31 - April - Sacrifice

1101 Words
“Aku benar-benar tidak menyangka akan ada ledakan di kamar pangeran...” nampaknya Aya masih sangat terguncang. Aku berpikir sesaat sebelum membalasnya.     “Apa kau pikir ini adalah kesalahan dari koki itu?” tanyaku. Aku merasa ada yang aneh dengan ledakan ini. Aku masih saja menganggap ledakan ini sebagai serangan dari teroris. “Entahlah. Lebih baik kita cepat mengejar pangeran. Mungkin saja ada ledakan lainnya.” kata Aya.     Xu Qiang menunggu mereka di lokasi yang jauh dari kamarnya dan dikelilingi oleh pengawal serta Sean. Ketika ia melihatku, Xu Qiang langsung berlari ke arahku.     “Kau baik-baik saja???” tanyanya cemas. Aku mengangguk ke arahnya.     “Ya. Tapi, ledakan itu..........” aku ingin menyampaikan kemungkinan yang kupikirkan mengenai teroris Mongolia lagi. Tapi, Xu Qiang menggeleng pelan, “Tidak. Kali ini memang benar-benar kesalahan si koki. Sean mengatakan demikian dan aku tidak punya alasan untuk meragukannya.” jawabnya tegas. Aku kembali mengangguk paham dan menghela napas panjang. “Lebih baik kita pindah ke lobi hotel. Prioritas utama kita adalah membawa pangeran ke tempat yang aman.” kata Aya tiba-tiba.     Kami bergerak ke arah lift dan menunggu di sana. Wajah Xu Qiang terlihat tidak senang karena sesuatu.     “Ah, ini karena mereka terlalu terburu-buru membawaku keluar... lihat, bajuku jadi kusut semua karena mereka menarikku paksa,” gumamnya sambil merapikan pakaiannya. Tiba-tiba, ekspresinya membeku. Aku langsung memandangnya heran, “Ada apa ?” tanyaku.     “.......tidak mungkin.....” dia bergumam kembali dan langsung melepaskan kancing kemejanya sambil meraba sekitar dadanya. Aku langsung menyadari bahwa kalungnya menghilang!     “Kalungmu!” kataku langsung. Xu Qiang merongoh sakunya berkali-kali dan memandang berkeliling. “Aku pasti menjatuhkannya saat keluar tadi...” wajahnya berubah dari pucat menjadi ekspresi syok.     Kalung itu bukanlah permata antik biasa. Di dalamnya terdapat satu-satunya foto ibu Xu Qiang yang meninggal saat ia masih kecil. Aku ingat pada malam ia menceritakan padaku mengenai sejarah kalung itu. Xu Qiang langsung bergerak untuk kembali ke kamarnya dan mencari kalung itu. Tapi, Sean langsung melarangnya. Para pengawal langsung menahan kedua bahu Xu Qiang untuk menghentikannya. Dia berusaha meronta untuk melepaskan diri dari mereka semua.     “Aku masih sempat untuk mengambilnya! Itu satu-satunya foto ibuku yang kumiliki! Lepaskan aku!” teriaknya kuat.     “Saya mengerti perasaan anda, tuan. Tapi, tidak ada orang lain yang bisa menggantikan posisi anda! Jadi, tolong tenanglah!” suara Sean juga tak kalah kuatnya. Wajah Xu Qiang sepertinya mulai menyerah. Aku memandangnya sedih. Kukepalkan kedua tanganku saat melihatnya sangat menderita seperti itu.     “Aku akan pergi mencarinya...” kata-kata itu langsung terlontar dari mulutku sebelum aku menyadarinya. Aya langsung terkejut mendengarnya. “Apa yang kau katakan, Tomoka??? Kau tidak bisa kembali ke kamar itu, terlalu berbahaya! Bagaimana jika nanti ada ledakan lainnya???” Aya mencengkeram bahuku. “Tapi, kalung itu penting baginya! Kalung itu benar-benar berharga!” aku segera menepis tangan Aya dan memandangnya serius. Xu Qiang tiba-tiba menghampiri kami untuk menanyakan apa yang kami bicarakan.     “Apa kau barusan bilang 'kalung'? Jangan katakan kalau kau mau...” dia menatapku tajam. Xu Qiang sepertinya merasakan sesuatu walaupun kami berbicara dalam bahasa Jepang. Dia menatapku tajam.     “Tenang saja, aku akan segera kembali,” kataku sambil tersenyum padanya sambil mulai berjalan menjauh darinya. Wajah Xu Qiang membeku saat menyadari apa yang akan kulakukan.     “Tetap di sini... kau berencana untuk kembali ke ruangan itu???” dia membelalak padaku.     “Aku tidak bisa membiarkan sesuatu yang berharga untukmu terbakar begitu saja!” balasku.     “Aku melarangmu! Aku tidak mau meletakkanmu dalam bahaya!” wajahnya menunjukkan ekspresi marah. Aku menggeleng kuat, “Kau tidak membuatku dalam bahaya!” aku tersenyum ke arahnya. Aku menguatkan diriku sendiri dan menarik napas dalam-dalam sebelum berbalik kembali ke kamar hotel.     “Tomoka! Kembali! Berhenti di sana!!! Sean! Bawa dia kembali!!!” teriak Xu Qiang panik sambil memandang siapapun di sana untuk menyuruh mereka menahanku. Tapi, sebelum mereka sempat meraihku, aku sudah pergi dari sana.                                                                                   ˜***                 Aku masuk kembali ke kamar yang sudah dipenuhi oleh asap hitam tebal. Aku terbatuk-batuk dan merasakan panas di tenggorokanku. Api menyebar dengan sangat cepat. Ruangan itu sudah hampir diselimuti oleh api melebihi dari yang kupikirkan. Air dari sistem anti kebakaran pun tak mampu memadamkan apinya. Nampaknya, pemadam kebakaran yang sangat diperlukan saat ini. Aku harus cepat mencari kalungnya!     Aku langsung melihat ke bawah meja dan sofa dengan cepat. Ketika aku menarik napas sedikit, tenggorokanku langsung terasa seperti terbakar. Aku tidak bisa bernapas dengan baik di dalam ruangan ini. Aku baru masuk ke dalam ruangan ini hanya beberapa menit dan aku dapat merasakan keringat bercucuran dari keningku. Aku jadi berpikir jika hal ini terjadi beberapa bulan yang lalu, aku yakin aku tidak akan melakukan hal gila seperti ini dan hanya melihat siapa yang akan melakukannya. Tapi, sekarang berbeda. Aku tidak bisa diam begitu saja saat menyangkut seseorang yang sangat berarti bagiku.     Jika aku tidak bisa mengatakan 'Aku mencintaimu' padanya maka aku akan melakukan apa yang bisa kulakukan sekarang untuknya. Pemikiran itu langsung memotivasiku untuk terus mencari. Yesss!!! aku menemukan kalung itu di bawah kursi. Kuraih kalung itu dan memeriksa fotonya yang tidak terbakar sama sekali. Aku benar-benar lega dan mengenggam kalung itu erat-erat. Aku berbalik untuk keluar dari ruangan itu. Tiba-tiba, aku merasakan ruangan itu berguncang seperti terjadi gempa. Aku langsung ambruk di lantai. Aku berusaha berdiri tetapi kakiku sama sekali tidak mau menurutiku.     Aku hampir menutup mataku sambil melindungi kalung itu ketika aku mendengar seseorang berteriak memanggil namaku.     “Tomoka!!!” suara itu adalah suara dari pria yang sangat berharga bagiku dan yang paling kucintai dari siapapun. Tidak berapa lama, aku langsung kehilangan kesadaranku...                                                                                   ˜***       Aku terkejut melihat wajah Tomoka yang muncul secara nyata bersama dengan penerjemah sementara itu. Kenapa dia datang lagi??? Apa dia masih ingin membuatku sakit kepala dengan semua tindakannya itu???     Aku marah. Ya, tentu saja aku marah dengan semua yang dilakukannya padaku. Setelah dia membuatku selalu mencari sosoknya seperti orang gila, dia malah menghilang seperti itu tanpa mengatakan apapun. Kali ini dia kembali lagi dan aku benar-benar tak mengerti apa yang diinginkannya.     Aku terkejut mendengar penjelasan dari mereka berdua. Apa maksudnya ini? Aku membatalkan kontrak dengan Tomoka? Aku tidak pernah mendengar berita seperti itu!     Ada yang janggal...     Jika melihat wajah Tomoka, aku yakin jika dia tidak berbohong. Tapi, aku juga tidak memberikan instruksi untuk memecatnya sebagai penerjemahku pada Sean.     Sean?     Tunggu dulu, apa mungkin Sean yang melakukannya tanpa izinku? Aku memang tahu dia tidak suka dengan Tomoka. Tapi, sepertinya dia sekarang berniat untuk memisahkanku dari Tomoka.     Jika benar seperti ini, itu berarti Tomoka sebenarnya masih mau bersamaku! Entah kenapa aku jadi merasa lega dan sangat senang dengan hal itu. Apalagi saat aku bertanya padanya jika ia masih mau bersamaku, dia menjawab ya.            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD