10 - January - Jealousy

1036 Words
    “Kau membelikanku gaun mahal ini??? Memangnya kau tidak sayang dengan gajimu??? Aku lebih memikirkan keuanganmu!” aku balas membelalak padanya. Pasti sulit jika ia telah keluar dari keluarganya. Jun menaikkan alisnya sebelah.     “Ekonomiku tidak seperti karyawan biasa, Manami. Walau aku telah menjadi warga Jepang, tidak berarti ikatanku dengan keluargaku sudah putus! Bagaimana mungkin karyawan biasa sepertiku bisa membeli mobil sport seperti itu??? Aku masih mendapatkan hakku sebagai anak Perdana Menteri. Pekerjaanku yang sekarang hanya sebagai hobiku,” seringainya sambil melipat tangannya di d**a.       Aku hanya menggeleng tidak percaya dan menghela napas melakukan apa yang dimintanya. Kami kembali ke hotel setelah Jun memaksaku memakai gaun itu. Begitu kami sampai di kamar hotel, Xu Qiang terperangah melihatku dalam dandanan seperti itu. Aku sampai merasa risih dengan gaun sutra selutut yang kupakai. Modelnya tidak terlalu terbuka tetapi, Xu Qiang diam sambil terus menatapku. Dia tidak berkomentar apapun hingga Sean menyiapkan makan siang untuk mereka.      Aku kembali duduk ke tempat makanku di sudut. Jun mengernyit heran.      “Manami, kemarilah! Ikut makan bersama kami! Sayang sekali kalau kau sudah berdandan rapi seperti itu dan hanya makan di sudut sana.” panggilnya. Xu Qiang mengangguk sekilas sebelum Sean kembali mengangkat piringku ke meja mereka. Aku mendengar percakapan mereka sesaat sebelum mulai melahap makananku. Mereka terlihat sangat akur dan semangat sekali saat mengobrol. “Kau tidak pulang mengunjungi ayahmu?” tanya Xu Qiang. Jun menggeleng sekilas. “Belum sempat. Mungkin nanti saja. Dia tidak terlalu merindukan aku kok.” tawanya lagi. “Kau kemari untuk kunjungan negara atau kunjungan pribadi?” Jun balas bertanya padanya. “Ayah memintaku untuk menggantikannya dalam kunjungan medis ke Jepang. Akhir-akhir ini tugasnya dilimpahkan padaku. Dia sedang istirahat,” jawab Xu Qiang menghela napas panjang. “Oh iya, bukannya Presiden sedang sakit?” Jun memajukan tubuhnya sedikit. Xu Qiang mengangguk. “Pekerjaan yang berurusan ke luar negeri, aku yang menanganinya. Dia hanya menandatangani urusan intern.” kata Xu Qiang.     “Ibumu meninggal karena penyakit yang sama 'kan?” Jun terlihat berpikir. Pembicaraan mereka mulai serius. Aku mulai menghentikan makanku dan mendengarkannya. Tidak kusangka kalau ibu Xu Qiang telah meninggal dan sekarang ayahnya sakit.     “Karena itulah aku sangat berminat dengan kunjungan kali ini. Kunjungan ini bisa memberikanku petunjuk mengenai penyakit ibuku. Sampai sekarang kedokteran China masih belum mengetahui penyakitnya. Mungkin disini aku bisa mengetahui cara penyembuhannya,” Xu Qiang terlihat sedikit muram.      Akhirnya aku paham kenapa si pangeran sangat tertarik saat menanyai dokter di rumah sakit Akiyama. Aku sedikit tersentuh karena ia pastilah ingin mencari cara untuk menyembuhkan ayahnya agar penyakit yang diderita ibunya tidak terulang kembali. Jun mengangguk pelan dan berniat untuk merubah topik pembicaraan karena melihat suasana hati Xu Qiang yang berubah. “Oh ya, Manami. Tadi aku mendengar kau mendapat tugas baru dari Fuji ya? Tugas apa?” pertanyaan Jun langsung membuatku terlonjak karena tidak menyangka ia akan menanyakanku disela-sela perbincangannya dengan pangeran. “Ah, ya. Pak Fuji memberikanku proyek untuk menerjemahkan sebuah buku favoritku!” jawabku dengan antusias. Xu Qiang menaikkan alisnya sebelah sementara Jun tersenyum dan memajukan tubuhnya sedikit kearahku. “Oh ya? Buku siapa itu?” Jun terlihat bersemangat. “Ivonne Clutch! Buku terbarunya akan dirilis di Jepang! Tapi, Pak Fuji sedang mengurus surat izinnya...” balasku dengan mata berbinar-binar. “Baguslah. Kau pasti akan sangat semangat mengerjakannya jika telah disetujui, bukan?” tawa Jun. “Tentu saja!” senyumku selebar-lebarnya.     Xu Qiang hanya diam saja tanpa berusaha untuk ikut dalam perbincangan kami. Aku mengerti kenapa Jun juga sangat antusias dalam berbicara padaku. Ia sangat suka menerjemahkan buku seperti pertama kali aku masuk ke kantor itu, ia tenggelam dalam tumpukan buku. Hobinya sama denganku.     Tidak berapa lama setelah makan siang, Jun bersiap-siap untuk kembali lagi ke kantor. Ia merapikan kembali rambutnya dan pakaiannya seperti penampilannya di kantor. Jun merongoh kacamata di balik jasnya dan langsung memakainya kembali. Kalau begini, ia terlihat seperti Jun biasa yang kutemui di kantor berbeda dengan penampilan luar biasanya barusan. “Kenapa kau harus mengubah penampilanmu hanya untuk kemari?” kernyitku. “Pengawal Xu Qiang tidak akan mengizinkanku masuk karena tidak mengenaliku dengan penampilanku di kantor. Kalau aku kembali menjadi Wang Li Qun, mereka otomatis mengenaliku.” jawabnya enteng.     Xu Qiang masih tidak berbicara sepatah katapun. Aku mulai merasa heran karena dia tadi masih sangat antusias berbicara dengan Jun, kenapa sekarang ia terus-terusan melempar pandangan tajam ke arahnya? Apa mungkin tadi Jun menyinggung perasaannya? Aku diam saja dengan hati cemas. Si pangeran ini sepertinya sangat sensitif. “Xu Qiang, apa boleh kupinjam Manami sebagai penerjemahku lain waktu?” cengirnya sebelum keluar dari kamar hotel. Xu Qiang diam sejenak dengan pandangan yang sangat serius. “Tidak boleh. Dia bekerja untukku dan kau sama sekali tidak membutuhkan penerjemah,” jawabnya langsung dengan pandangan dingin yang diacuhkan oleh Jun. “Sayang sekali. Padahal dia sangat pintar dalam menjelaskan sesuatu dengan cara mudah. Aku senang dengan caranya,” balas Jun tersenyum dan meninggalkan kamar hotel itu.     Aku melambai padanya sesaat sebelum Xu Qiang tiba-tiba berbalik ke arahku dan memandangku tajam. Aku terkesiap dan bingung melihat tingkahnya. Dia tidak bicara apapun selama beberapa saat sebelum melemparkan pandangannya ke arah jendela.     “Kalian akrab sekali seperti saudara.” komentarku memecah keheningan.     “Tidak. Tidak sama sekali.” balasnya pendek. Aku memandang padanya dengan bingung. Xu Qiang sama sekali tidak menoleh ke arahku.     “Aku tidak suka caramu tersenyum padanya seperti itu.” katanya tiba-tiba.     “Hah? Apa maksudmu?” aku benar-benar bingung dengannya. Xu Qiang langsung melemparkan pandangan tajam ke arahku.     “Kau tidak pernah tersenyum seperti itu padaku. Berbeda dengan saat kau berbicara dengan Li Qun.” katanya dingin.     Dia berjalan ke arahku dan mendorongku secara tiba-tiba ke dinding. Aku meringis karena tenaganya yang besar menahanku untuk tidak berontak. Punggungku terasa sangat sakit akibat langsung membentur dinding. Xu Qiang menatapku dengan pandangan marah. Aku tidak tahu kenapa dia begitu marah padaku hanya karena berbicara pada Jun. Dia terus-terusan melemparkan pandangan mengerikan itu hingga membuatku sangat takut. Napasnya memburu kuat dan wajahnya mulai memerah karena marah. Aku tidak berani memandangnya dan perasaan takutku semakin besar sampai aku hampir menangis karena gemetar.     “Ma... maaf, aku tidak akan berbicara padanya seperti itu lagi...” kataku pelan dengan gemetar yang luar biasa. Sebulir air mata hampir menetes dari ujung mataku. Aku tidak tahu harus melakukan apa hingga kata-kata itu terlontar begitu saja.     Xu Qiang terdiam dan aku dapat merasakan tangannya yang menahan bahuku mulai merenggang. Ia melepaskanku dan menunduk sesaat sebelum aku dapat menangkap lebih jelas ekspresinya yang menunjukkan kekesalan bercampur sedih.     “Aku mau istirahat. Katakan pada Sean bahwa jadwalku semua dibatalkan hari ini.”     Setelah berkata demikian, dia langsung pergi ke kamar tidurnya dan meninggalkan aku yang terbingung-bingung dengan sikapnya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD