yang berada di tengah tengah ladang dan kebun seseorang nampak mengayunkan kakinya antusias sembari melambaikan tangannya beberapa kali untuk menyambut Semi yang datang dan berusaha naik agar posisi keduanya sejajar. Semi yang akhirnya berhasil untuk duduk di samping gadis yang tiga tahun lebih tua darinya itu menghela nafas lega ketika tubuhnya tanpa sadar menghirup udara segar di tempat yang sepertinya dataran tinggi ini. Terasa dari bagaimana suhu cukup rendah jika dibandingkan musim yang tengah mereka rasakan saat ini, ciri khas jika kau tengah berada di daerah yang jauh lebih tinggi dari permukaan laut. “omong omong, hai juga” sapa balik Semi yang menyadari bahwa ia sedari tadi belum juga membuka mulutnya. “Sepertinya terakhir kita bertemu, bukan di alam mimpi, ya” kekeh Semi yang masih merasa pertemuannya dengan Irene kala itu bak mimpi. Ya.. ini terbalik sih. Ia bertemu dengan Irene di alam mimpi, namun ketika ia bertemu dengannya di alam nyata, ia malah merasa tengah bermimpi. “Sejujurnya aku amat sangat terkejut ketika malam itu aku melihatmu ada bersama kumpulan pendekar lainnya menyambut kedatanganku” ujar Irene mengingat ingat impresi pertamanya ketika bertemu dengan Semi di dunia nyata. “jika tidak banyak orang kala itu, aku pasti langsung menyerbu kearahmu dan bertindak bodoh. Tapi sayangnya tidak bisa. Terlalu banyak saksi mata disana yang akan sangat mempertanyakan bagaimana kita berdua bisa kenal” keluhnya yang diangguki pelan oleh Semi. “Ya, karena itulah aku tidak bisa bebas berbicara denganmu, yang mulia tuan putri” goda Semi yang malah memancing pekik sebal dari sosok yang sebenarnya kastanya amat sangat jauh lebih tinggi itu. “di pertemuan mimpi kita terakhir, semuanya terputus ketika aku menyadari bahwa kau adalah sosok yang menjadi tunangan pangeran Adam. Belum selesai rasa terkejutku, aku malah dipertemukan denganmu sekitar satu minggu kemudian. Terlalu banyak hal yang tiba tiba di hidupku, tapi aku seakan tak memiliki waktu untuk menjernihkan otakku dan berpikir dengan kepala dingin” “Iya juga..” ujar Irene ikut mengangguk. “aku tahu bahwa kau adalah seorang pendekar, tapi aku sama sekali tak tahu bahwa kau royal knight di kerajaan Velvetenus. Juga...” ucapannya terpotong karena jujur saja Irene bingung harus bicara bagaimana. “Apa??” “mmm.. sejujurnya aku baru tahu bahwa sebelum dijodohkan denganku, kau adalah pasangan Adam” mulanya tidak enak. “Aku hanya.. apa ya.. bingung saja?? Aku tidak tahu apakah dunia memang sesempit ini atau bagaimana, tapi ketika aku menyadari bahwa kita berdua saling terhubung sebegitunya, aku jadi bingung harus bersikap apa” ujar Irene yang malah membuat Semi bingung ingin membalas apa, karena sepertinya ia tahu kemana arah pembicaraan yang satu ini. “aku hanya ingin meminta maaf jika kau ternyata masih mencintai Adam. Bukan inginku juga untuk dijodohkan seperti ini. Rencanaku, aku akan membatalkan perjodohan ini setelah Adam berhasil aku gunakan seinginku- ah, maaf. Aku tidak bermaksud begitu!! Maksu-“ kepanikan Irene –ini terpancar dengan amat sangat jelas di wajahnya- dihentikan oleh desisan Semi dan tangan yang berusaha membekap mulut gadis yang lebih pendek darinya itu. Sial, merinding sekali ia mendengar bahwa Irene berpikir Semi mencintai bocah sombong itu. “Akupun korban perjodohan politik, Irene. Aku sama sekali tidak mencintainya- bahkan aku ditahap membencinya- dan amat senang ketika perjodohan kami usai. Jadi, kau jangan khawatir dan jangan berpikir aneh aneh” sebalnya yang kini malah memancing tawa lagi dari gadis disampingnya itu. “Apa alasan yang kau gunakan untuk menghentikan perjodohamu kala itu?? Mungkin aku bisa menconteknya” ujar Irene yang penasaran. Semi yang mendnegarnya hanya bergumam panjang karena.. ia juga bingung?? “entahlah.. andai saja kau tidak amnesia” bisiknya pelan kepada dirinya sendiri- tapi apa yang kau harapkan jika ada orang lain yang terduduk dengan jarak yang amat sangat dekat di sampingmu. Jika Irene tengah minum, sudah dapat dipastikan bahwa sebagian airnya akan ia muncratkan dan sebagian lagi malah salah masuk ke lubang di tenggorokannya. “KAU AMNESIA???” “Er.. iya?? Memangnya aku belum cerita ya??” si gadis berambut cokelat bingung. Lagipula, kenapa reaksi Irene sebegitu hebohnya?? “Aku juga amnesia!!” “KAU APA???” Bak dihantam palu tak terlihat tepat di jantung keduanya, mereka kini terdiam dengan pikiran masing masing sembari menunggu kata yang tepat untuk keluar dari otaknya dan baru disalurkan oleh mulut mereka. Apa apaan ini. “Kita bertemu di mimpi. Nyatanya, di alam nyata pun kita saling berhubungan. Kita berdua sama sama amnesia..” gumam Semi mengingat ingat apa yang sama mengenai keduanya. “ada yang salah dengan kita berdua, Irene” ujarnya ragu. Jika memamg keduanya normal normla saja, tak mungkin kesamaan ini mereka miliki. Orang normal mana yang bisa bertemu di alam mimpi, dan bisa mengendalikan mimpi sebegini bebasnya. Pengidap mimpi sadar pun ia yakin tak akan ada yang bertemu dan bertualan dengan orang lain di alam mimpi mereka. Dengan orang yang juga bermimpi sama, dan bahkan memiliki keterikatan di dunia nyata. “Rasanya.. seperti ada benang merah yang menghubungkan kita” Irene juga berpendapat. Tiba tiba ingatannya tertuju pada beberapa hari yang lalu, mengenai nenek tua yang ditemuinya bersamaan dengan Semi kala itu. Sosok subjek yang juga menjadi bahan pembicaraannya dengan Adam, yang malah berakhir abu abu karena pria itu enggan membahasnya. “Kau ingat tidak mengenai nenek yang bicara aneh pada kita berdua” pancing Irene jikalau Semi memang tidak mengingatnya. “Seorang nenek yang kita temui ketika kau menyelamatkan aku yang terbawa arus orang orang. Nenek yang berkata bahwa kita berdua tidak seharusnya berada di sini. Sepertinya.. beliau mengetahui sesuatu tentang kita berdua” Ah.. nenek yang satu itu. “Juga, ketika aku mencoba bertanya pada Adam mengenai identitasnya, Adam berkata bahwa nenek tersebut hanyalah orang tidak waras. Tapi ketika melihat gerak geriknya, bocah yang satu itu nampak seperti menyembunyikan sesuatu” “AHH!” bak teringat sesuatu, Semi menggerakkan tubuhnya agar menjadi berhadapan dengan Irene. “Kemarin Adam memanggilku untuk bicara –yang lebih tepatnya ancaman dengan fitnah” sebal Semi ketika mengingat ingat. “Adam percaya bahwa aku ada melakukan sesuatu dengan nenek itu dalam konteks melakukan sesuatu yang buruk padamu. Dan.. Adam berkata bahwa nenek tersebut adalah nenek yang dikutuk”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD