9 - January - Someone She Knew

1033 Words
“Umm... jadwal kunjunganmu setelah makan siang 'kan?” tanyaku. “Ya. Ada apa?” Xu Qiang menyeruput tehnya. “Kalau begitu apa boleh aku minta izin sebentar?” aku memasang ekspresi memohon. “Kau mau kemana?” tanyanya lagi. “Aku mau ke kantorku sebentar. Ada pekerjaan yang harus kuselesaikan. Dan batasnya adalah hari ini. Bolehkah?” aku tetap memasang ekspresi memohon karena Xu Qiang menatapku tajam.      “Pergilah,” katanya mengizinkan. Aku langsung berterima kasih padanya dan langsung beranjak dari kursiku untuk mengambil beberapa barang yang kuperlukan. Aku ingat data yang kukerjakan harus segera diberikan kepada Pak Fuji hari ini. Saat aku keluar dari kamarku, Xu Qiang berdiri di depan seperti sedang menunggu. “Sudah siap?” tanyanya yang membuatku bingung. “Kau mau kemana?” heranku. “Tentu saja mengantarmu.” jawabnya langsung. Aku langsung membelalak padanya. “Tidak perlu diantar! Aku bisa pergi sendiri kok,” kataku berusaha menolak. Aku tidak bisa membayangkan pergi ke kantor dengan diantar mobil limousine. Apalagi pangeran pun ikut mengantarku. “Sudah! Ikut saja. Jangan banyak menolak. Aku ingin melihat tempatmu bekerja.” katanya enteng. “Lagian aku ingin melihat apa yang belum pernah kulihat,” bisiknya terkekeh lagi. Ia kelihatan senang dan hal itu membuatku tersenyum. “Baiklah, baiklah.” aku sudah pasrah terus-terusan menolaknya.     Sepanjang perjalanan, aku tidak bisa terlalu banyak bicara. Sean mendelik ke arahku dengan kesal. Aku hanya menjawab seperlunya saja terhadap pangeran yang sibuk menanyakan segala hal padaku. Tatapan Sean rasanya bisa menembus tulangku.     Dugaanku benar. Semua mata memandang pada mobil limousine yang berhenti di depan kantorku. “Terima kasih sudah mengantarku. Tidak perlu turun!” kataku saat melihat Xu Qiang yang bergerak untuk turun. Mataku memelototinya agar tetap di tempatnya. Xu Qiang memasang wajah cemberut dan duduk kembali. Aku tersenyum padanya sebentar karena Sean kembali menusukku dengan pandangannya.      Dengan cepat, aku langsung masuk ke dalam gedung dan menuju ruanganku. Terdengar bisik-bisik tentang mobil limousine yang baru saja berada di sana. “Tomokaaa~~ mobil limousine siapa itu???” Aya langsung menyergapku begitu aku masuk ke dalam ruangan. “Itu mobil Fang Xu Qiang 'kan?” celetuk Jun tiba-tiba. Aku menoleh memandangnya dari balik Aya. Ia sama sekali tidak menoleh dari pekerjaannya. “Si pangeran mengantarmu???” mata Aya berbinar-binar. Aku mengangguk gugup. “Waaaahh... aku iri sekaliiii~” katanya dengan suara yang sangat imut. Aku hanya tersenyum padanya. “Kebetulan saja dia mau keluar, jadi sekalian mengantarku.” kataku beralasan.     Aku segera menuju meja kerjaku dan mengetik beberapa dokumen yang akan diserahkan pada Pak Fuji. Setelah selesai, aku segera menuju ruangan Pak Fuji. Ia tersenyum sangat lebar melihatku. “Tomoka! Bagaimana kerjaanmu dengan tuan Fang Xu Qiang?” tanyanya sambil mengambil dokumen yang kuserahkan. “Lumayan, pak. Saya disuruh menerjemahkan dokumen-dokumennya selama dia di Jepang.” jawabku. “Oh ya, ada sebuah tugas yang ingin kuberikan padamu. Lihat ini,” Pak Fuji memberikan selembar kertas padaku.     Aku membelalak membaca kertas itu. Mataku langsung berbinar-binar dan segera memandang ke Pak Fuji yang tersenyum melihatku. “Bapak memintaku menerjemahkan buku karya Ivonne Clutch???” tanyaku masih tidak percaya dengan apa yang baru saja k****a. Senyumku tidak dapat kusembunyikan lagi. “Aku rasa kau akan menyukai hal ini makanya aku memberikannya padamu. Aku akan mengurus surat izin menerjemahkannya. Kau mau 'kan menerjemahkannya?” tanya Pak Fuji. “Tentu saja!!!” jawabku kegirangan sampai semua mata memandangku. Aku tersenyum malu dan mengecilkan suaraku. Pak Fuji tertawa melihatku.     Begitu aku kembali ke ruanganku, Jun telah meninggalkan kantor untuk makan siang, hanya ada Tetsu yang masih bersiap untuk keluar juga. Aku segera mengambil barang-barangku dan kembali ke hotel Xu Qiang. Dia bisa marah kalau aku tidak segera kembali.      Aku bersenandung gembira hingga beberapa orang di lobby hotel bingung melihatku. Ketika aku membuka pintu, aku mendengar suara orang yang sedang bercakap-cakap. Sepertinya bukan Sean.     “........kau tidak banyak berubah, Xu Qiang.”     Sebuah suara maskulin membuatku berpikir siapa itu.     “Kau pun sama. Jangan mengomentari aku.” tawa Xu Qiang.     Begitu aku masuk ke ruang tengah, seorang pria bertubuh tegap duduk membelakangiku. Xu Qiang menoleh padaku.     “Kau sudah kembali rupanya.” sapanya. Aku hanya tersenyum kecil dan masih melirik tamu Xu Qiang. Suaranya tidak asing bagiku.      Pria itu menolehkan wajahnya ke arahku. Aku membelalak tak percaya. Jun duduk dengan tenang sambil memegang segelas champagne. Dia tidak berkacamata dan gaya rambutnya berbeda sama sekali.     “Jun! Bagaimana kau bisa di sini???” heranku.     “Hai, Manami.” sapanya dengan tenang. Xu Qiang menatap kami berdua dengan bingung. “Kalian saling kenal?” tanyanya. Jun mengangguk sekilas.     “Dia satu kantor denganku.” jawabnya tenang. Aku masih terpaku memandangnya. Dia terlihat lebih tampan daripada di kantor. Tapi, yang paling membuatku bingung adalah kenapa dia ada di hotel ini.     Jun berdiri dan melipat tangannya di d**a sambil memandangku dari atas ke bawah. Aku merasa risih dengan pandangannya. Dia berdecak sesaat sebelum menoleh pada Xu Qiang. “Boleh kupinjam dia sebentar? Ada yang harus kulakukan padanya,” tanyanya pada Xu Qiang yang mengangkat sebelah alisnya. “Lakukan apa yang kau suka.” jawabnya yang langsung membuatku terkejut.     Jun menarik tanganku langsung keluar dari ruangan itu dan membawaku ke suatu tempat. Aku memandang ke arahnya dengan melayangkan pandangan bertanya.     “Kau heran bagaimana aku bisa di sana dan mengenal Xu Qiang?” senyumnya sambil terus menyetir. Aku mengangguk. “Tidak hanya itu. Aku juga heran kenapa penampilanmu berbeda? Kau sedang menyamar?” kernyitku. Dia tertawa pelan. “Aku tidak ingin para wanita mengejarku karena wajahku yang tampan ini,” dia tersenyum padaku yang langsung membuatku ingin muntah. “Jangan bercanda lagi. Ayo jelaskan.” kataku langsung.     “Well, ini sebenarnya rahasia. Tapi, kau pasti akan tahu juga jika kau tanyakan pada Xu Qiang. Aku adalah putra Perdana Menteri China. Tidak perlu memasang wajah kaget seperti itu!” katanya saat melirikku sekilas dari kaca spion mobilnya. Mulutku ternganga dengan mata membelalak mendengarnya. “Ba... bagaimana bisa??? Kau tidak sedang bercanda 'kan???” tanyaku sambil menegapkan tubuhku. “Kau yang menyuruhku jangan bercanda lagi. Tentu saja ini serius. Kau bisa tanyakan pada Xu Qiang jika tidak percaya. Aku berbeda darinya. Aku tidak suka ikut terlibat dalam pemerintahan seperti dia. Aku lebih suka melakukan apa yang kusuka.” kata Jun dengan tenang. “Tapi, namamu?” kernyitku. “Aku mengganti namaku dan kewarganegaraanku. Dulu namaku Wang Li Qun. Ayahku sudah pasrah untuk membujukku. Dia tahu aku keras kepala. Daripada mengurusi hal-hal berbau politik, aku lebih suka menerjemahkan beberapa buku.” jawabnya. “Aku terlahir menjadi orang baru di Jepang.” siulnya. Aku hanya terdiam mendengar kenyataan ini.     Ternyata, Jun membawaku ke sebuah butik mewah dan menyuruhku memilih sehelai gaun yang menurutku indah. Aku hanya mengernyit heran dengan perkataannya.     “Astaga, kau tidak mungkin 'kan berdiri di samping seorang pangeran dengan pakaian yang kurang pantas seperti itu? Setidaknya, kau perlu menyesuaikan dirimu dengannya! Apalagi, kau pergi kemana-mana sebagai penerjemahnya!” katanya sambil membelalakkan matanya yang ternyata tidak minus sama sekali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD