40 - April - No Rest

1157 Words
    Aku mulai berpikir bahwa pekerjaanku di China sudah cukup sibuk dan tak sanggup membayangkan bagaimana padatnya jadwal Xu Qiang sebagai seorang pangeran. Tanpa terasa seminggu telah berlalu sejak aku datang ke China. Aku hanya bisa melihat Xu Qiang dari kejauhan tanpa bisa menyapanya sama sekali.     Kuketuk pintu ruang diskusi untuk para dokter. Dr. Hirata yang langsung menyambutku. Aku membantu mereka membawakan beberapa gelas karena dokter-dokter itu juga bekerja siang malam selama di China. Kutanyakan bagaimana kondisi presiden pada Dr. Hirata sambil menyeruput kopiku juga.     “Beliau sudah melewati masa kritis. Tapi, kesadarannya masih belum pulih. Yang paling baik adalah kesehatannya perlahan-lahan mulai membaik,” jawab Dr. Hirata tersenyum. Aku menghela napas lega mendengar berita baik itu.     Diam-diam aku berharap bahwa pangeran juga mendengar berita baik ini. Aku juga menanyakan pada Dr. Hirata apakah dia ada bertemu dengan Xu Qiang. “Ya, ketika aku mengunjungi presiden untuk memeriksa kesehatannya, dia ada di sana dan aku menegurnya,” Dr. Hirata sudah menjadi lebih akrab denganku sejak di China. Aku merasa sedikit iri pada Dr. Hirata karena bisa menemui Xu Qiang.     “Maaf sebelumnya, ada sesuatu yang membuatku penasaran sejak beberapa waktu lalu...” Dr. Hirata nampaknya berusaha mengungkapkan sesuatu. Aku melemparkan pandangan bertanya padanya, “Ya, apa itu?”     “Anda dan pangeran...” belum selesai ia berbicara, mulutnya langsung dikatupkan rapat-rapat. Dr. Hirata langsung menggelengkan kepalanya seakan memperingati dirinya sendiri untuk berhenti bicara.     “Ah, tidak. Tidak apa-apa. Anda seharusnya tidak bekerja terlalu keras. Pastikan anda beristirahat cukup,” senyumnya. “Ya, tentu saja. Kalau begitu, selamat malam.” pamitku. Dr. Hirata tersenyum kembali dan berbalik menghadapi setumpuk dokumen di depannya.     Aku mulai bertanya-tanya apa yang hendak dikatakan Dr. Hirata padaku tadi? Ada sedikit perasaan tidak enak saat mendengarnya berhenti bicara seperti itu. Aku langsung menghilangkan pikiran itu dan menghela napas karena tidak bisa menemui Xu Qiang lagi hari ini.     Hari ini juga hampir berlalu begitu saja. Aku melangkah gontai sepanjang koridor panjang istana itu. Di ujung koridor, aku melihat pria yang kucari selama ini. Senyum lebar langsung menghiasi wajahku dan aku berlari ke arah Xu Qiang.     “Apa ini? Aku ingin bagian ini lebih rinci lagi,” sebuah suara menghentikan langkahku.     Seorang pria paruh baya menghampiri Xu Qiang sambil membawa dokumen. Dia pasti paman Xu Qiang, tebakku. Aku tidak ingin mengganggu mereka jadi kuurungkan niatku untuk menegur Xu Qiang tadi. Mungkin lain hari aku bisa mengobrol dengannya. Sesaat tadi, aku merasa bahwa tatapan Xu Qiang bertemu dengan mataku.     Aku kembali ke ruanganku dan menemukan Sean sedang menunggu di sana dengan setumpuk dokumen di kedua tangannya.     “Kemana saja kau?” tanyanya dengan wajah menyelidik. Aku meneguk ludah melihat tatapannya. “Aku baru saja mengantar kopi ke tempat para dokter,” jawabku langsung.     “Lain kali, tolong biarkan pelayan yang melakukannya. Kau masih punya tugas yang harus diselesaikan. Susun dokumen-dokumen ini dan selesaikan sebelum besok pagi.” perintahnya. “Ba... baiklah...” jawabku. Aku merasa bahwa Sean berusaha membuatku jauh dari masalah dengan memberikan pekerjaan lebih banyak dari biasanya.     Aku memberanikan diri untuk bertanya pada Sean apa yang sedang dilakukan Xu Qiang sekarang. Aku ingin tahu mengenai berita keberadaan dirinya sedikit saja. Tapi, jawaban yang kudapat dari Sean hanyalah “Kau tidak perlu tahu.”     “Ketika pangeran sedang tidak di China, pamannya yang menggantikan tugas-tugasnya, bukan?” tanyaku lagi. “Ya, benar. Sebelumnya ketika presiden jatuh sakit, beliau lah yang memberikan saran-saran pada tuan. Dia selalu mendukung negara ini, tapi...” pandangan Sean langsung menusuk wajahku.     “Kau harus menjauh darinya. Itu saja. Jika kau tidak ingin terlibat dengan masalah yang tidak berguna.” saran Sean sebelum ia keluar dari kamarku dan meninggalkanku yang masih tertegun.     Apa? Hubungan Xu Qiang dan pamannya tidak terlalu baik? Begitukah maksud Sean? pikirku.     Aku menatap tumpukan dokumen yang harus kukerjakan. Entah sudah berapa jam aku menyusun dokumen-dokumen itu hingga akhirnya pekerjaanku selesai. Sudah larut malam dan aku beranjak untuk tidur dengan harapan dapat bertemu Xu Qiang keesokan harinya.     TUK! TUK! Terdengar suara sesuatu menghantam jendelaku. Siapa itu? Kamarku terletak di lantai dua dan aku mulai berpikir macam-macam. Aku menarik gorden jendelaku untuk mengintip dan yang kulihat sesosok bayangan gelap di pohon seberangku.     Apa??? Itu ‘kan... tapi, kenapa??? Aku terkejut saat menyadari bahwa Xu Qiang berdiri di dahan pohon menghadap ke jendela kamarku. Ia memberi tanda padaku untuk membuka jendela. Xu Qiang kemudian memanjat ke jendela kamarku. “Fiuuh...tidak gampang memanjat pohon malam-malam,” Senyumnya saat melompat ke kamarku. “Kenapa kau memanjat pohon...?” aku masih terheran-heran melihatnya. “Penjagaku semuanya sangat waspada. Jika aku tidak mengambil jalan ini, aku tidak akan bisa kabur dari kamarku,” jelasnya dan ia tertawa. “Kau seperti ninja, menyelinap dari jendela ke jendela seperti itu,” komentarku hingga membuatnya tertawa keras.     “Ninja! Aku pernah mendengar tentang mereka! Aku selalu berpikir kalau tindakan dan aksi mereka benar-benar luar biasa!” ungkapnya. Aku merasa Xu Qiang sangat menyukai sejarah Jepang dari yang kupikirkan. “Tapi, aku hanya bisa melakukan hal ini hari ini saja. Mereka akan segera menemukanku lenyap dari kamar sebentar lagi,” Xu Qiang masih tertawa kecil tapi tidak nampak menyesal sama sekali.     Ia menutup jendela kamarku pelan-pelan dan membuatku masih terpaku karena terkejut melihatnya berada di kamarku. Aku senang karena dia menyelinap hanya untuk menemuiku dan aku juga tahu kalau rahasia ini sebenarnya salah. Tapi, bagaimana bisa aku tidak bahagia setelah melihatnya??? Aku sudah berharap sebanyak mungkin hanya untuk bisa bertemu dengan Xu Qiang.     Kubuatkan secangkir teh untuknya dan menyuruhnya duduk. Begitu aku berbalik, Xu Qiang sudah memegang tanganku erat.     “Sebelumnya ada yang ingin kutanyakan padamu. Aku ingin jawaban yang jujur,” katanya. Ekspresinya begitu serius hingga membuatku terkejut.     “Apa yang kau lakukan di kamar Hirata?” tanyanya memandangku tajam. Kamar Dr. Hirata??? Aku mengerjap sesaat karena bingung sebelum akhirnya aku ingat.     “Ah, itu bukan kamar Dr. Hirata. Ada dokter-dokter lain juga di sana. Aku membawakan kopi untuk mereka,” jawabku jujur.     “Benarkah?” ia memandangku dengan curiga.     “Ya, benar.” jawabku langsung sambil mengangguk menatap wajahnya.     “Baiklah... aku percaya padamu. Aku tahu kau suka mengurus orang lain. Tapi, jangan pergi ke kamar pria manapun kecuali kamarku. Itu membuatku khawatir...” katanya dan ia mengalihkan pandangannya saat mengatakan hal itu.     Aku ingat saat aku melihat Xu Qiang di koridor tadi, dia pasti menyadari kehadiranku juga. “Umm... jadi, kau ke kamarku hanya untuk menanyakan itu?” tanyaku. “Ha! Apa kau pikir hanya karena itu???” ia tertawa senang dan langsung memelukku.     “Aku datang untuk melihatmu,” katanya lembut. “Bukannya kau punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan?” tanyaku dengan tersipu.     “Menurutmu kenapa aku bekerja sampai di luar jam kerja seperti ini? Aku menyelesaikan semua pekerjaanku agar bisa melihatmu,” jawabnya. Wajahku langsung memerah mendengarnya. Ternyata tidak hanya aku yang berharap bisa bertemu dengannya...     Kami menghabiskan malam itu dengan mengobrol dan Xu Qiang menyuruhku untuk membacakan buku cerita lagi untuknya sambil menjadikanku bantal kembali. Rasanya aku ingin waktu berhenti saat ini juga...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD