Ilyas 10

1474 Words
Nih cewek mau ngelenong di mana? Dandan kaya gitu? Menarik perhatian lawan jenis? Heeem... sayang, mengumbar kecantikan untuk hal yang tidak perlu. Kasian suaminya ntar, berat banget perjuangan buat kasih pengertian. Kalau saja Mawar tahu Ilyas berpikir seperti itu, mungkin Mawar tidak akan segan untuk memiting leher cowok tampan itu. Ngelenong pakai Dior? Chanel? Laura Mercier?  Waah Ilyas tidak tahu saja berapa harga kosmetik yang dipakai Mawar. Kalau tahu, dia pasti akan berpikir ulang masalah ngelenong. Justru yang terpukau adalah Aufar. Si mantan yang sekarang berdiri di depan Mawar mewakili perusahaannya. Hanya beberapa detik saja Mawar mau berjabat tangan dengan Aufar. Toh sudah mending dia mau berjabat tangan. Aufar memang terpukau bahkan semakin terpesona pada Mawar. Selain cantik, Mawar memang cerdas. Dan anak orang kaya pula. Sayangnya dia terlalu bodoh yang terjebak pada godaan cewek lain padahal sebentar lagi mereka akan menikah saat itu. Dia ketahuan Edel, sedang make out di kantornya. Entah bagaimana bisa Edel mendadak datang ke kantornya, untuk urusan apa pun, dia tidak tahu. Karena sesudah itu yang dia tahu, Edel menendangnya hingga ia terjengkang. Kemudian Edel menampar cewek yang make out dengannya, sekretaris seksinya, hingga giginya ada yang patah. Edel berbanding terbalik dengan Mawar yang bak putri. Edel tomboy, kaku, berkulit coklat karena terbakar matahari tapi tetap terlihat cantik. Edel sangat menyayangi Mawar, hingga saat memergoki calon kakak ipar sedang berselingkuh, tentu saja dia bertindak layaknya pengawal. Tanpa ba bi bu, langsung menendang Aufar dan mengirim cewek jalang itu ke rumah sakit. Disertai ancaman tentu saja, "Berani kamu lapor polisi, aku akan sebarkan video aib kalian, hingga kalian akan menyesal pernah menyakiti kakak gue! Hingga kalian menyesal pernah hidup dan bermain-main dengan Edelweiss Hartono!" "Dan lu, b******n, bersimpuh lu sama kakak gue! Tinggalin dia sebelum lu bikin kakak gue lebih sakit lagi!" Kerah baju Aufar dia tarik dengan kencang, dipepetnya tubuh Aufar ke tembok. Walau kalah tinggi, tapi karena diliputi emosi, Edel tidak kalah tenaga. Toh Edel memang nekat, tidak kenal takut. Aufar merasa itu baru terjadi kemarin. Akibat tendangan Edel saat itu, rusuknya ada yang patah hingga dia tidak bisa beraktivitas apa pun selama tiga minggu. Dan sekarang, Mawar ada di hadapannya. Berpura mengacuhkannya. Tapi dia tahu pasti, Mawar masih menyimpan rasa padanya. Entah masih cinta, benci atau bahkan dendam. Selesai rapat pertama, Aufar mendekati Mawar yang bergegas membereskan barang-barangnya. "Aku mau bicara, bisakah? Sebentar saja... Tolong." Bisiknya dekat telinga Mawar, salah satu titik yang dia tahu adalah kelemahan gadis cantik itu. Mawar memang sempat beberapa saat terdiam, tapi kemudian dia menjawab ketus, "Kalau tentang merger, bapak bisa menunggu minggu depan untuk tanya jawab. Maaf, rapat sudah selesai. Sudah malam juga. Saya permisi." Segera saja Mawar pergi meninggalkan ruangan rapat yang hanya tersisa beberapa orang, staf housekeeping yang dengan sigap membereskan ruangan. Selang dua jam kemudian, akhirnya Mawar pulang juga. Jam sembilan malam. Dia melirik jam mewahnya. Saat keluar lift hendak ke parkiran mobil, ternyata sudah ada Aufar yang setia menunggu di sebelah si putih X6 kesayangannya. Mawar mendesah kesal. Berpura saja tidak melihat deh, sepertinya itu lebih baik. Segera Mawar menekan remote mobilnya dari jauh, tapi sayang saat hendak membuka pintu mobil, tangannya dicekal Aufar yang tampak kelalahan menunggu Mawar selama dua jam. "Mawar, aku ingin bicara, sebentar saja. Tolonglah... beri aku kesempatan untuk menjelaskan!" Aufar sedikit memaksa Mawar. Memepet tubuh seksi dan molek itu hingga membentur badan si putih. "Kesempatanmu sudah habis waktu kamu nekat berselingkuh! Lagipula ini sudah malam, gue capek! Mau pulang. Minggir!" Mawar berusaha menyentak tubuh Aufar, tapi tentu saja dia kalah tenaga. Saat itulah, sebuah motor touring berwarna hijau dan sebuah mobil jeep, berhenti tepat di depan mobil Mawar. Si pemotor membuka kaca helm full face-nya. Mawar bersyukur dalam hati melihat siapa yang datang. "Ada masalah, Mawar? Baru mau pulangkah? Malam banget?" Suara maskulin cowok terdengar. "Eh Yasa, mau pulang ya? Sudah selesai seminarnya? Bareng ya..." Tidak apa-apa Yasa yang menegurnya, bukan Ilyas, karena setelah itu Aufar melepaskan Mawar dan menyingkir, tidak tahan dilihat oleh empat orang lelaki muda yang melihatnya penuh waspada. Mawar segera saja melaju kencang, setelah sebelumnya mengklakson sebagai tanda terima kasih pada Yasa dan penumpang yang duduk di belakangnya. Merasa Mawar sudah aman, Yasa segera menoleh ke arah Aufar dan pamitan, "Maaf, kami permisi dulu." "Sa..." Ilyas mengguncang tubuh adik kembarnya itu di tengah deru suara motor. Jalanan sudah sepi, hingga Yasa bisa ngebut agar bisa mendekati Mawar. Dia lihat tadi wajah Mawar yang agak ketakutan karena Aufar. "Sa, perasaanku kok gak enak ya lihat cara nyetir ugal-ugalan Mawar tadi. Aku takut kenapa-napa. Udah malam juga. Buruan ikutin dia. Anak-anak kan pasti ngikutin kita juga kan? Mereka jadi nginep di rumah?" "Ciyee.. ciyee... yang katanya imun sama kecantikan bidadari akhirnya nyerah juga ya, Mas?" Sempatnya Yasa menggoda Ilyas. "Serah apa kata kamu deh. Kalau kamu mau mah ambil tuh bidadari. Tapi bener deh, Sa, perasaanku gak enak." "Beres Mas, percayakan saja sama abang ojol cakep ini. Tapi tuh mobil neng Mawar kan ciamik Mas, jalan 110 kali tadi Mawar mentang-mentang sepi jalan lurus gini. Mungkin udah hampir sampai pinggir rel kereta Mas." Yasa segera saja menambah kecepatan motor 150ccnya itu. Terlihat dari kejauhan, seperti mobil X6 Mawar yang entah kenapa bisa berhenti dan agak naik ke atas trotoar. Ternyata feeling Ilyas benar. Terdengar bunyi klakson dari mobil itu. Entah kenapa. "Sa... buru! Itu kayan X6 Mawar. Ini kan daerah lumayan rawan, kok dia bisa nekat lewat sini sih? Padahal kan tadi tinggal mutar sedikit lebih jauh tuh gak perlu nekat lewat sini. Mana itu kayanya ada berandalan, Sa." Entah kenapa detak jantung Ilyas berdegub lebih kencang saat ini. Walaupun dia tidak suka kelakukan Mawar yang suka seenaknya sendiri, tapi dia tidak bisa melihat jika ada perempuan yang diperlakukan tidak hormat. Seperti sekarang. Terlihat Mawar yang menjerit ketakutan, karena ada beberapa berandalan yang menggedor kaca mobilnya. Dia tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Tadi saat sedang ngebut karena jalanan yang sepi, tiba-tiba saja sesuatu atau seseorang lewat mendadak di depan mobilnya. Reflek dia mengerem mendadak. Tapi saat membuka pintu sopir hendak melihat ada apa, tiba-tiba saja ada tiga lelaki yang mendadak mendekati mobilnya, entah datang dari mana. Mawar langsung masuk kembali ke mobil dan mengunci pintu. Beruntung mobil mewahnya sudah dilengkapi alat keamanan yang canggih. Dengan gemetar, Mawar berusaha menelpon ke papanya. Tapi dia ingat papanya sedang di kebun di Garut. Jadi Mawar hanya speed dial ke Edel, nomor darurat yang bisa dia hubungi. Belum sempat tersambung, berandalan itu semakin beringas. Mengeluarkan kata-kata yang seumur hidup belum pernah dia dengar. Tidak hanya cacian, mereka bahkan bilang akan menikmati tubuh seksinya sebagai ganti bayaran karena telah menabrak salah satu temannya. Walau panik, tapi Mawar masih sempat terpikir untuk menarik perhatian pengguna jalan lain atau warga sekitar dengan cara menekan klakson berkali-kali. Mawar merasa seperti seabad saat akhirnya dia melihat sebuah motor yang dia kenal berhenti di dekat mobilnya. Ilyas! Ilyas langsung melompat turun dan menarik kerah seorang berandalan yang masih saja menggedor kaca mobil Mawar. Yasa juga tentu saja tidak mau kalah. Walaupun berandalan itu memakai sajam, tapi tak masalah bagi kedua anak kembar itu. Apalagi sesaat kemudian, sebuah mobil jeep berhenti dan langsung membantu Ilyas dan Yasa. Salah satu dari mereka tadi sempat menelpon polisi untuk minta bantuan. Tak jauh dari situ ada pos polisi kecil hingga dalam hitungan menit sudah ada polisi yang datang. Ilyas mengetuk kaca pintu mobil Mawar yang masih ketakutan menangis. Demi Tuhan, ini pengalaman buruk pertama yang dialaminya. Tadi dia sudah ketakutan, berpikir yang tidak-tidak. Apa yang akan terjadi padanya, jika Ilyas, Yasa dan teman-temanya tidak datang menolongnya? Mawar yang mendengar suara yang familier di telinganya, segera saja membuka seat belt, pintu mobilnya dan menghambur memeluk Ilyas. Kemudian menangis tersedu. Yang dipeluk tentu saja malah kebingungan. Badan Ilyas bahkan sempat terhuyung karena tidak siap menerima pelukan tiba-tiba Mawar. Ilyas melihat ke arah Yasa, bingung, minta pertolongan. "Sa..." Yasa malahan senyum-senyum melihat kedua tangan Mawar yang memeluk Ilyas semakin kuat, seperti tidak mau dilepaskan. Yasa tahu, ini pertama kalinya Ilyas dipeluk perempuan selain bunda dan kedua adik perempuannya. "Mas Ilyas tolong anterin Mawar pulang ya. Pakai motor saja. Si putih ini biar aku yang mengurus." "Telpon mobil derek langganan kita saja, Sa. Bawa ke bengkel. Besok aku urus itu." "Mawar.... kita pulang ya. Pakai jaketku. Kita naik motor saja. Besok lagi, lebih baik kamu pakai celana panjang atau rok panjang saja. Setidaknya tutupi apa yang harus kamu tutupi." Mawar yang masih linglung, tidak tahu apa yang terjadi, hanya menurut saja. Saat hendak naik ke motor hijau itu, tiba-tiba ada suara yang memanggilnya. "Mawar... kamu kenapa? Kamu baik-baik saja?" Ternyata Aufar, yang langsung saja menarik tangan Mawar. Tak hanya Mawar, Ilyas bahkan sampai kaget dan menjerit marah, "Hei... Yang sopan pada perempuan! Dia sedang shock!" Mawar tidak mau melepaskan pelukannya dari Ilyas. Malah berkata sambil terbata, "Tolong bawa aku pulang. Tolong..." Dan Mawar pun membenamkan wajahnya ke d**a Ilyas, yang semakin merasa tidak nyaman. Maaf Alya... maaf....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD