42 - May - The Letter

1198 Words
    Sean datang ke kamarku keesokan paginya. Ia tahu kalau pangeran pasti ada di kamarku. Ia telah membawakan Xu Qiang pakaian ganti dan sarapan untuknya. Ia juga mengantarkan sepucuk surat untuk pangeran.     “Surat lainnya untuk anda dari orang itu.” kata Sean.     Aku melihat surat itu, sama seperti surat yang diterima Xu Qiang saat di Jepang. Pastilah dari wanita karena surat itu dihiasi setangkai bunga mawar merah. Sean mengatakan ‘lainnya’ berarti Xu Qiang sudah sering menerima surat seperti itu selama beberapa kali. Aku memandang Xu Qiang dan ia terlihat tidak berminat untuk membacanya.     “Tidak perlu membicarakan itu sekarang. Balas surat itu dalam posisiku.” perintahnya pada Sean. “Baik, tuan. Saya akan mengkonfirmasi isinya pada anda,” Sean kemudian membuka surat itu dan melirik isinya dengan cepat.     Tapi, di detik berikutnya Sean membeku dalam keterkejutan. Ia memaksa bibirnya untuk berbicara pada Xu Qiang yang memandangnya heran.     “Tuan, ini... ini mungkin akan menjadi masalah...” katanya. Tentu saja aku berpikir bahwa mungkin memang ada masalah jika Sean mengatakan hal seperti itu.     “Apa isinya?” tanya Xu Qiang. Sean tidak menjawab hingga Xu Qiang berdiri dan mengambil surat itu dari tangannya.     Raut wajahnya langsung berubah memucat seketika saat membaca surat itu.     “Apa ini?” gumamnya.     “Saya tidak tahu. Tapi, menurut saya kita harus memeriksanya sekarang,” kata Sean.     “Ya, kau benar. Ayo, Sean.” Xu Qiang langsung meminta maaf padaku sebelum meninggalkan kamarku.     Aku penasaran apa isi surat itu hingga membuat Xu Qiang dan Sean bertingkah aneh seperti itu. Aku menyelesaikan pekerjaanku dan saat meninggalkan rumah sakit, aku kembali teringat dengan percakapan mereka tadi pagi.     “Anda terlihat murung hari ini. Anda baik-baik saja?” tegur Dr. Hirata hingga membuatku tersadar dari lamunanku. “Ah, ya...” jawabku berbohong. Kupikir aku bisa membohongi orang lain tapi, Dr. Hirata menyadarinya. Ia menaikkan sebelah alisnya dengan ragu.     “Kurasa aku sedikit lelah. Tapi, aku baik-baik saja,” lanjutku berusaha meyakinkannya. Dr. Hirata terlihat seperti akan mengatakan sesuatu tapi diurungkannya niatnya. Ia hanya tersenyum memandangku.     Malam harinya aku kembali bekerja dengan setumpuk dokumen baru. Terdengar ketukan pintu di kamarku. Begitu aku membukanya, Sean dan Xu Qiang langsung masuk ke kamarku hingga membuatku terkejut. Ia tidak datang dari jendela lagi melainkan dari pintu depan.     Apa yang terjadi? Aku merasakan perasaan yang tidak enak tentang kedatangan mereka. Kedua pria itu menatapku selama beberapa saat hingga membuatku tidak nyaman.     “Tomoka,” panggil Xu Qiang mengagetkanku.     “Tenang. Kami hanya ingin memberitahumu sesuatu,” lanjutnya. Xu Qiang mengambil surat yang dibacanya tadi pagi dari saku jasnya.     “Surat ini dari putri Mongolia, putri Garel.” jelas Xu Qiang. Aku membelalak terkejut. Dari putri Mongolia???     Xu Qiang mengangguk dan mengatakan padaku bahwa dia selalu menerima surat sepihak dari puti Garel selama beberapa tahun ini.     “Sampai sekarang isinya selalu kata-kata imajinasi bodoh menurutku dan aku selalu menyuruh Sean untuk membalasnya sebagai ganti diriku,” Xu Qiang kemudian memandang Sean yang akhirnya bicara.     “Tapi, kali ini putri Garel menulis bahwa dia sudah dewasa dan akan datang ke China untuk menjadi istri pangeran seperti yang dijanjikan,” kata Sean.     “Tu... tunggu sebentar!” suaraku meninggi karena panik. Aku tidak berpikir Sean akan bercanda mengenai hal seserius ini, tapi bagaimanapun aku melihatnya dari mana saja tetap terlihat seperti sebuah candaan.     “Kupikir kau pernah bilang kalau hubungan antara China dan Mongolia tidak baik, bukan? Tapi, kenapa dia...” kepalaku mendadak pusing mendengar cerita ini. Sean menggelengkan kepalanya perlahan.     “Saya juga berpikir demikian. Tapi, saya sudah mengirim surat pemeriksaan ke keluarga kerajaan dan secara resmi pangeran dan putri Garel telah bertunangan,” jelas Sean. Kepalaku mulai terasa kosong seketika.     “Jadi, jika dilihat dari situasi kedua negara, tidak mungkin adanya pembatalan pertunangan, begitu maksudmu?” kataku berusaha mencerna semuanya.     “Ya, seperti itulah. Ternyata itu adalah perjanjian yang telah disetujui oleh pamanku tanpa sepengetahuanku. Jika kita bisa memulihkan hubungan antara kedua negara, sangat memungkinkan untuk mengembalikan kesulitan ekonomi China. Rakyat China pun ingin membuang tradisi saling perang seperti ini dan berinteraksi dengan warga negara lain seperti Mongolia,” ujar Xu Qiang. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Kenapa ini semua harus terjadi??? Aku berdiri dalam keadaan syok berat.     “Aku sama sekali tidak memiliki ingatan tentang janji untuk menikahi putri Garel... aku juga tidak mengerti apa yang sedang terjadi...” Xu Qiang juga terlihat frustasi seperti diriku.     Aku memang sudah berpikir bahwa kami akan terpisah karena menjalani jalan hidup yang berbeda. Tapi, tidak kusangka perpisahan kami akan secepat ini.     “Kalau begitu, aku akan mengumumkan bahwa Tomoka adalah kekasihku.” kata Xu Qiang.     “APAA???” kagetku berbarengan dengan Sean. Gerakan kami membelalak pada Xu Qiang juga sama.     “Aku memang sudah merencanakan hal ini dari dulu dan aku sama sekali tidak punya niat untuk menikahi putri Garel,” jawab Xu Qiang mengacuhkan kekagetan kami.     “Jika ada yang akan menjadi ratuku, sudah pasti itu Tomoka.” lanjutnya sambil memandang kami berdua dengan serius.     Aku senang mendengar Xu Qiang sangat serius mengenai hubungan kami. Tapi, ini bukanlah masalah yang bisa diselesaikan dengan mudah.     “Umm... aku senang kau mengatakan hal seperti itu, Xu Qiang. Tapi....” belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku, Xu Qiang langsung memotong.     “Kalau kau senang, kenapa memandangku seperti itu? Jika kita memberitahu mereka kebenarannya, kurasa mereka tidak akan memaksa kita lebih lanjut. Kenyataannya adalah kita memang pasangan kekasih,” nampaknya Xu Qiang sama sekali tidak peduli dengan masalah pertunangannya.     Aku tahu kalau perasaan bukanlah satu-satunya penyelesaian masalah dalam kasus ini. Aku mencari kata-kata yang tepat untuk berbicara dengan Xu Qiang. Tapi, Sean lebih dulu mengatakannya.     “Tuan, ini tidak semudah yang anda pikirkan. Jika ini sudah menjadi hubungan resmi tentu saja ini akan menjadi masalah bagi kedua negara dan pasti perasaan anda sama sekali tidak akan dipedulikan,” katanya tegas. Xu Qiang memandangnya tajam.     “Anda juga telah mengatakannya barusan bahwa ini adalah kesempatan untuk memperbaiki hubungan negara kita dan Mongolia. Saya rasa anda memang harus bertunangan dengan putri Garel,” lanjut Sean tanpa takut sedikitpun.     “Apa kau serius?” tanya Xu Qiang menaikkan sebelah alisnya. Ada perasaan ragu juga terpancar di wajahnya.     “Ya, tuan.” jawab Sean mantap.     Xu Qiang menggertakkan giginya dan ia terlihat tidak terlalu percaya diri seperti biasanya. Hal itu sudah bisa membuatku tahu kalau Xu Qiang sadar ucapan Sean benar.     “Apa anda tahu penyebab memburuknya hubungan China dengan Mongolia? Saya dengar karena ayah anda membatalkan pertunangannya dengan putri Mongolia. Setelah itu, putri Mongolia meninggal karena sakit...” kata-kata Sean mengingatkanku pada cerita Xu Qiang dulu.     “Pada saat itu terjadi kehebohan besar. Jadi, jika ada pembatalan pertunangan lagi, saya rasa hubungan kedua negara akan menjadi semakin buruk. Apa anda mengerti hal itu, tuan? Ini bukan masalah yang bisa anda selesaikan sendirian,” Sean benar-benar serius kali ini saat menatap Xu Qiang.     Xu Qiang memandang Sean dalam diam selama beberapa menit. Ia menarik napas panjang dan akhirnya mengangguk.     “Aku mengerti apa yang kau katakan, Sean. Tapi, walaupun begitu aku tidak bisa melanjutkan pertunangan ini. Aku mencintai Tomoka,” tatapan serius Xu Qiang beralih ke mataku.     “Kita akan mencari jalan lain untuk masalah ini. Sampai kita berhasil menemukannya, jangan sampai berita ini tersebar ke luar.” perintah Xu Qiang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD