70 - July - The Feelings

1017 Words
    Aku tertegun mendengar kata-katanya. Tumben sekali tuan putri ini bisa bersikap sopan. Aku tersenyum ke arahnya, “Tidak masalah. Lagipula ini terjadi juga karena kesalahpahaman. Aku juga minta maaf karena sudah bersikap kasar padamu selama ini.”     Putri Garel langsung menggeleng cepat, “Tidak, tidak. Aku maklum kalau kau kasar padaku. Aku benar-benar ingin minta maaf karena membuat hubunganmu dengan Tomoka menjadi kacau. Tapi, tenang saja. Aku akan mengembalikan semuanya ke tempatnya lagi,” ia tersenyum dan tidak lama kemudian Damian menghampiri kami. “Aku baru dengar dari Garel kalau kau ternyata berhubungan dengan penerjemah itu? Bagaimana bisa? Bukannya keluarga kerajaan tidak boleh sembarangan memilih pasangan?” Damian nampaknya penasaran sekali dengan hal itu sampai-sampai ia menjadi cerewet. Setidaknya karena ada putri Garel yang mengerti bahasa Mandarin, ia yang menjadi penerjemah kakaknya. “Yah, mau bagaimana lagi? Aku terlanjur sayang padanya. Tapi, ayahku tidak mempermasalahkannya. Lagipula dia juga masih seorang manusia. Seharusnya tidak apa-apa,” aku terkekeh menjawabnya.     Damian benar-benar syok mendengarnya dan ia menunjukkan ekspresi iri pada kebebasanku. Mungkin di tempatnya, ia tidak boleh memilih rakyat jelata. Lah? Jadi, bagaimana nasib si tuan putri? Bukannya dia sekarang mengejar Sean?     Sebelum aku sempat menanyakannya, Garel lebih dulu bicara dengan memanyunkan bibirnya pada Damian. “Ya! Aku setuju dengan Xu Qiang! Rakyat jelata 'kan juga manusia! Kenapa kita tidak boleh memilih pasangan jika bukan dari keluarga kerajaan??? Aku benar-benar tidak terima!” protesnya. Damian hanya menaikkan alis bingung mendengarnya. Aku langsung tertawa mendengarnya. “Kurasa kau bakal sering datang kemari untuk menemui Sean. Tapi, ada baiknya kau tanyakan dulu pada keluargamu sebelum hubunganmu ditentang,” kekehku. Putri Garel terkejut mendengarku berkata demikian. Ia mungkin tidak menyangka jika aku mengetahui isi hatinya. Siapa yang tidak sadar jika gadis itu terang-terangan memandang Sean dengan mata berbinar-binar???     Damian juga sepertinya menyadari hal itu dan ia berkata pada adiknya, “Nanti kita akan coba bicarakan pada ayah. Semoga saja ayah mau mengerti...” “Tenang saja! Aku akan membujuk ayah!” mata Garel berbinar-binar kembali. “Aku akan menyambut kalian dengan senang hati jika kalian datang kemari lagi,” ucapku dan Damian tersenyum mengangguk. “Aku juga akan mengatur untuk pemberitaan pembatalan pertunangan ini secepatnya,” balas Damian dan aku mengangguk menyetujuinya.     Aku hendak mengantarkan mereka hingga ke mobil, namun Garel tiba-tiba berbalik dan ia langsung menghampiriku lagi. “Tolong sampaikan permohonan maafku pada Tomoka. Aku sudah berkata kasar padanya,” ucapnya dengan ekspresi serius. Aku tersenyum mengangguk.     Mobil mereka berangkat menuju bandara saat senja. Aku kembali ke ruanganku dan memikirkan hendak menemui Tomoka. Aku bingung hendak berkata apa padanya sehingga aku bolak-balik di ruanganku berusaha mencari topik. Entah kenapa di pikiranku hanya terbayang hubungannya dengan Dr. Hirata. Aku benar-benar penasaran tapi tidak ingin mendengarkan hal yang mungkin akan menyakitkanku.     Aku bahkan tidak sadar jika hari sudah malam. Nampaknya aku butuh udara untuk menyegarkan pikiranku. Aku membuka pintu balkon dan merasakan angin malam yang berhembus semilir. Aku menatap taman di hadapanku dan seketika mengernyit. Ada seseorang di taman.     Kuperhatikan sosok itu dan aku menyadari jika itu adalah Tomoka yang sedang berjalan-jalan di taman. Ada apa? Apa dia tidak bisa tidur? Apa dia terlalu memikirkan kekasih barunya? Ah, hentikan Xu Qiang! Jangan terlalu banyak berpikir...     Aku langsung berbalik hendak menemuinya dan mataku memandang sebotol anggur yang ada di meja. Aku segera mengambil dua gelas anggur dan membawanya menuju taman. Kuhampiri Tomoka yang masih menikmati pemandangan taman di bawah rembulan yang bersinar terang. Sosoknya bisa membuatku terbius.     Ternyata Tomoka juga tidak bisa tidur. Aku menikmati anggur dengan Tomoka di taman itu. Rasanya suasana saat ini sangat damai dan menenangkan. Aku ingin tetap seperti ini bersamanya.     Kukatakan padanya jika aku sudah bicara pada paman Yu mengenai pembatalan pertunangan itu dan aku akan berusaha sekuat tenaga untuk melindungi negaraku. Namun, tiba-tiba Tomoka menyebut nama Dr. Hirata yang langsung membuat hatiku perih. Tanpa sadar aku langsung memotong ucapannya. Aku berusaha untuk mendoakan kebahagiaan mereka walaupun rasanya cukup berat.     Tapi, hanya sedetik kemudian aku terkejut mendengar Tomoka yang mengatakan jika dia dan Dr. Hirata hanya berteman baik. Mereka tidak memiliki hubungan lebih dari itu. Aku benar-benar terkejut mendengarnya. Tomoka bahkan mengatakan jika aku adalah satu-satunya pria yang dicintainya dan alasan kedatangannya kembali ke China karena ia ingin membantuku.     Seperti ada yang menyalakan kembang api di kepalaku. Aku benar-benar kehilangan kata-kata karena sangat gembira dan terharu. Wanita ini tulus mencintaiku dan sangat mempedulikanku. Aku juga mengungkapkan padanya jika aku mencintainya.     Hanya dengan memastikan perasaan masing-masing saja, aku merasa sangat tenang dan bahagia. Sulit untuk mengungkapkannya tapi aku juga menyadari sesuatu yang sulit untuk kuubah yaitu pandangan orang-orang terhadap Tomoka. Apakah mereka akan merestui kami?     Aku masih ingat betapa mereka membenci kehadiran Tomoka dan mungkin perasaan itu akan sulit untuk dihilangkan. Tapi, aku sedang tidak ingin memikirkannya. Biarkan saja semuanya berjalan apa adanya...     Kami tidak berkata apa-apa lagi dan hanya memandangi langit malam yang cerah tanpa awan menutupi. Menikmati angin semilir dengan segelas anggur di tangan. Tidak perlu kata-kata untuk mengungkapkan betapa kami saling mencintai satu sama lainnya. Aku bahkan tidak tahu sudah berapa lama kami duduk di bangku taman itu memandangi bulan dan bintang-bintang.     Tiba-tiba, kepala Tomoka terjatuh di pundakku. Aku menoleh dan melihatnya tertidur. Nampaknya cuaca yang tenang, segelas anggur dan angin semilir ini membuatnya terlena. Aku tersenyum melihatnya tertidur dengan tenang. Kuambil gelas anggur di tangannya dan kuletakkan di bangku taman bersama dengan gelasku. Biar pelayan yang mengurusnya nanti.     Perlahan-lahan aku berusaha menggendong Tomoka tanpa membangunkannya. Ia terlihat begitu nyaman dalam pelukanku sehingga aku tidak bisa menyembunyikan senyumku. Aku berjalan masuk kembali ke istana dan terkadang berpapasan dengan beberapa pelayan dan pengawal. Aku tahu mereka pasti akan mulai bergunjing kembali mengenai pemandangan ini. Tapi, aku tidak peduli. Aku tidak akan menyembunyikan perasaanku karena itu bukanlah sebuah dosa.     Kubawa Tomoka menuju kamar tamu dan kubaringkan ia di ranjang. Kulepas sepatunya agar dia lebih nyaman dan kuselimuti tubuhnya agar selalu hangat. Aku tetap tersenyum selama bersamanya karena dengan melihatnya saja aku sudah merasa sangat bahagia. Aku duduk di tepi ranjangnya sambil memandangi wajah tidurnya selama beberapa saat. Aku menunduk dan mengecup keningnya dengan hangat dan perlahan agar ia tidak terbangun.     “Aku mencintaimu...” bisikku pada tidurnya yang lelap.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD