75 - August - Missing You

1160 Words
    Aku benar-benar lega bisa mengatakan hal itu. Pada akhirnya kami pasti akan bertemu lagi. Tidak akan ada kata perpisahan.     Suara panggilan keberangkatan berkumandang dan aku tersadar jika Tomoka harus berangkat saat ini. Kami akhirnya berpisah untuk sekarang. Tapi, di masa depan kami tidak akan berpisah lagi. Aku berjanji...     Aku keluar dari gerbang keberangkatan dan Sean masih menungguku di sana. Setelah memohon maaf atas apa yang terjadi, aku segera menghampiri Sean dan memandangnya dengan alis berkerut. “Bagaimana kau tahu kalau aku akan kemari?” tanyaku penasaran.     “Saya sudah sangat paham sifat anda, tuan. Anda sepertinya dari tadi ingin menyampaikan sesuatu pada Tomoka tapi terlihat ragu-ragu. Lalu tepat ketika saya baru selesai mengantarkan Tomoka dan hendak kembali, ada pesan masuk dari para wartawan yang menanyakan kemana anda pergi setelah kabur dari pertemuan bisnis secara mendadak. Saya tahu anda tidak mungkin kabur begitu saja kalau tidak bersangkutan dengan Tomoka. Anda 'kan selalu begitu,” jawab Sean enteng. “Maksudmu aku selalu begitu?” aku hendak tertawa mendengarnya. “Anda selalu menyelinap kabur jika ada Tomoka. Itu seperti kebiasaan untuk anda. Saya jadi terbiasa,” jawab Sean cuek. Aku langsung tertawa mendengarnya.     “Tumben kau tidak marah aku menemuinya?” heranku memandang Sean. Sean hanya tersenyum samar saja. “Saya sedang berbaik hati, tuan. Lagipula tidak mungkin saya melarang anda mengucap perpisahan,” balasnya. Aku langsung menaikkan alis menyeringai ke arahnya. “Siapa yang bilang aku mengucap perpisahan?”     Sean langsung terkejut mendengarnya dan menoleh cepat ke arahku meminta penjelasan. Aku kembali memandang ke depan dan berjalan dengan santai.     “Aku pasti akan menjemputnya lagi. Untuk lebih pastinya, mungkin kau harus menunggu berita terkini tentangku nanti. Dimana-mana pasti heboh,” kekehku. Sean membelalak ke arahku.     “Tuannnn!!! Apa lagi yang anda perbuat???” Sean sepertinya hendak mencabut semua rambut-rambutnya karena stress melihat ulahku. Hahahaha...                                                                                     ***     Setelah aku kembali ke Jepang, aku kembali bekerja seperti biasa dengan terus mempercayai janjinya untuk kembali padaku. Aku berubah menjadi lebih baik dan bisa mengerjakan tugas-tugas yang sebelumnya sangat sulit kulakukan. Ketika aku memikirkan hal itu, aku juga menyadari kalau aku tidak lagi seorang gadis pemalu. Aku sekarang lebih mudah bergaul dengan sekitarku. “Kau banyak berubah, Tomoka.” puji Tetsu. “Oh, benarkah?” kataku ringan. “Ya. Kau banyak tertawa sekarang.” Tetsu memandangku tersenyum. “Benar ‘kan? Aku sudah bilang padamu! Akhir-akhir ini banyak orang yang mengagumimu,” celetuk Aya tiba-tiba. “Contohnya?” “Pak Fuji dan bagian akunting!” seru Aya tersenyum lebar. “Mereka semua sudah menikah dan memiliki anak!” gerutuku. “Hahaha, tapi rasanya menyenangkan bukan? Setidaknya masih ada yang memujimu!” Aya tertawa ringan. “Ya, kau benar.” Aku juga ikut-ikut tertawa bersamanya. “Sebelumnya orang-orang banyak menyebutku ketinggalan zaman dan kutu buku,” ceritaku.     Aku sedang menikmati makan siangku dengan Tetsu dan Aya di kafe dekat kantor kami. Ketika aku berbicara seperti ini, aku dapat merasakan aku kembali ke diriku yang sebenarnya. Tapi, hal ini tidak mengubah masa-masa yang pernah kulalui bersama Xu Qiang. Dan itu bukanlah hanya sebuah mimpi belaka.     Xu Qiang harus bertanggung jawab terhadap perubahanku ini, kekehku dalam hati. Aku dapat merasakan kehangatan di hatiku saat membayangkan dirinya.     Beberapa minggu kemudian, terdengar berita bahwa negara China dan Mongolia telah melakukan perjanjian damai dan akan bekerja sama dalam beberapa bidang. Aku yakin bidang yang dimaksud adalah ide Xu Qiang pada pangeran Damian sewaktu pertemuan rahasia itu, mengenai produk teh China yang sangat terkenal itu.     Foto Xu Qiang dan pangeran Damian yang berjabat tangan terpampang di koran, majalah bahkan siaran TV juga menayangkannya. Bahkan ada isu yang beredar bahwa di masa depan, China dan Mongolia akan melakukan rapat untuk pertama kalinya dalam tiga puluh tahun terakhir ini.     Seperti aku yang telah berubah, sedikit demi sedikit China dan Mongolia juga mengalami perubahan...                                                                                           ***       “Hei, pangeran berkilaumu ada di berita,” kata Aya saat kami sedang berada di kafe lagi. Ia sedang membaca sebuah majalah dan ekspresinya terkejut saat melihat si pangeran muncul sebagai berita utama.     “China sedang berusaha mengembangkan cara-cara baru untuk menarik perhatian turis. Mereka juga sedang membuat aturan-aturan baru... Kau bilang tahun depan mereka akan mengembangkan sistem pengobatan mereka, bukan?” Aya menoleh dari majalahnya ke arahku. “Dan seingatku kau bilang sistem pengobatan mereka akan berdasarkan sistem pengobatan di Jepang...” “Ya. Mereka sedang membuat negara yang sehat sekarang,” kataku. “Tomoka, kau selalu tahu jika menyangkut pangeran berkilaumu itu. Apa kau masih menghubunginya?” tanya Aya. “Tidak, tidak. Aku mendengarnya dari Jun dan Dr. Hirata,” jawabku cepat.     Status Jun sebagai Wang Li Qun akhirnya telah tersebar karena wartawan pernah mendapatinya sedang ‘berubah’ saat ia berganti di mobilnya. Berita itu pun cukup menggemparkan kantor kami yang hanya mengenalnya sebagai karyawan biasa.     Tiba-tiba, bel pintu berbunyi dan dua orang pria yang barusan kami bicarakan masuk ke dalam kafe.”Oh, Tomoka dan Aya. Kalian di sini juga?” sapa Jun. “Selamat siang nona Manami dan nona Hirano,” Dr Hirata juga menyapa kami berdua yang mengangguk tersenyum.     Karena adanya kunjungan ke rumah sakit Akiyama, Jun dan Dr. Hirata menjadi teman akrab yang sering keluar untuk makan siang bersama. Ketika mereka sedang istirahat, mereka juga akan datang ke kafe ini. Tentu saja aku dan Dr. Hirata masih berteman baik. “Ah, kau sudah melihat berita tentang Xu Qiang,” Jun melirik majalah yang ada di tangan Aya. “Sepertinya akhir-akhir ini semua media memberitakan tentangnya,” komentar Dr. Hirata tersenyum. “Yah, dia memang tampan sekali sih. Jadi, wajar saja banyak yang mencari berita tentangnya,” kata Aya. “Kudengar dia banyak muncul di beberapa program TV China. Sayangnya kita tidak bisa menontonnya,” Jun menghela napas terlihat sedikit kecewa.     Semuanya duduk di meja yang sama dan perbincangan terus menyorot Xu Qiang. Sepertinya semua orang memiliki kenangan bersama si pangeran. Aku cukup senang mendengar hal ini tapi tetap saja ia masih terasa sangat jauh dari jangkauanku. Aku jadi meragukan apakah kenangan indah yang kulalui bersamanya akan menjadi kenangan biasa juga seperti mereka.                                                                                       ***     Tanpa kusadari, hari-hariku sebagai pekerja biasa akan segera berakhir. Suatu siang, saat aku sedang menerjemahkan naskah seperti biasa, telepon kantor berbunyi.     RING! RING! Seluruh telepon di kantor kami tiba-tiba berbunyi hampir serentak. Kejadian yang sangat aneh sekali menurutku. “Apa teleponnya rusak???” Pak Fuji terkejut juga mendengarnya. “Lebih baik kita jawab teleponnya... Halo, dengan kantor Interpretz.” Pak Fuji langsung mengangkat telepon yang berada di dekatnya. “Halo, dengan kantor Interpretz.” Aya juga menjawab pesawat telepon yang terletak di sampingnya.     Mereka berdua diam mendengarkan para penelepon dan ekspresi mereka berubah menjadi terkejut.     “Tomoka, koran Japan Daily ingin menulis artikel tentangmu,” Aya memandangku masih dengan mata melebar. “Apa?” aku mengerutkan kening, bingung.     “Tomoka, Tokyo TV ingin melakukan wawancara denganmu,” Pak Fuji juga menoleh ke arahku.     “Apaaa???” aku benar-benar terkejut mendengarnya. Dua telepon serempak ingin melakukan wawancara denganku. Ada apa ini?     Kami semua saling bertukar pandang dengan bingung. Ke... kenapa mereka ingin mewawancaraiku?            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD