37 - April - He and His Butler

1125 Words
    Aku benar-benar bahagia saat ini karena Tomoka kembali menjadi penerjemahku dan itu tandanya kekasihku akan selalu berada dalam jarak pandangku lagi. Tidak ada yang lebih membahagiakan daripada hal ini. Sean terus saja memasang wajah tegas sejak Tomoka kembali. Aku tahu dia tidak senang dengan keputusanku tapi aku ingin dia tahu satu hal. Saat aku sedang bekerja di ruanganku, Sean datang membawakan teh untukku. Aku menghentikan aktivitasku sesaat dan memandang Sean yang langsung berdiri tegap seakan bersiap menerima perintah dariku.     Aku menyilangkan jari-jariku dan memangku daguku sambil memandangnya serius.     “Aku sudah menyatakan cinta pada Tomoka,” ucapku pendek.     Tepat seperti yang kuperkirakan, wajah Sean langsung mengerut tidak senang dengan hal itu. Ia menghela napas panjang dan memandangku kembali.     “Tuan tahu resikonya? Kita tidak akan lama di sini dan tuan tidak bisa membawanya ke China,” balas Sean. Aku menurunkan tautan tanganku dan menarik napas dalam-dalam.     “Aku tahu. Tapi, urusan pekerjaan dan urusan pribadiku tentu saja dua hal yang berbeda. Memangnya calon presiden tidak boleh pacaran?” tanyaku padanya. “Ya, saya tahu itu urusan yang berbeda. Tapi, posisi anda tidak membuat anda mudah untuk menentukan pasangan sesuka hati seperti ini. Anda perlu meminta pertimbangan pada keluarga dan belum lagi rakyat yang jika mengetahui anda menyukai wanita yang bukan merupakan warga China, reaksi mereka akan menjadi hal yang tidak terduga...” Sean menghela napas kembali.     “Aku yakin aku bisa meyakinkan mereka. Tomoka gadis yang baik dan semua orang pasti akan menyukainya seperti aku yang bisa jatuh hati padanya,” jawabku dengan optimis. Sean hanya menggeleng-geleng kecil seperti menyerah dengan ucapanku. Aku hanya menatapnya dengan alis terangkat.     “Terkadang dunia tidak semudah yang anda pikirkan, tuan.”     Sean hendak berbalik keluar dari ruangan karena tidak ingin membahas masalah ini lagi. Namun, aku merasa ada sesuatu yang janggal sehingga aku mengerutkan kening.     “Tunggu sebentar, Sean.”     Sean berbalik dan memandangku bingung, “Ya, ada apa tuan?”     “Kenapa kau tidak bertanya padaku apa jawaban Tomoka atas pernyataanku? Apa kau sudah tahu?” heranku karena ia tidak membahasnya sama sekali. Aku memang tahu Sean pasti ada memperingatkan Tomoka untuk selalu mengingat statusnya.     Sean malah memandangku dengan jengah sambil menaikkan alisnya. Ia bahkan berkacak pinggang dan aku tidak pernah melihatnya begitu. Tidak biasanya dia tidak bersikap formal di depanku. Mungkin dia sudah terlalu sebal untuk membahas Tomoka.     “Untuk apa saya bertanya? Orang bodoh mana yang tidak akan sadar jika melihat anda berdua sibuk menatap penuh cinta seperti itu??? Mungkin saya memang tidak berpengalaman untuk urusan asmara, tapi setidaknya saya bisa melihat arti tatapan seseorang, tuan.” jawab Sean dengan sebal.     “Saya bahkan tidak perlu menanyakan apa jawaban Tomoka karena sepertinya walaupun saya sudah mengingatkannya berkali-kali, tapi kalau anda sudah memberi lampu hijau sama saja peringatan saya tidak berguna. Lagipula, saya juga tahu hasilnya setelah melihat anda. Kalau anda ditolak olehnya, anda tidak mungkin masih santai seperti ini, bukan? Contohnya baru beberapa hari saja dia tidak bekerja bersama anda saja, anda sudah seperti cacing kepanasan dan mirip seperti orang yang kehilangan nyawa. Kalau ditolak, anda pasti akan lebih parah dari itu. Maaf, tidak bermaksud menyindir ya, tuan.” Sean meluapkan semua uneg-uneg yang ada di hatinya hingga membuatku tertegun mendengarnya. Sean memang terlalu jujur jika ia tidak suka pada sesuatu.     Tanpa sadar aku tertawa mendengarnya. Akan lebih menyenangkan jika Sean bisa berbicara seperti ini padaku sehari-hari daripada bersikap formal terus-menerus. Aku sampai teringat masa kecil kami dimana dia menjadi sahabatku.     Melihatku tertawa, Sean akhirnya menyunggingkan senyum sambil menggeleng-geleng. Mungkin dia juga tidak habis pikir dengan kelakuannya tadi.     “Yah, saya hanya bisa bilang jika itu keputusan anda, maka nikmati saja sebelum badai datang.” tambah Sean. Aku langsung mengerutkan kening mendengarnya.     “Badai? Maksudmu?” heranku.     “Anda tahu maksud saya. Apa anda pikir paman anda akan dengan senang hati menerimanya? Beliau pasti akan mencari masalah agar anda tidak bisa bersama dengan Tomoka.” jawab Sean sehingga membuatku menepuk kening.     Sean benar. Pamanku yang biasanya membantu mengurus pemerintahan punya kebiasaan untuk mengatur hidupku melebihi ayahku. Ia merasa karena ayahku sedang sakit, ia punya kewajiban untuk merawatku seperti anak kecil. Tidak menutup kemungkinan jika nanti aku mau menikah pun, aku harus meminta izinnya yang bukan keluarga intiku. Paman orang yang sangat keras dan jika ucapannya tidak dipenuhi, dia akan mencari masalah.     “Kau benar. Untuk sementara sepertinya aku harus merahasiakan hubunganku dulu dengan Tomoka darinya,” gumamku. Sean hanya menaikkan alisnya dan kemudian mengangguk sekilas sebelum keluar dari ruanganku.     Aku kembali melanjutkan pekerjaanku dan melirik setumpuk surat yang belum sempat k****a. Surat-surat itu baru saja diletakkan Sean tadi pagi. Aku membaca beberapa dan salah satunya berisi undangan perjamuan di istana kedutaan. Sepertinya ini acara besar hingga Perdana Menteri Jepang juga akan hadir.     Tiba-tiba, terbersit ide untuk mengajak Tomoka ke acara itu. Aku bisa melihatnya berdandan cantik dan bisa menggandengnya seperti kekasihku...     “Tentu saja anda harus membawanya, tuan. Anda membutuhkan penerjemah di sana. Jangan berpikir macam-macam.”     Suara Sean langsung mengaburkan lamunanku dan aku terkejut melihatnya kembali membawa beberapa dokumen. Rupanya ia melirik tanganku yang masih memegang surat undangan itu dan ekspresiku yang sedang tersenyum-senyum membayangkan kencanku dengan Tomoka. Wajahku memerah melihatnya menyeringai sampai menggeleng-geleng melihatku seperti itu.     Aku berdeham untuk mengembalikan wibawaku walau Sean sepertinya tidak peduli akan hal itu. Yah, dia memang asistenku yang tidak pernah takut padaku. Mungkin karena dia tumbuh besar bersamaku.     “Mungkin kau bisa membantuku,” gumamku kemudian sehingga membuat Sean menaikkan alis dengan bingung.     “Tomoka pasti tidak percaya diri jika hadir di acara perjamuan seperti itu. Kau bisa membantunya memilihkan pakaian atau riasan. Jadikan dia seorang putri,” senyumku dan Sean membelalakkan matanya. Aku tahu dia tidak akan suka dengan pekerjaan ini tapi dia tidak pernah menolak.     “Aku tahu kau punya selera fashion yang sangat bagus, Sean. Kalau tidak, bagaimana bisa aku selalu tampil luar biasa?” pujiku. Yah, aku memang mengakui jika Sean adalah asisten yang serba bisa dan gaya berpakaiannya juga sangat bagus. Semua pakaianku sehari-hari dipilih oleh Sean.     “Ya, kalau untuk anda saya bisa memilihkan pakaian yang sesuai untuk pria. Tapi, wanita? Saya tidak pernah melakukannya,” jawab Sean yang terdengar seperti berusaha menolak dengan halus permintaanku.     “Oh, aku tahu kau bisa, Sean. Kalau kau tidak mau membuatku malu di depan publik, kau pasti tahu bagaimana standar seorang putri bukan?” aku menyeringai ke arahnya sehingga membuat Sean menghela napas panjang.     “Baiklah, tuan.” ia menyerah dan keluar dari ruanganku. Sepertinya dia akan melakukan riset untuk dandanan wanita yang cocok untuk Tomoka. Aku tahu Sean tidak pernah gagal melaksanakan tugasku.     Nah, sekarang tugasku untuk memberitahu Tomoka jika ia akan ikut bersamaku ke acara jamuan itu. Tepat seperti dugaanku, Tomoka merasa tidak percaya diri dengan kecantikannya. Dia tidak tahu jika dia bukan gadis biasa sampai bisa membuat pangeran sepertiku tertarik padanya.            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD