Part 2 Kehidupan Baru

1051 Words
"Ibu Hayu ...." Hayu menoleh saat ada yang memanggil namanya. Seorang pria dengan kacamata tipis dan ulasan senyuman hangat menyapanya. Aku tak mengenalnya, gumamnya. Hayu masih orang baru di perumahan ini. "Anda mengenal saya?" Hayu bertanya penuh curiga. "Saya Dokter Alam yang menangani kelahiran putri anda," jawabnya sambil mengelus rambut Aina. Hayu berusaha mengingat kembali kenangan beberapa tahun silam. "Anda lupa dengan saya, Bu Hayu?" "Eh ... tidak, Dok. Hanya saja penampilan dokter berbeda," jawabnya malu. "Oh ... iya ya. Memang saya mengubah penampilan saya," kata Alam dengan sunggingan senyum. "Anda lebih kurus dari pada sebelumnya," ujar Hayu lagi dengan jujur. "Ah, ibu Hayu ini ada-ada saja. Saya memang berdiet, Bu." Alam tertawa mendenganya. "Ibu, Paman ini siapa?" Aina menarik baju Hayu. "Paman ini yang membantu ibu saat melahirkanmu, Nak." Hayu memberitahu dengan pelan agar dipahami Aina. "Oh ... gadis cantik ini namanya Aina." Alam menyalami Aina. Aina menyambutnya. "Salam kenal dokter. Saya Aina," sapa Aina bersahabat walau agak malu. "Salam kenal juga Aina cantik," balas Alam sambil mensejajarkan tingginya dengan Aina. "Apa ibu tinggal di sini?" tanya Alam. "Iya mulai sekarang kami akan tinggal di sini." "Ayahnya Aina di mana, Bu? Kok saya tidak kelihatan." Pertanyaan yang seharusnya tak perlu Hayu jawab. "Ayah Aina sudah meninggal." Sepertinya gadis kecil itu kesal hari ini karena banyak orang yang bertanya kepadanya. Aina segera meninggalkan mereka dan belari menuju rumah yang sudah di belakang mereka. "Oh ... maafkan saya, Bu Hayu. Saya---." Kalimatnya tersendat karena telah menyinggung perasaan. "Kami bercerai tujuh tahun yang lalu," jawab Hayu singkat. Alam kehabisan kata-kata. Dia hanya terdiam saja. "Rumah saya dua blok dari rumah Bu Hayu. Jika ibu butuh bantuan saya. Datang saja ke rumah saya," katanya sambil berpamitan pergi. Sebenarnya Hayu tak ingin bertemu dengan siapapun dan berharap kepindahannya kali ini tidak mengenal orang-orang lama. Dia ingin memulai kehidupan baru. Hayu tahu pasti Aina akan masuk ke kamar dan bersembunyi di balik selimutnya dengan wajah yang di tekuk. "Aina ...." panggilnya sambil menyibak selimut pink milik Aina. Benar apa yang Hayu duga. Aina memasang wajah garangnya. "Ada apa dengan anak ibu yang cantik ini?" Hayu menggoda sambil menepuk perutnya. "Kok diam saja. Aina marah sama ibu, ya?" "Aina marah semua orang. Memangnya salah jika Aina tak memiliki ayah?" katanya membelakangi Hayu. "Aina tidak salah kok. Mereka yang salah karena bertanya terus." Hayu berujar sambil rebahan juga di sampingnya. "Aina menangis?" Hayu terkejut. Tak biasanya putri kecilnya menangis. Saat sakitnya kambuh, dia tak pernah menangis. "Ibu apa artinya bercerai?" Pertanyaan yang membuat Hayu terbangun. "Aina tahu dari mana kata-kata itu, Nak?" Aina beranjak dari tempat tidur dan membuka lemari pakaian. Gadis kecil itu membuka laci di dalam lemari dengan tangan kecilnya. "Astaga cerobohnya aku!" jerit Hayu dalam hatinya. "Ini Bu. Nama ayah Aina itu Bayu, 'kan?" Aina menyodorkan berkas perceraian Hayu. Hayu tidak akan marah dengannya karena dia tahu akibat kecerobohannya sewaktu pindahan membuat Aina menemukan surat itu. "Apa karena ini Aina marah?" tanya Hayu sambil mendudukkan Aina di atas kasur. Aina mengangguk meminta jawaban segera. "Maaf jika ibu berbohong sama Aina selama ini. Ibu dan ayah bercerai tujuh tahun yang lalu. Bercerai artinya ayah dan ibu tidak tinggal serumah lagi. Ayah pergi jauh dari ibu," terang Hayu dengan menceritakan kejadian yang ada. "Apa ayah Aina tahu tentang Aina, Bu?" "Tentu saja, Nak. Ayah mengetahui semuanya tentang Aina." "Apa ayah sayang Aina?" "Tentu saja, Nak." "Kalau ayah sayang sama Aina. Mengapa ayah tak pernah mengunjungi Aina?" Oh ... Tuhan bagaimana aku bisa menjelaskan semuanya? Hayu tak mau putri kecilnya menganggap sang ayah seorang penjahat yang tak menginginkan anaknya. "Ibu tidak usah menjawabnya. Aina sudah tahu kok," kata Aina dengan menatap sang ibu lembut. "Memangnya Aina tahu apa?" "Kata bibi-bibi yang ada di sekolah. Ayah tak sayang dengan Aina karena Aina penyakitan dan lihatlah jari Aina yang tak sempurna, Bu." Aina menunjukkan jari yang tak sempurna. Hayu langsung memeluknya dan menahan air matanya agar tak jatuh. "Tidak apa-apa, Bu jika ayah tak sayang dengan Aina. Asal ibu menyayangi Aina." Aina menepuk punggung Hayu seakan memberi kekuatan. "Ada Aina di sini, Bu. Aina menyayangi ibu." Hayu memeluknya semakin erat. Hayu tahu Aina menangis dalam pelukan hangatnya. ***** Alam melihat pemandangan tak biasa hari ini. Seharusnya Alam sudah sampai di rumah tadi tapi dia lupa jika barang bawaan Hayu masih dipegangnya. Akhirnya pria itu menuju ke rumah Hayu. Kebetulan pintu rumahnya terbuka. Alam sudah berusaha mengetok, tetapi tak ada jawaban. Alam terpaksa masuk tanpa sengaja mendengar percakapan ibu dan anak yang mengharu biru. Betapa tak bertanggungjawabnya ayah Aina. Teganya seorang ayah tak mengganggap anaknya yang terlahir tak sempurna. Kasihan anak sekecil itu sudah menderita dan terlihat baik-baik saja padahal aku tahu anak sekecil Aina merindukan sesosok ayah di usianya, pikir Alam saat itu. Alam tak menganggu mereka. Alam menuliskan pesan di secarik kertas dan pamit pulang begitu saja. Maaf Bu Hayu. Saya taruh di sini belanjaan ibu. Dokter Alam. ***** Hayu memandangi gadis kecilnya yang sudah terlelap di alam mimpinya. Bulir air mata terus mengalir dari pipinya. Tak menyangka gadis kecilnya bertanya tentang perceraian. Jauh di dalam jiwanya Hayu sering bertanya apakah ada rindu di hati gadis kecilnya terhadap sesosok ayah yang tak pernah hadir? Hayu tahu kemungkinan besar Aina sangat merindukan ayahnya. Mengajaknya bermain atau menjemputnya di sekolah. Bukannya Hayu tak ingin mempertemukan Aina dengan sang ayah kandung. Dulu sewaktu Aina berusia tiga tahun, Hayu sempat ke rumah mantan mertuanya, tetapi tak disambut baik. Bayu sang mantan suami sudah menikah lagi dan tak mau menganggap Aina sebagai anaknya. Sejak saat itu Hayu putus hubungan dengan keluarga mantan suaminya bahkan nomer telepon Bayu juga dia hapus dari kontak ponselnya. Selesai dengan percakapan dengan gadis kecilnya. Hayu melangkahkan kaki keluar dari kamar dan baru menyadari jika barang belanjaan ada di meja makan. Dia tahu bahwa barangnya tadi dipegang oleh dokter Alam. "Mungkin dokter Alam yang menaruhnya di sini," gumam Hayu sendiri sambil merapikan semua barang belanjaan. Hayu tersentak saat mendengar gelas yang jatuh. Hayu langsung berlari menuju kamarnya. "Aina .... "teriaknya memanggil Aina yang jatuh dan seluruh tubuhnya mulai membiru. Dengan rasa khawatir Hayu segera menggendong Aina. Tak dipedulikan rasa lelahnya dan sandal yang tak sempat dipakainya. Hayu belari sambil memanggil nama anaknya. "Aina, bangun, Nak. Jangan tinggalkan ibu." Di saat kepanikan yang menguasai pikirannya. Hayu pergi menuju rumah tempat yang dikenalnya karena tak tahu di mana rumah sakit terdekat. "Dokter Alam."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD