Pertemuan Kembali

1535 Words
Baby, I'm here Fasha mendesis. Siapa yang menyuruh ke sini sih? pikirnya. Sepertinya lelaki yang satu ini bukan kekasih melainkan intelijen. Tahu saja di mana ia berada. Fasha memutuskan untuk mengganti bajunya lantas menyambar karet rambut dan mengikatnya secara asal. Kemudian gadis itu keluar dari kamar dan tak sengaja berpapasan dengan Rain yang hendak masuk. "Mau ke mana lo, Kak?" teriaknya tapi tak dijawab Fasha yang sudah berjalan menuju pintu. Rain menggelengkan kepala. Sementara Fasha baru saja menutup pintu namun tak lama, malah berpapasan dengan ibunya ketika ia hendak berjalan menuju lift. "Mau ke mana, Sha?" "Keluar bentar, Buk," pamitnya lantas menekan tombol lift. Begitu Fasha menghilang dibalik pintu lift, bahu Caca disenggol adik iparnya, Airin. "Pacar baru lagi?" tanyanya. Caca hanya menghela nafas. Ia juga tak paham dengan pola pikir anak sulungnya sekarang. Fasha terlihat sangat berubah dan melihat kelakuannya yang semakin mirip dengan suaminya itu tentu saja membuatnya agak khawatir. Apalagi Fasha kan perempuan. Dan kalau terjadi sesuatu pada anak gadisnya, ia akan menghajar Fadli nanti. Hihihi. Fasha keluar dari lift dengan terburu-buru. Berhubung sudah malam pula kan tak enak berlama-lama di luar. Fasha hanya malas menjadi pusat pembicaraan keluarga besarnya yang pasti penasaran dengan kepergiannya ini. Saat membuka pintu, ia tak sengaja berpapasan dengan Dina. Fokusnya sedang ke arah lain jadi tak begitu memerhatikan Dina yang berjalan tepat di sebelahnya. Fasha sudah berlari menuju parkiran hotel sementara.... "Masih gak teguran?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Ferril saat mereka baru tiba di lobi hotel dan tak sengaja berpapasan dengan Fasha yang ingin keluar entah ke mana. Ia tadi hendak memanggil tapi begitu menoleh, Fasha sudah berlari jauh. Ferril menggeleng karena Dina tak ada respon. Sepupunya itu malah berbalik, menatap punggung Fasha yang semakin jauh. Gadis itu seolah tak pernah menganggapnya ada ketika di mana pun keluarga besar mereka berkumpul. Kadang prasangka negatif ini benar adanya. Tapi terkadang, tidak juga. Seperti tadi contohnya. Walaupun yaaah, jika Fasha memerhatikan pun pasti akan sama saja. Dina akan tetap diabaikan. "Udah, gak usah dipikirin, Kak," tutur Ferril. Ia merangkul Dina menuju lift. "Lagian dia gak punya hak untuk marah sama lo, Kak. Kerjaannya gonta-ganti pacar mulu." Tentu saja Ferril tahu. Ia tahu bukan dari kekuarga besarnya tapi mendengar dari rekan-rekan bisnisnya. Fasha kan masuk ke dalam salah satu geng sosialita. Gerak-geriknya tentu mengundang perhatian dikalangan anak-anak konglomerat. Dina menghela nafas pelan. Ia tahu sih. Tapi justru itu yang semakin menyiksa Dina. Yang namanya diabaikan itu tidak enak sama sekali. Padahal ia sudah berusaha untuk menjauhi Adit. Bahkan berkontak lagi pun sudah tidak pernah. Begitu pula dengan Adit. "Lo gak emangnya? Playboy! Gonta-ganti pacar!" semprotnya. Pasalnya, ia melihat Ferril banyak meng-upload foto bersama cewek-cewek. "Weets! Lo gak tahu sekarang di London ada satpamnya Bunda!" Dina langsung terbahak. Ia tahu betul itu siapa. Tentu saja Farrel. Sepupu kecenya itu memang melanjutkan S3-nya di London. Sementara Ferril baru setengah tahun ini melanjutkan S2 karena satu setengah tahun belakangan ia sibuk bekerja membantu Om-nya. Tapi tiga bulan ini ia disuruh Papanya keluar daei perusahaan Fadli dan fokus kuliah sambil mengurusi perusahaan keluarga di sana. Farrel juga mengurusi perusahaan keluarga besar mereka di sana walau awalnya menolak mentah-mentah. Tapi apa boleh buat. Ia harus berbagi tugas dengan Ferril. "Nah, lo di lantai ini, Kak. Gue masih di atas lagi," tutur Ferril lantas membiarkan Dina pergi. Dina berjalan dan mengetuk pintu kamar yang menjadi tujuannya tanpa tahu kalau Ferril sudah terbahak saat pintu lift tertutup lagi. Saat pintu kamar itu terbuka, Dina bengong karena yang keluar malah bule dan bule itu menatap Dina dengan tatapan heran. Tak lama pintu lift terbuka lagi dan menampilkan Ferril yang terbahak. Kontan saja ia berlari usai mengucapkan maaf berkali-kali. Tiba di lift, Ferril habis dihajarnya. Emang dasar sableng! Sepupunya gak ada yang bisa dipercaya! Malam-malam begini masih saja usil dan cari perkara! "Gak! Gak! Lo duluan yang ngetuk!" tuturnya galak. Tak mau tertipu lagi. "Helah! Kagak percaya pula!" dengus Ferril. Kali ini cowok itu yang mengetuk dan yang keluar adalah muka Bundanya Ferril. Ferril tentu langsung berbinar dan memeluk Bunda juga menciumnya dengan sayang. "Diapain lagi, Din?" tanya Bunda usai disalami Dina. Bunda paham sekali akan muka kesal Dina dan tengilnya Ferril. Pasti terjadi sesuatu. "Biasa, Bundaa," tuturnya lantas melenggang masuk. "Mama mana?" "Lagi mandi," jawab Bunda. Di balkon sana, Dina mendengar suara berisik Rain dan Farras. Saat menyusul ternyata ada Anne juga. "Lama amaat sih lu, Kaak!" Rain sudah mendumel. Ia hanya terkekeh. Rasanya lama tak bertemu dengan para sepupunya ini. Maklum lah, mereka sudah sangat jarang berkumpul. @@@ Begitu mendengar kabar duka, satu gedung itu langsung sepi. Adit dan timnya di sini yang berisi Indriana, Rena dan Tommy langsung bergegas ke pemakaman. Ibunda tercinta dari bos mereka dikabarkan baru saja meninggal. Tentu saja mereka langsung berangkat. Di sepanjang perjalanan, Adit agak gelisah. Karena ia sudah bisa menebak, Dina pasti ada di sana. Ia jadi tahu alasan dibalik kepergian Ardan kemarin yang begitu terburu-buru. Pasti ada hubungannya dengan ini kan? Ia senang tapi tak tahu harus bersikap bagaimana. Ia tak tahu akan seperti apa pertemuannya dengan gadis itu. Dua tahun berlalu dan mereka sama sekali tak pernah dipertemukan lagi. Bisa dipastikan kalau Dina menghindarinya. Ia? Kurang-lebih sama. Kalau tidak, mana mungkin Adit berlari ke Makassar? Ia pergi sejauh ini tentu ada alasannya meski masih ada harapan di dalamnya. Walau harapan itu sangat lah kecil. Usai memarkirkan mobil, ia segera keluar. Ia melangkah lebih dulu yang kemudian diikuti oleh tiga teman satu timnya. Hari ini pemakaman begitu ramai. Adit sampai bisa mengenali semua pejabat penting ada di sini. Tak heran, pikirnya. Keluarga konglomerat tentu mempunya banyak koneksi bukan? Saat ini prosesi pemakaman sudah hampir selesai. Ketika ia tiba di dekat gundukan itu, ia hanya bisa menatap dari jauh. Suasana sepi karena sibuk berdoa. Sementara ia yang baru saja akan menunduk, tak jadi, saat mengenali sosok wajah sembap di kejauhan sana. Wajah yang sama saat pertemuan mereka terakhir kali. Wajah sembap yang membuat kenangan pahit itu hadir kembali. Adit segera memalingkan wajah. Sakit dihari itu terasa kembali menguak ke permukaan. Rasanya masih sangat sakit hingga hari ini. Kemudian ia menundukan kepala, menahannya dan bergumam untuk melupakan semua yang terjadi di masa lalu. Ia harus melupakannya karena kini, diwaktu ini, bukan kah ia kembali bertemu dengan gadis ini? "Dit!" Indriana memanggilnya. Doa sudah selesai. Hampir setengah dari massa yang hadir di sini sudah membubarkan diri usai mengucapkan belasungkawa. Sementara ia masih bertahan dengan berdiri mematung, menatap wajah sembap yang kini mengenakan kacamata hitam. "Duluan aja," tuturnya pada Adit. Indriana hendak menolak tapi lengannya ditarik Rena. Rena memang lebih tahu tentang Adit dibandingkan dengan Indriana karena ia sudah kenal Adit sejak lama namun baru dipersatukan diproyek ini. Ia hanya tahu kalau Adit cukup dekat dengan keluarga bos mereka. Jadi ia kira, Adit perlu menyempatkan diri lebih lama untuk berada di sini. Sementara Tommy mengikuti langkah dua rekan perempuannya itu. Adit melangkah mendekat, hendak mengucapkan belasungkawa secara langsung yang ia mulai dari Ardan. Sementara Fasha yang melihat kehadirannya langsung berbalik pergi. "Yang tabah, Dan," bisik Adit yang hanya diangguki Ardan. Kemudian Adit berjalan mendekati Wira lantas menyalami lelaki itu sembari mengucapkan hal yang sama. Wira hanya mengangguk sambil menepuk tubuhnya. Berterima kasih karena sudah mau datang. Lalu ia menyalami para lelaki-lelaki yang ada di dekat Wira, para Om-nya Ardan termasuk Fadli. Lelaki itu hanya mengangguk saat Adit mengucapkan pesan yang sama pada Ardan dan Wira untuknya. Setelah itu berjalan sedikit, menuju Aisha yang masih tampak sedih. Menyalami perempuan itu kemudian kikuk saat harus menyalami Caca. Walau wanita itu tersenyum tulus menatapnya. Terakhir, perempuan yang ia tuju dan memang menjadi tujuannya ketika ke sini. Ia hanya ingin menyapa atau kalau sempat, sedikit bertanya kabarnya. Tapi yang ia lakukan malah hanya diam sambil menatap dari samping. Menunggu kesempatan. Saat Dina mulai melangkahkan kaki dan baru melihatnya, ia memasang senyum canggung. Rain yang sedari tadi ada di sebelahnya langsung menyempil di antara Farras dan Anne. Meninggalkan Dina yang kini mendumel dalam hati. Ia memang tak tahu kalau ada Adit. Ia baru menyadari kehadiran lelaki itu ketika langkah Adit semakin dekat. "Yang tabah," tutur lelaki itu padanya sambil mengulurkan tangan. Dina cuma mengangguk lantas membalas salamnya. Kemudian ia berjalan lagi dan membiarkan Adit juga turut melangkah. Sejujurnya Dina tak menyangka kalau akan bertemu Adit di sini. Ia benar-benar tak tahu kabar lelaki ini apalagi keberadaannya. Jadi, ini mungkin kejutan juga untuknya. Sementara Adit cuma berjalan gamang di belakangnya. Hatinya banyak sekali melontarkan pertanyaan tapi mulutnya terkunci rapat. Mungkin lebih baik begini, pikirnya. Walau batinnya berontak juga dan tanpa sadar ia menyusul langkah Dina dengan cepat. "Apa kabar?" Dina menoleh dengan senyuman tipis. Ah, ini yang ia sukai dari Dina, gadis ini tak pernah kikuk meski pernah ada yang terjadi di antara mereka. "Baik. Lo?" "Baik." "Sekarang di Makassar?" "Iya." Dina mengangguk-angguk. "Masih di Jakarta?" "Di mana lagi memangnya?" Adit tersenyum kecil. Lelaki itu menghela nafas. Setidaknya ia cukup senang dengan obrolan kecil ini. Meski hanya sebentar saja. "Duluan, Dit," pamit gadis itu. Adit hanya mengangguk lantas membiarkannya pergi. Mereka berpisah di gerbang area pemakaman. Kini Dina sudah berlari ke arah mobil yang dikemudikan oleh Ferril. Meninggalkan Adit yang masih mengikuti langkahnya itu. @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD