69 - July - Anger

1001 Words
    Aku membawa Tomoka ke kamarku dan menurunkannya di sofa. Aku berusaha mencairkan suasana dengan sedikit bercanda padanya. Sudah lama kami tidak berdua saja dan situasi ini sedikit canggung. Aku bingung harus mengatakan apa jadi yang bisa kusampaikan adalah rasa terima kasihku karena Tomoka banyak membantuku.     Namun, sebuah pertanyaan muncul di benakku. Apa ia akan segera kembali ke Jepang? Entah kenapa pertanyaan itu membuat hatiku sakit. Aku tidak ingin dia segera kembali karena aku masih merindukannya.     Saat Tomoka menjawab jika ia akan segera pulang ke Jepang, aku benar-benar tidak bisa merelakannya begitu saja. Apa dia benar-benar berhubungan Dr. Hirata? Apa dia ingin pulang karena sudah rindu pada pria itu? Semakin kupikirkan, hatiku semakin sakit dan aku ingin mengusir semua bayangan itu.     Aku bahkan tanpa sengaja melontarkan pertanyaan mengenai hubungannya dengan Dr. Hirata. Tomoka terkejut mendengarnya. Mungkin ia tidak menyangka jika aku mengetahui hubungan mereka. Tapi, Tomoka tiba-tiba ingin mengatakan sesuatu padaku. Sebelum aku bisa mendengarnya, Sean tiba-tiba masuk dengan wajah gembira dan mengabarkan padaku kalau ayah telah siuman. Syukurlah!     Aku lupa dengan apa yang mau dikatakan Tomoka padaku tadi dan langsung berlari ke rumah sakit secepatnya. Aku benar-benar senang sekali melihat wajah ayah yang tersenyum lemah dan ia memandang ke arahku.     “Kau sepertinya kurusan, Xu Qiang. Apa menggantikan ayah benar-benar menyusahkanmu?” sapanya pelan. Aku benar-benar senang sekali mendengar suaranya setelah selama ini ia tidak sadarkan diri. Aku langsung berhambur ke arahnya dan memeluknya. “Sepertinya kau cukup kesulitan tanpa ayah ya...” beliau menepuk punggungku perlahan. Aku benar-benar senang sekali hingga aku tidak bisa berkata apa-apa. Air mataku mulai mengaburkan pandanganku karena aku terlalu gembira.     Saat aku melepaskan pelukanku padanya, ayah memandangku lagi masih dengan senyumnya yang menenangkan.     “Bagaimana dengan gadis Jepang yang kau ceritakan waktu itu? Ah, Tomoka bukan?” tanyanya tiba-tiba. Aku terkejut mendengarnya. “Ayah dengar??? Kupikir ayah tidak sadarkan diri,” heranku. Ayah tersenyum lagi. “Walaupun ayah tidak sadarkan diri, tapi ayah mendengar semua yang kau ceritakan setiap hari pada ayah. Ayah hanya tidak bisa bergerak saja,” jawabnya. “Jadi, bagaimana dengannya? Kau benar-benar merelakannya?” ayah bertanya sekali lagi.     “Dia datang kemari lagi. Kali ini dia banyak membantuku, ayah. Dia yang membuat aku berhasil melakukan kerjasama dengan Mongolia. Dan aku benar-benar berhutang budi padanya. Aku sebenarnya tidak bisa merelakannya. Tapi, aku tidak tahu harus bagaimana...” jawabku.     “Ikuti saja kata hatimu... jangan terlalu banyak berpikir... tenang saja, ayah sudah lebih baik, jadi kau tidak perlu menanggung semuanya sendirian lagi...” ayah menepuk lenganku sambil tersenyum lagi. Kata-katanya sungguh membuat hatiku terasa hangat sekali.     “Panggilkan dia. Ayah ingin bertemu dengannya...”     Tiba-tiba ayah menyuruhku untuk memanggil Tomoka yang tentu saja membuatku bingung. Namun, ayah hanya tersenyum dan aku tahu itu sesuatu yang baik. Aku mengangguk dan keluar dari ruangan. Kuberitahu pada Tomoka bahwa ayah ingin menemuinya. Ia terkejut tapi aku memberitahunya jika aku telah menceritakan tentangnya pada ayah. Tomoka akhirnya masuk ke kamar ayah.     Selagi ia berbicara dengan ayah, aku harus melakukan sesuatu. Aku belum memberitahu paman mengenai pembatalan pertunangan itu. Tapi, aku yakin dia pasti tahu mengenai masalah ini. Dia 'kan punya mata-mata di istana. Tidak mungkin berita seheboh itu tidak terdengar di telinganya. Apalagi saat aku masuk ke istana bersama Damian yang datang lebih awal dari rencana. Paman pasti tahu jika aku sudah merencanakan sesuatu.     Aku kembali ke istana lebih dulu dan menyuruh Sean untuk menemani Tomoka jika ia hendak kembali ke istana. Aku langsung berjalan ke ruangan paman Yu dan tepat pada saat itu pintu ruangannya terbuka. Paman Yu hendak keluar dengan wajah merah seperti sedang menahan amarah. Saat ia melihatku, emosinya langsung meluap.     “Apa-apaan ini??! Apa yang telah kau lakukan??!” suara paman Yu bergaung di lorong itu. Aku hanya memandangnya dengan tenang.     “Mendamaikan kedua negara,” jawabku simpel. Namun, paman Yu kelihatan tidak terima dengan tindakanku.     “Mendamaikan kedua negara??? Yang kau lakukan malah menghancurkan kedua negara! Kau tidak tahu aku sudah susah payah berusaha membuat perdamaian untuk negara ini dan kau malah menghancurkannya begitu saja! Lihat akibat perbuatanmu, rakyat pasti akan mulai berdemo dan negara Mongolia juga akan marah besar pada kita! Kau benar-benar tidak belajar dari pengalaman sebelumnya! Kau seharusnya ingat kalau kau adalah pangeran di negara ini! Kau harusnya mendahului kepentingan negara!” paman Yu terus saja mengoceh dengan penuh emosi sehingga aku harus sedikit mundur agar tidak terkena cipratan ludahnya.     “Justru aku belajar dari pengalaman sebelumnya. Aku tidak ingin melakukan perdamaian antara kedua negara dengan menggunakan pernikahan sebagai cara klasik. Paman tidak perlu khawatir karena aku sudah melakukan cara lain,” balasku sambil melipat kedua tangan di d**a. Paman Yu langsung mengernyitkan kening mendengarku mengatakan hal itu. “Apa itu???” kali ini ia yang penasaran.     “Aku menawarkan kerjasama di bidang agrikultur dengan mereka. China akan meminjamkan beberapa lahan perkebunan untuk Mongolia sementara Mongolia akan mengajarkan kita ilmu pengetahuan perkebunan mereka yang sangat baik. Pangeran Damian juga sudah menyetujuinya. Apalagi paman harusnya tahu bahwa pertunangan ini adalah kesalahan putri Garel. Aku tidak pernah berjanji hendak menikah dengannya. Yang bertemu dengannya waktu kecil adalah Sean,” jelasku panjang lebar.     Mata paman Yu membesar mendengarnya. Ia terkejut sekali mendengar fakta yang baru saja aku lontarkan. Paman Yu nampaknya tidak bisa berkata apa-apa dan kelihatan bingung sendiri. Aku hanya mendengus menyeringai melihat tingkahnya itu.     “Jadi, sekarang kurasa paman tidak perlu lagi sibuk mengurusi pesta pertunangan itu karena sudah dibatalkan. Mungkin paman harus segera pensiun untuk beristirahat. Aku bisa menjalankan pemerintahan,” aku langsung berbalik meninggalkannya begitu saja. Paman Yu kelihatan kesal sekali mendengarnya.     Saat aku melewati lorong aula, aku melihat rombongan pangeran Damian dan putri Garel yang sepertinya hendak bersiap untuk pulang. Oh, aku setidaknya harus berpamitan pada mereka. Aku baru saja hendak menuruni tangga untuk menghampiri mereka sebelum putri Garel menyadari kehadiranku. Ia kemudian langsung mengangkat gaunnya dan berlari ke arahku sehingga membuatku heran.     Tentu saja aku menghentikan langkahku karena putri Garel sudah berdiri di depanku. Damian hanya membiarkannya begitu saja dan sibuk berbicara dengan asistennya.     “Ah, aku ingin minta maaf padamu sebelum pulang, Xu Qiang.”            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD