52 - June - Leaving

1044 Words
    Saat aku berbalik, Dr. Hirata tiba-tiba berkata demikian. Mendengar ucapannya langsung membuat langkahku terhenti. Aku tidak menduga akan menerima pernyataan cinta seperti ini. Apalagi saat aku masih berusaha untuk melupakan Xu Qiang. Hatiku masih belum siap...     Aku berbalik perlahan dan memandang Dr. Hirata, “Anda tahu kalau saya mencintai Xu Qiang...” ucapku pelan. “Ya, aku tahu. Tapi, aku tahu kau sedang berusaha melepaskannya. Aku tidak keberatan jika kau menggunakanku sebagai pengalihan. Aku juga tidak masalah jika kau manfaatkan. Selama kau bisa melupakannya, aku akan selalu berada di sisimu...” Dr. Hirata memandangku dengan penuh arti.     Aku tertegun mendengarnya dan menggeleng perlahan. Aku tersenyum sedih mendengar perkataannya, “Saya tidak bisa sekejam itu pada anda. Walaupun saya sedang berusaha melupakannya, saya tidak ingin menggunakan orang lain sebagai pengalihan. Sangat tidak adil bagi anda jika saya melakukannya...” “Bukankah sudah kukatakan tidak apa-apa?” Dr. Hirata masih berkeras. “Walaupun anda mengatakan tidak apa-apa, tapi saya yang tidak bisa melakukannya. Tolong jangan memaksakan diri anda lagi untuk membantu menanggung kesedihan saya. Cukup saya saja yang merasakannya...” aku tersenyum lagi pada Dr. Hirata.     “Mungkin anda akan menemukan orang yang lebih baik dari saya. Karena saya tahu, dokter adalah orang yang sangat baik...” aku kembali menunduk memberi salam padanya.     Aku hendak berbalik meninggalkannya, namun Dr. Hirata kembali memanggilku sehingga membuat langkah kakiku terhenti kembali.     “Manami!”     Aku menoleh ke arahnya dengan bingung. Ada apa? Apa dia masih ingin memaksakan kehendaknya? Apa aku kurang jelas mengatakannya.     “Umm... maaf karena membuatmu merasa tidak nyaman dengan pernyataanku barusan. Tapi, apa kita masih bisa berteman? Maksudku, aku tidak ingin kau jadi canggung terhadapku...” Dr. Hirata sedikit gugup dan ia tersenyum kecil ke arahku. “Tentu saja. Tidak mungkin hanya karena ini saya menghindari anda, bukan?” aku tersenyum lagi padanya dan merasa sangat bersyukur setidaknya kami tidak perlu merasa canggung antara satu dan yang lainnya.     Dr. Hirata tersenyum mendengar jawabanku dan ia memasukkan kedua tangan ke saku celananya, “Kalau kau ada kesulitan, kau bisa menghubungiku. Aku bisa menjadi pendengar yang baik,” ucapnya kemudian. “Terima kasih,” balasku dan aku kembali berbalik hendak meninggalkan tempat itu. “Oh ya, satu lagi! Jangan terlalu formal padaku! Bicaralah dengan santai!” tambah Dr. Hirata saat aku sudah berjalan menjauh. Aku hanya melambai padanya saja.     Setelah kenangan itu kembali muncul di ingatanku, aku berusaha untuk tidak bersikap kaku di hadapannya. Tapi, aku juga tidak ingin memberikan harapan padanya karena sama saja seperti aku sedang memanfaatkan kebaikannya.     Mobil kami langsung berangkat ke bandara. Sudah sewajarnya kalau Xu Qiang tidak melihat keberangkatan kami. Aku berpikir bahwa aku tidak mungkin kembali lagi ke China...     Kupandangi pemandangan negeri China dari jendela pesawat. Air mata kembali menetes ke pipiku.     “Manami?” panggil Dr. Hirata dengan cemas. Aku langsung mengusap air mataku.     “Oh, Ma... maafkan aku...” kataku gugup. Dr. Hirata menepuk kepalaku dengan pelan.     “Tidak perlu menahannya di depanku. Pangeran tidak ada di sini... jadi, tidak apa-apa jika kau ingin menangis. Bukannya sudah kukatakan padamu kalau aku akan melakukan apapun yang kubisa untukmu,” kata-katanya yang sangat baik membuatku tidak bisa menahan tangis lagi.     Rasanya benar-benar sangat sakit hingga aku menghabiskan seluruh air mataku.     “M... maaf... aku merasa kalau aku memanfaatkan kebaikanmu...” kataku dengan sesengukan kembali.     “Jangan khawatir. Jika aku bisa membantu, aku akan senang melakukannya,” balasnya sambil mengusap punggungku sampai aku berhenti menangis.     Untuk pertama kalinya sejak aku memutuskan untuk meninggalkan Xu Qiang, aku menangis seperti anak kecil. Hanya untuk kali ini saja... aku akan menangis semauku... setelah itu aku tidak akan ragu-ragu dan tidak akan adanya penyesalan lagi. Karena ini adalah jalan yang telah kupilih.     Aku menarik napas dalam-dalam dan menegakkan kepalaku. Kutatap jendela itu lurus-lurus dan berbicara pada diriku sendiri seperti pertanda akan keputusanku.     “Selamat tinggal Xu Qiang...” lirihku.                                                                                            ***       Akhirnya aku pulih dan tidak membutuhkan waktu lama bagiku untuk bisa beraktivitas kembali. Tomoka menemuiku dan aku juga ingin sekali menemuinya. Selama masa pemulihan, aku tidak bertemu dengan Tomoka sama sekali. Bukan karena aku tidak ingin, tapi aku berusaha untuk memulihkan kesehatanku terlebih dahulu sebelum menemuinya. Aku tidak ingin terlihat lemah di matanya.     Namun, malam itu saat Tomoka menemuiku, raut wajahnya berbeda dari biasanya yang selalu tersenyum. Ia terlihat tegas sekali dan nampaknya ada hal penting yang hendak dibicarakannya padaku.     “Hari ini adalah hari terakhir aku bekerja sebagai penerjemah di sini. Aku akan segera pulang ke Jepang,” ucap Tomoka.     Mendengar hal itu, rasanya ada petir yang menghantam kepalaku lagi. Apa yang dikatakannya??? Sean yang biasanya mendukungnya untuk segera pulang pun terkejut juga mendengarnya. Aku tidak bisa berkata apa-apa dan membiarkan Tomoka untuk terus melanjutkan kata-katanya.     “Dokter-dokter dari Jepang pun sudah tidak memiliki tugas yang harus dikerjakan lagi di sini. Jadi, kupikir aku akan kembali bersama mereka.”     Aku membatu. Akhirnya aku mendadak paham dengan pembicaraannya dengan Dr. Hirata. Tomoka nampaknya menerima cinta dokter itu dan berniat untuk kembali ke Jepang, itulah pikirku. Aku tahu Tomoka pasti lelah juga jika harus terus dirundung oleh semua pihak karena memilih bersamaku. Apalagi kami berdua juga tahu jika hubungan kami cukup mustahil. Hanya akulah yang nampaknya memaksakan kehendakku agar terus bisa bersamanya. Tapi, sepertinya apa pun yang kulakukan malah berujung menyakitinya. Aku enggan mengakui ini, tapi Dr. Hirata sepertinya lebih mampu untuk membahagiakannya daripada aku.     “Aku mengerti.”     Hanya itu yang bisa kukatakan padanya dan Tomoka tersenyum sedih. Ini adalah keputusan yang berat namun dia meneguhkan hatinya dan akupun harus bisa mendukungnya.     Dua hari kemudian, aku hanya terdiam di kamarku. Aku tidak ingin keluar sama sekali karena aku tahu hari ini adalah hari keberangkatan Tomoka kembali ke Jepang. Aku berat hati jika harus mengantarkannya ke bandara. Jadi, kuputuskan untuk tidak menemuinya sama sekali daripada hatiku semakin sakit. Sean bahkan melihatku dengan tatapan iba tapi mungkin dia juga senang jika berakhir seperti ini. Toh, dia tidak akan mengomel lagi kalau kami bertemu diam-diam.     Paman Yu masuk ke kamarku sebagai alasan untuk menjengukku. Tapi, aku tahu jika ia pasti ingin melihat responku saat Tomoka pulang. “Bagaimana keadaanmu, Xu Qiang?” tanyanya sambil duduk di salah satu kursi dekat ranjangku. Aku hanya memalingkan wajah saja malas melihatnya di tengah suasana hati yang sedang tidak baik ini. “Tidak usah basa-basi. Aku tahu paman kesini untuk apa,” balasku datar.            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD