41 - May - Curious

1246 Words
    Aku tidak tahu apakah memang pekerjaan di China sebanyak ini atau ini hanyalah siasat dari pamanku yang sengaja membuatku sangat sibuk. Aku bahkan kesulitan untuk bernapas dengan semua tumpukan pekerjaan yang melelahkan ini. Rasanya ia selalu membawakanku masalah demi masalah sampai aku berpikir apa beliau tidak mengerjakan apapun saat aku dinas? Bukankah dia yang harusnya mengurus masalah internal saat aku sedang pergi?     “Aku tidak bisa memutuskan masalah ini begitu saja. Aku butuh pendapatmu karena itu aku menunda beberapa masalah hingga kau kembali.”     Hanya itu yang selalu diucapkannya padaku saat aku memberikan tatapan bertanya padanya. Aku bahkan sampai bosan mendengar jawaban itu terus-menerus. Sepertinya aku tidak punya pilihan selain mengerjakannya daripada ia terus saja mengomel. Tubuhku bahkan rasanya sangat lelah karena tidak cukup istirahat. Aku hanya bisa tidur selama tiga jam saja! Walaupun aku sangat mengantuk, tapi yang kupikirkan adalah masalah yang masih bertumpuk sehingga itu membuatku tidak bisa tidur dengan tenang. Sean bahkan sudah berkali-kali menawariku obat tidur untuk membuatku beristirahat dengan nyaman. Tapi, aku tidak bisa melakukannya karena aku ingin semua pekerjaanku segera selesai. Aku bahkan menyelesaikan pekerjaanku untuk beberapa hari ke depan.     Di tengah-tengah kesibukanku, tentu saja aku selalu menyempatkan diri untuk melihat kondisi ayah. Setiap cek rutin di pagi hari, aku selalu berada di kamar ayah dan memperhatikan para dokter yang sibuk menangani ayahku. Dr. Hirata juga ada di sana dan aku mendadak teringat dengan Tomoka. Entah sudah berapa hari aku tidak bisa melihatnya sehingga rasa rinduku rasanya membuat tubuhku semakin lelah.     Dr. Hirata menghampiriku dan memberikanku sebuah laporan. Ia tidak bicara apa-apa karena tidak bisa berkomunikasi denganku. Jadi, aku menerima laporannya yang sudah ditulis dengan menggunakan bahasa Inggris sehingga memudahkanku untuk memahaminya. Sebuah kurva yang menunjukkan kesehatan ayahku. Mataku membesar dan sedetik kemudian aku menghela napas lega karena menyadari jika ayah telah melewati masa kritisnya. Bahkan pergerakan kurva itu semakin berjalan ke arah yang lebih baik. Aku memandang Dr. Hirata dan ia hanya tersenyum padaku. Kali ini aku membalas senyumannya sekilas saja sambil mengangguk. Kutepuk bahunya beberapa kali sebagai rasa terima kasihku karena ia sudah bekerja keras untuk mengobati ayahku. Aku bahkan tidak menyadari jika Dr. Hirata memandangiku dengan tatapan hendak bertanya. Ia sepertinya ingin mengatakan sesuatu, namun karena tidak bisa berkomunikasi ia mengurungkan niatnya. Yah, aku juga sedang tidak peduli apa yang hendak dikatakannya.     Sean mengingatkanku untuk menyelesaikan laporan yang akan diberikan pada paman. Aku bahkan menepuk keningku sendiri karena baru ingat mengenai masalah itu. Buru-buru aku segera kembali ke ruanganku dan menyelesaikan laporannya. Bahkan kepalaku mulai sakit akibat terlalu banyak bekerja.     Hingga malam harinya aku baru bisa memberikan laporan pada pamanku dan dia tidak merasa puas dengan hasilnya. Yang bisa kulakukan hanyalah menghela napas panjang. Ia sepertinya tidak pernah merasa puas dengan hasil kerjaku dan selalu protes.     Tepat pada saat itu, pandangan mataku tertuju pada sosok yang kurindukan. Tomoka...     Senyum lebarnya tiba-tiba membuat rasa lelahku seakan menghilang. Ia berlari ke arahku dan nampaknya hendak menjumpaiku. Namun, lagi-lagi pamanku membuat suasana rindu itu menjadi rusak. Ia menuntutku untuk memperbaiki laporan secepatnya sehingga mau tidak mau aku harus menyelesaikannya. Mungkin lain kali aku bisa menemui Tomoka.     Baru saja aku hendak kembali ke ruanganku, aku tiba-tiba teringat sesuatu. Dari mana Tomoka keluar tadi??? Jika aku tidak salah lihat, bukankah dia keluar dari kamar Dr. Hirata??? Apa yang baru saja dilakukannya??? Kenapa dia ke kamar seorang pria malam-malam begini???     Pertanyaan itu terus menghantuiku sehingga aku bahkan tidak bisa konsentrasi untuk menyelesaikan laporanku. Aku terus merasa penasaran apa yang dilakukan Tomoka di kamar Dr. Hirata. Ingin rasanya kutepis rasa curiga dan pemikiran negatif yang muncul di benakku. Entah sudah berapa kali aku menghentikan tanganku yang sedang menulis hanya karena terbayang dengan kejadian tadi.     Rasa penasaranku memuncak dan aku tidak bisa begini terus. Kuputuskan untuk langsung menanyai Tomoka saja daripada aku harus berasumsi yang tidak-tidak. Kupandangi ruanganku yang tidak ada siapapun. Tapi, aku tahu jika penjaga pasti menjaga pintu depanku dengan cukup ketat. Paman tidak mungkin akan membiarkan menyelinap seenaknya walaupun ini adalah rumahku sendiri. Aku harus memikirkan cara untuk melarikan diri. Tatapanku berhenti pada jendela besar di belakangku. Aku segera membukanya dan melongok ke bawah. Tingginya sekitar dua lantai dan setidaknya di bawah ada rerumputan sehingga tidak akan terlalu sakit jika jatuh ke bawah. Untungnya bangunan ini memiliki banyak ornamen hias di dindingnya sehingga bisa kujadikan pijakan.     Aku mengenal rumahku dengan sangat baik sehingga aku tahu yang mana ruangan yang harus kutuju saat ini. Dengan bermodalkan nekad, aku keluar dari jendela dan memegang pinggiran ornamen untuk bertahan. Kupijakkan kakiku di salah satu ornamen. Ini benar-benar seperti olahraga panjat tebing untukku.     Aku berjalan perlahan dari dinding untuk turun ke bawah. Tidak mungkin aku terus merayap di dinding seperti ini. Apalagi ada petugas keamanan yang berkeliling dan aku bisa segera ketahuan. Setelah memastikan tidak ada siapapun di bawah, aku segera melompat turun dan berlari ke arah pepohonan besar serta rumput-rumput hias untuk bersembunyi. Tidak berapa lama sepasang petugas keamanan lewat untuk berpatroli sehingga aku harus diam di tempat terlebih dahulu daripada mereka menyadari bunyi semak yang berisik.     Aku terus berjalan mengendap-endap hingga ke bagian dimana Tomoka berada. Kamarnya ada di lantai dua dan aku akan kesulitan untuk memanggilnya. Aku melihat beberapa batu kecil dan mencoba untuk melempar ke jendela kamarnya. Sayangnya, jendela-jendela itu cukup tinggi dan batu yang kulempar tidak mengenainya sama sekali.     TAP! TAP! TAP!     Ups, sepasang petugas keamanan hendak berpatroli lagi di daerah itu. Aku segera bersembunyi ke balik pohon besar dan menunggu mereka lewat. Saat mereka telah pergi, aku baru menyadari jika pohon yang kugunakan untuk bersembunyi cukup tinggi dan bahkan salah satu dahannya mengarah ke jendela kamar Tomoka.     Tanpa menunggu lagi, aku segera memanjat pohon itu. Yah, untungnya walaupun aku adalah seorang pangeran, setidaknya aku masih punya masa kecil yang tidak terlalu buruk. Aku pernah memanjat pohon dan itu tidak membuatku takut sama sekali.     Aku memanjat hingga ke dahan dimana kamar Tomoka berada. Kukeluarkan beberapa batu yang tadi sudah kusimpan di saku sebelumnya dan membidik jendela kamar Tomoka. Kuusahakan agar tenagaku tidak terlalu kuat daripada jendela kamarnya pecah dan akan menimbulkan keributan.     Gorden jendela kamar Tomoka bergerak!     Ah, aku benar-benar lega sekali saat melihat Tomoka yang menyadari ketukanku. Cepat-cepat aku memberinya tanda untuk membuka jendela di tengah-tengah keterkejutannya. Mana mungkin ia bisa mengira seorang pangeran akan muncul dari atas pohon seperti ini??? Tentu saja hanya aku yang sanggup melakukan hal gila ini, hahaha...     Tomoka bahkan mengatakan gerak-gerikku terlihat seperti seorang ninja. Nah! Aku sangat tertarik dengan hal itu. Menurutku ninja itu sangat keren sehingga aku banyak mencari tahu tentang sejarahnya.     Tanpa menunggu lagi, aku langsung menanyakan apa yang dilakukan Tomoka di kamar Hirata. Aku perlu memastikan jawabannya secara langsung daripada harus terbayang-bayang oleh dugaan yang membuatku hampir gila. Saat Tomoka menjawab jika itu bukanlah kamar Dr. Hirata melainkan semua dokter juga berada di sana, aku malah semakin cemas. Bagaimana bisa seorang gadis masuk sendirian ke ruangan yang dipenuhi para pria. Apa dia tidak tahu istilah semua pria adalah serigala??? Yah, tapi aku tidak begitu kok...     Aku bahkan tidak habis pikir karena Tomoka ternyata pergi ke sana hanya untuk mengantar kopi bagi para dokter. Aku tahu dia memang suka mengurus orang lain tapi setidaknya ia perlu menyadari jika ia adalah seorang wanita.     Tomoka bahkan berpikir jika aku mendatanginya hanya karena aku penasaran dengan hal itu. Ha! Mana mungkin! Aku sudah capek-capek bekerja keras seperti ini, tentu saja ini juga kulakukan untuk bisa meluangkan waktu bertemu dengan Tomoka.     Aku bahkan merasa semua lelahku menghilang saat melihatnya. Seharusnya aku menggunakan waktuku untuk beristirahat, tapi aku malah menggunakannya untuk mengobrol bersama Tomoka hingga larut malam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD