"Kenapa sih tampang lu asem gitu? Ditolak lagi ya sama tuh cowok cakep? Tapi emang si Ilyas itu ganteng banget ya. Kulitnya mana coklat gitu, tambah menggoda aja. Gak salah lu emang nyari gebetan."
"Hooh..., cuma dia doang yang imun ama kecantikan gue coba. Padahal mah gue kurang apa lagi sih? Cantik, jangan ditanya, seksi... eeuum jangan ditanya juga, pinter... yaelah gue kan dari dulu juara kelas. Posisi gue sekarang di umur gue yang masih segini juga karena gue pinter pastinya kan? Kurang apa sih gue?" Mawar menegak habis es teh manisnya. Kesal bukan kepalang karena lagi-lagi Ilyas memandangnya sebelah mata.
"Mau dengar pendapat gue?" Celetuk salah satu temannya yang ikut makan siang bareng, semenjak tadi dia hanya memperhatikan saja kedua temannya ini.
"Boleh, apa tuh?"
"Gue sih emang gak kenal banget sama si Ilyas ini. Tapi kalau menurut gue, dia emang bukan tipe laki yang cuma lihat fisik doang. Buktinya tadi, kita bertiga duduk bareng mereka, cuma dia doang kan yang kaya patung gitu? Gak ada respon sama sekali. Tertarik juga enggak lihat kita. Beda banget ama teman-temannya yang lain, mereka lihat kita udah kaya cacing kepanasan. Gue yakin udah ada yang tegang tuh salah satunya gegara lihat kancing kemeja lu satu yang kebuka, neng!"Katanya sambil menunjuk ke arah kemeja Mawar, yang memang sengaja dibuka kancing teratasnya.
Mawar reflek melirik ke arah kancing kemejanya. Gak ada yang salah menurutnya. Biasa saja, toh cuma satu ini. Banyak rekan kerjanya yang sengaja membuka dua kancing kemeja malahan. Jadi Mawar hanya mengedikkan bahunya saja.
"Laki model Ilyas nih, gak akan mempan sama fisik cantik dan seksi semata. Gue yakin banget, dia lebih tertarik sama cewek yang berhijab, yang menutup dirinya rapat-rapat, dibanding kita yang terbuka gini. Iya kan, Mawar? Tebakan gue bener kan?'
"Hooh sih, bener. Saingan gue anak kuliahan, pakai hijab. Biasa aja sih menurut gue. Makanya gue heran, apa yang membuat Ilyas lebih suka gadis itu dibanding gue."
"Eeeh bentar... by the way on the way busway... Ilyas tuh lebih muda dari elu emangnya? Lebih muda dari kita dong? Waaah brondong dong. Gue dukung deh usaha lu buat dapetin Ilyas, neng. Pakai segala macam cara bila perlu, jebak boleh juga tuh." Temannya mengompori.
"Jebak dari Hongkong! Deketan ama gue aja dia langsung alergi gitu. Gatal-gatal seluruh tubuhnya. Gimana mau ngejebak?"
"Biasanya lu paling jago kalau urusan menaklukan laki loh, kenapa sekarang melempem? Gegara mikir Aufar ya neng?"
"Salah satunya iya. Dia bakalan ke sini jam empat ntar. Males aja gue lihat dia lagi. Pembohong gitu. Gara-gara dia, bokap sampai harus rawat inap waktu itu"
"Kalau misalnya Aufar menyesal, minta balikan ama lu, gimana? Mau lu terima? Dia cakep juga kan? Gak kalah ganteng dari si kaku tadi."
"Kita lihat gimana ntar. Bokap udah benci banget ama dia."
"Lu sendiri?"
"Gue? Menurut lu pada, gimana? Kami kan dulu hampir menikah. Ya... tapi bersyukur deh gak jadi. Udah ah, cepetan. Gue masih harus beresin proposal sama materi-materi lain sebelum tamu datang. Kalau gagal merger, gue ntar dipecat bos gara-gara materi gak sempurna."
"Bokap lu aja sih suruh suntik modal segar."
"Bokap gue mah mau banget, tapi kan syarat utamanya, gue kudu keluar dari sini dan gantiin bokap. Enggak ah, gue dapetin posisi ini dengan susah payah, tanpa ada embel-embel nama Hartono. Sekaligus pembuktian ke bokap, kalau gue mampu."
"Iya sih... tapi kan secara finansial lu emang gak butuh karena udah ditopang dari penghasilan sana sini. Bokap lu baek banget ya, tetep aja jatah saham dikasih padahal lu gak mau gantiin beliau."
"Itu kan dari jaman gue kuliah, tapi kan gue emang habis itu gak pernah dikasih lagi duit ama bokap. Katanya sih suruh mandiri, belajar mengatur keuangan sendiri dari penghasilan yang ada. Padahal mah gue yakin, tujuannya biar gue minta uang ama bokap terus gue disuruh gantiin deh. Untung nyokap gue baek banget. Tetep support pas gue kuliah, kirim duit tanpa ketahuan bokap."
"Terus sekarang bokap ngapain kalau udah gak mau ke kantor?"
"Bokap gue sekarang lagi selingkuh pastinya. Itu yang bikin nyokap gue ngomel sepanjang hari. Dan pasti gue yang kena imbasnya, karena Edel lagi entah di mana, Keny masih terlalu kecil. Terpaksa gue yang menerima curhatan nyokap. Tapi gak papa sih kalau bokap mau punya dua atau tiga atau empat sekaligus."
"Emang bokap lu lagi selingkuh? Seriusan? Sama siapa? Lu tahu?" Kedua temannya terkejut karena baru kali ini mendengar hal itu. Mawar mengangguk. Santai.
"Kok lu bisa tenang gini sih bokap lu selingkuh?! Gak marah gitu?"
Mawar mencuci tangannya dan menjawab datar, "Gue masih normal! Gue gak akan ngomel sama pacul sama pancingan yang selalu dibawa bokap ke mana-mana. Biarin deh mau punya dua atau tiga atau empat sekaligus. Kalau selingkuhannya bisa nafas, nah itu yang bakal bikin gue turun tangan."
"Pantesaaaan...Dasar dodol. Bambaaaang...!!!" Sontak saja kedua temannya langsung misuh-misuh pada Mawar yang segera kabur sambil tertawa senang karena berhasil mengerjai temannya.
Ya..., papanya sekarang sedang sibuk dengan hobi barunya. Di usia pertengahan lima puluh, Pak Hartono merasa sudah cukup dengan urusan pekerjaan yang memusingkan. Saatnya dia mencari pengganti sebenarnya. Hanya saja, dari ketiga putrinya hanya si sulung yang dianggap paling mampu, pun tidak mau menggantikannya. Malah memilih bekerja pada orang lain, tanpa mau membawa embel-embel nama Hartono.
Ini murni karena kemampuan Mawar, pah! Karena Mawar memang bisa. Bukan karena Mawar anak Pak Hartono.
Sekarang si papa pasti sedang menikmati pemandangan di kebun nanas yang sudah mulai berbuah. Jadwal memancing masih dua bulanan lagi, menunggu tangkapan sekelas blue marlin yang terkenal memacu adrenalin, di tengah lautan di Propinsi Lampung. Yang penting sempat foto sama tuh ikan, untuk ajang pamer pada teman-teman, karena setelah itu si ikan akan dilepas lagi, release di laut bebas untuk bisa ditangkap lagi kapan-kapan.
Menjelang jam empat sore, perasaan Mawar sudah tidak enak. Hari ini untuk pertama kali setelah sekian lama, dia akan kembali bertemu Aufar, mantan kekasihnya. Aufar akan mewakili perusahaannya untuk penjajakan proses merger. Hal yang diluar kuasa Mawar tentu saja. Bisa saja dia minta sang papa untuk menyuntik dana segar hingga tidak perlu terjadi merger, tapi syarat yang diajukan papanya mustahil dipenuhinya sekarang. Dia harus resign dari pekerjaannya dan menggantikan sang papa. Dan yang lebih membuatnya tak habis pikir, sang papa memaksanya untuk segera menikah, jika dia tidak mau menggantikan. Jadi suaminya yang menggantikan kedudukan papanya.
Duh paah, Ilyas mana mau gantiin posisi papa. Dia mah udah cinta mati sama bengkelnya. Anak papa yang cantik jelita ini aja dicuekin Ilyas loh. Begitu jawabnya, hingga kening sang papa berkerut dan timbul pertanyaan, Ilyas itu siapa? Calonmu? Cepat bawa kemari!
Tenang paaah, Mawar akan bawa Ilyas ke mari, pastinya kalau Ilyas mau. Jawabnya kemudian mencium pipi sang papa. Dari ketiga anak gadis papanya, dia yang paling disayang, hingga kadang menimbulkan kecemburuan dari kedua adik, terkadang mamanya malah. Mungkin karena dia yang paling bisa mengerti papanya, yang paling bisa diajak berdiskusi tentang kondisi perekonomian sekarang, yang bisa diajak berdiskusi tentang fluktuasi saham, pengaruh pajak dan buruh yang sering demod. Sedangkan kedua adiknya, tentu saja langsung melipir pergi begitu sang papa mulai bertanya-tanya menyerempet hal itu.
Mawar tahu, dia harus menyiapkan diri, terutama menyiapkan hati untuk ini. Dia tidak benci pada Aufar, hanya... tidak mau bertemu saja dengan kondisi masih menyimpan dendam.
Mawar sengaja berdandan, secukupnya sih, tidak berlebihan menurutnya. Toh dia kan memang sudah cantik dan seksi dari sononya, jadi ya buat apa berlebihan dandan? Malah kaya mau ngelenong takutnya.
Touch up, checked.
Lipstick, checked.
Alis, checked.
Blush on, checked.
Rambut, checked.
Eeumm... apa lagi ya? Ada yang kurang kayanya. Mawar berpikir keras.
Ah ya... maskara...! Haa... Aufar kan paling suka sama mata gue. Fokus di mata deh, biar dia nyesel setengah mati udah berkhianat.
Segera saja Mawar memulas maskara pada mata indahnya. Semua kosmetiknya berkelas, tidak diragukan lagi kualitasnya. Dia yang memang sudah cantik, jadi tambah semakin cantik dan menarik. Bahkan bosnya pun tak segan memuji kecantikannya. Beruntung bosnya tahu nama belakang Mawar, hingga dia tidak berani menggoda.
Tidak hanya para lelaki, yang perempuan juga terpesona oleh kecantikan Mawar yang berkelas. Saat berjalan dengan anggun menuju ruang rapat utama, tak sengaja Mawar melihat Ilyas yang sedang berada di luar ruangan seminar, menerima telepon sepertinya. Dan yang membuatnya sedikit bangga, karena Ilyas sempat beberapa detik, terpaku di tempatnya berdiri. Tapi senyum yang tadi tercetak di wajah super ganteng itu saat sedang bertelepon, mendadak hilang, berganti kerutan di kening saat Mawar lewat di depannya. Mawar pikir itu karena Ilyas akhirnya kagum juga pada kecantikannya.
Nih cowok ya, gue udah dandan cantik gini, masih aja gak ada respon yang gimanaaa gitu? Buset! Lama-lama gue curiga dia pipisnya gak lurus! Gak terlintas sedikit pun di pikiran dia kalau gue cantik gitu?
Tanpa Mawar tahu bahwa Ilyas berpikir yang justru sangat berbeda darinya. Ilyas memang sangat berbeda dari lelaki kebanyakan pada umumnya. Punya pemikiran yang jauh berbeda pula.