Teringat akan pekerjaan yang ingin diperiksa ulang, Elard akhirnya keluar dari kamar. Dia mau ke ruang kerja. Ruangannya melintasi ruang tamu tempat Seira bersantai ria.
Mau tak mau, Elard terpaksa melihat pemandangan menyakitkan mata. Seira si cewek jorok yang sedang makan keripik sampai berjatuhan ke lantai. Di sekeliling sofa juga penuh dengan bungkus snack yang sudah habis. Botol-botol minuman soda sampai bungkus permen karet pun ada.
Si pelaku tertawa-tawa menonton film komedi dewasa yang candaannya c***l semua. Elard sampai teriak tertahan, menahan napas tak percaya dengan apa yang dia lihat.
“Arghhh! Kamu apakan meja saya!” Akhirnya dia teriak juga, pas melihat permen karet habis digigit ditempelkan begitu saja di meja marmernya.
Seira menoleh, pasang tampang tak berdosa. “Mejanya masih utuh kok. Nggak kupecahkan.”
Elard menatapnya horor, sudah buat kotor masih saja bilang tak apa-apa?
“Kok keluar lagi? Bukannya tadi ngambek sembunyi di kamar ya?” Udah begitu komentari tingkah laku pemilik rumah.
“Lihat ini! Ini juga! Bersihkan sekarang! Saya geli lihat rumah kotor-kotor begini!” Elard hilang kesabaran. Langsung menghampiri Seira, kumpulkan semua sampah, tunjukkan ke depan muka Seira.
“Aduh ... geser dikit, layarnya terhalang nih.” Seira malah mendorongnya biar geser, sibuk nonton tak peduli sama omelan Elard.
Alhasil, kepalanya ditempeleng sama Elard. Televisi juga dimatikan. Habis itu Elard berkacak pinggang di depan Seira, masuk mode ibu-ibu tukang omel.
“Dilarang nonton sampai ruang tamu saya kamu bersihkan!” Kasih perintah dengan nada memaksa.
Seira putar mata malas, peluk bantal berbaring santai. “Acaranya udah mau abis kok. Biar aja,” jawabnya masa bodoh. Mulai menguap mau tidur.
Elard ternganga tak percaya. Baru kali ini lihat tamu tak tahu malu, tak tahu diri seperti ini. Akhirnya dengan pasrah dia bersihkan sendiri. Tak bisa membiarkan ruangan berantakan barang hanya sekejap.
Setelah membersihkan, barulah Elard melanjutkan rencana awal ke ruang kerja. Pas Elard sudah pergi, barulah Seira bangun. Rupanya tadi pura-pura tidur biar nggak disuruh. Ada secuil rasa tak enak pada Elard, habis dia diomelinya kurang niat. Coba aja Elard mengomel kayak ibunya, Seira pasti jengkel dan tak akan merasa bersalah.
Dia lihat jam, udah hampir tengah malam dan Elard baru mulai kerja gara-gara kelakuannya. Akhirnya Seira pergi intip ke ruang kerja. Elard begitu serius sampai tak sadar pintunya Seira buka.
Tampang cowok itu kece sekali. Sudah malam masih saja ganteng. Ekspresi yang begitu serius juga bikin pangling. Hati Seira mana kuat, jadi bernyanyi-nyanyi nggak jelas.
Ugh. Udah tua kok daya tariknya masih kece bada badai ya? Seira jadi agak menyesal menolak Elard. Kalau dia baiki dikit, kira-kira hubungan mereka bisa jalan nggak ya? Seira jadi bimbang.
Pikir apa sih ini otak! Jerit Seira dalam hati. Pokoknya jangan sampai naksir. Nanti masa depan bosan, terkurung di rumah sedikit-sedikit diomeli.
Akhirnya Seira meninggalkan Elard, dia pergi ke dapur melakukan sesuatu biar otak berhenti memikirkan yang tidak-tidak. Cewek itu sama sekali tak sadar, kalau ternyata Elard bukannya terlalu serius. Hanya pura-pura serius biar nggak diganggu. Waspada aja. Tahu kalau Seira bakal menyusahkan dan ajak mengobrol tak penting kalau dia ladeni.
Lima menit kemudian, Seira balik lagi. Bawakan secangkir kopi panas. Diletakkan di meja Elard pelan-pelan. Si Seira masih aja percaya kalau Elard terlalu serius sampai tak menyadari kedatangannya yang kini sudah berdiri kurang dari satu meter dari posisi duduk Elard.
Setelah bawakan kopi, dia mengungsi duduk di kursi angin samping rak buku di ruangan itu. Baru ketemu n****+ romantis yang terselip di antara buku-buku ilmiah yang terjejer rapi.
Sedangkan Elard malah tersentuh. Dia curiga setengah mati Seira bakal mengganggunya bekerja. Tak tahunya malah perhatian bawakan kopi dan duduk manis di sana tak ada niat rusuh sama sekali.
Elard lalu meminumnya. Hatinya terasa hangat. Entah sudah berapa lama dia terlalu sibuk dengan pekerjaan sampai tak punya orang yang akan menemani dan memberinya perhatian kecil.
Kalau dipikirkan dengan serius, Elard jadi mengerti kenapa mamanya ingin dia cepat menikah. Mungkin beliau cemas Elard akan lupa perasaan bahagia bersama dengan seseorang karena terlalu sibuk memikirkan pekerjaan.
Elard menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin. Dia ingin membalas perhatian Seira dengan mengajak cewek itu mengobrol. Dipikir-pikir, Seira sampai lari dari rumah karena mencemaskan sesuatu. Harusnya dia lebih bersikap dewasa dengan mengajak Seira berbicara daripada mengomelinya suruh pulang.
Namun, setelah Elard sempat, malah Seira yang tertidur pulas. Novelnya baru dibaca bagian prolog, sudah bosan karena tak paham daya tariknya. Tidurnya dengan posisi aneh, perutnya terbuka digaruk-garuk kayak kelakuan bapak-bapak.
Elard yang melihatnya jadi mengernyit. Mempertanyakan berapa persen sisi feminin Seira yang masih tersisa. Dia geleng-geleng kepala. Menyayangkan wajah Seira yang sebenarnya cantik, tapi kelakuan dan sifat cewek itu menenggelamkan nilai baiknya.
Elard mengambil buku itu, heran kenapa ada yang begini di rak bukunya. Sebuah n****+ yang mengisahkan sepasang cowok dan cewek yang baru mulai jatuh cinta satu sama lainnya setelah menikah dijodohkan. Refleks dia menyimpannya kembali ke rak buku. Akhirnya tahu, itu pasti sengaja ditaruh Marisa untuk mencuci otaknya.
“Bangun Seira, jangan tidur di sini. Nanti sakit pinggang, masuk angin.” Elard pura-pura tak baca apa pun isi n****+ itu. Dia sibuk menyenggol tangan Seira biar cewek malas itu bangun dan pindah tidur ke sofa yang sudah diklaim sejak tadi sore.
Seira berguling, jadi tidur telungkup di lantai. Dipanggil-panggil berapa kali pun masih tak bangun, malah bergerak terus tidur rusuh. Elard tak tahu saja, Seira itu kebo. Susah sekali dibangunkannya.
Elard menyerah setelah sepuluh menit mencoba. Akhirnya dia mengangkat Seira. Bawa ke ruang tamu, tapi pas sudah sampai di depan sofa ... Elard baru merasa nggak tegaan. Galau beberapa saat, dia memutuskan membawa Seira ke kamar.
Sekali atau dua kali berbagi kasur bukan masalah besar. Dia tak ada niat macam-macam kok. Hanya kasihan takut Seira sakit karena dinginnya AC di ruang tamu.
***
Di pagi hari, Seira bangun dengan tampang b**o, putar otak super keras mengingat apa yang terjadi setelah dia membaca satu lembar n****+ Elard. Tentu saja pecahan ingatan saat itu tak ada. Dia tidur dengan nyenyak kok.
Tak bisa mengingat, Seira cek baju. Masih utuh. Bagus! Dia bisa menghela napas lega. Kesalahan nggak terulang untuk kedua kalinya.
Setelah itu dia menoleh ke samping. Elard masih tidur dengan pulas, pakai piyama sambil peluk bantal dengan tampang manis. Jenggotnya tumbuh sedikit, bikin Seira penasaran ingin pegang.
Dia berbaring. Bertopang dagu sambil menyolek wajah Elard. Tak ada malu-malunya sama sekali sebagai anak cewek yang terbangun di kasur cowok. Malah mulai mengganggu, pencet-pencet hidung Elard. “Ehehe ..., mukanya cemberut.” Tertawa-tawa sendiri setiap kali Elard menyingkirkan tangannya.
“Selanjutnya cek bulu d**a!” Ide sinting mulai muncul di kepala Seira. Tempo hari gelap, pas bangun panik jadi lupa mengecek rasa penasarannya. Habis teman-temannya pada bilang, cowok kalau udah bapak-bapak biasa dadanya buluan. Walaupun Seira kurang tertarik dengan obrolan begitu, tapi keseringan dengar jadi agak penasaran. Mumpung ada bapak-bapak menganggur di depan mata, kenapa nggak dicek sekalian. Ya, gak?
Seira pun melepaskan kancing kemeja Elard dua biji, dia ambil HP. Foto saat menemukan d**a Elard mulus, malah licin dan berotot kayak abang-abang anak gym yang suka oleskan minyak biar otot dadanya glowing mentereng.
Dia baru mau posting ke grup chat, keterangannya bukti kalau d**a bapak-bapak nggak selalu buluan, tapi Elard keburu bangun. Langsung sita HP Seira, melotot kayak setan saat fotonya mau diekspos dengan caption aneh. Hanya tinggal di-send aja.
“Kamu itu ya! Ini namanya melanggar privasi orang! Lagian siapa yang bapak-bapak! Saya itu masih muda tahu!”
“Bercanda kok, bercanda.”
Seira diomeli Elard mah santai, omelannya amatiran kok. Suaranya juga biasa aja. Nggak dinaikkan sekian oktaf seperti omelan yang biasa dia dengar.
Disepelekan oleh Seira, Elard menarik cewek itu, memutar tubuh mereka hingga Seira berada di bawahnya. Setelah itu dia mencubit perut Seira dengan ganas, pakai cubitan ujung kuku yang kecil-kecil tapi rasanya kayak disengat lebah.
“Waaa! Ampun! Ampun Elard! Maaf, nggak kuulangi lagi!” Seira teriak-teriak, berguling-guling mencoba meloloskan diri.
“Enak aja tinggal bilang maaf. Kalau saya tak bangun, pasti kamu sudah asyik gosipkan saya di grup!” Elard menahan tubuhnya, tak membiarkan Seira kabur. Tak lama dia mulai menggelitik, membuat mereka merusuh tak jelas sampai tertawa keras-keras.
“Seira, kakimu itu! Jangan gitu ah!” Diiringi dengan teriakan Elard yang kena tendang Seira.
“BAWEL! Sakit b**o! Geliii Elard!” Seira malah ikut teriak makin keras, tendang Elard makin keras juga.
Tak lama, mereka terguling. Jatuh ke lantai. Seira duluan yang jatuh, kepalanya yang lebih dulu. Refleks Elard mengulurkan tangan mencoba menangkap kepala Seira, akibatnya badannya ikut terseret dan berakhir jatuh menindih cewek itu.
Tentu saja Elard nggak membiarkan begitu saja. Dia sempat menggunakan sikunya untuk menahan berat tubuhnya agar tidak menghimpit Seira. Makanya Seira baik-baik saja, malah terbengong deg-degan tak jelas. Baru kali ini ada cowok yang begitu cekatan melindunginya.
“Kamu nggak apa-apa?” Aduh ... malah suara Elard terdengar jelas cemasnya. Jadi senangkan.
“Nggak kok.” Seira jadi malu-malu kucing, geleng kepala kuat-kuat. Diam saja begitu. Bisa geser, tapi karena gugup otak jadi tak jalan.
Pas itu, pintu kamar Elard terbuka. “Elard, kok tumben jam segini kamu masih tidur? Jangan lupa ya, kamu udah janji mau antarkan mama – ” Marisa menjatuhkan tasnya, melotot dengan mulut ternganga lebar.
“KALIAN LAGI NGAPAIN?” seru Marisa kemudian.
Mampus. Seira dan Elard membatu. Lagi-lagi terpergok dalam situasi ambigu. Waktu itu sih bisa tertawa-tawa bilang bercanda. Nah sekarang? Bercanda apa yang masuk akal untuk menjelaskan kenapa Seira ada di kamarnya hari Minggu pagi begini?