61 - July - Her Own Way

1068 Words
    Aku tahu aku tidak punya waktu untuk meemeluknya atau mengobrol dengannya saat ini. Akan kutunda hal itu sampai aku menyelesaikan pertemuan penting ini. Pangeran Damian akhirnya tiba dan ia terlihat dingin sekali. Aku berusaha menyapanya dengan tersenyum dan mengulurkan tangan untuk menjabatnya, namun Damian tidak membalasnya dan malah mengalihkan pandangannya. Ada apa?     Damian malah terkejut saat melihat Tomoka. Ia mengenali Tomoka saat kami berada di pesta kedutaan waktu itu.     Pertemuan dimulai dan aku bisa merasakan tanganku sedikit mendingin. Aku tahu tidak mungkin untuk langsung membahas perdamaian negara. Jadi, aku sedikit mengingat masa lalu kami agar mencairkan suasana. Melihat Damian yang begitu kaku membuat suasana cukup menegangkan.     Tomoka mulai menerjemahkan kata-kataku dan ekspresi pangeran Damian malah berubah semakin dingin. Ia juga tidak mengatakan apapun. Apa aku salah? Tapi, melihat tidak ada penolakan darinya, aku meneruskan kenangan masa lalu kami sambil berharap jika Damian akan kembali ramah seperti dulu. Dia adalah temanku yang sangat berharga sebelum peperangan membuat kami menjauh.     Namun, tiba-tiba pangeran Damian mengutarakan keengganannya untuk berbicara mengenai masa lalu lagi. Aku tahu aku tidak bisa berbasa-basi lagi. Kukatakan niatku untuk membatalkan pertunangan ini. Damian merasa tidak yakin dengan keputusanku karena dia juga tahu jika pembatalan ini akan berimbas pada kedua negara dan permusuhan yang mungkin akan semakin dalam.     Aku tahu hal itu dan aku sangat jelas mengenai konsekuensinya. Tapi, aku tidak ingin melakukan pembatalan tanpa adanya solusi. Karena itulah aku ingin menawarkan kerjasama dengan Mongolia. Sayangnya, Damian menganggap ide itu mustahil dan ia hendak mengakhiri pertemuan itu. Aku benar-benar terkejut melihatnya dan tepat pada saat itu Tomoka yang hendak menghentikannya juga menyenggol gelas anggur sehingga tumpah di pakaian Damian. Astaga...     Aku benar-benar tidak bisa berkata apa-apa melihat kecerobohan Tomoka kali ini. Tidak biasanya ia membuat masalah saat situasi sedang genting. Untung saja Sean dengan sigap langsung mengambilkan pakaian ganti untuk Damian. Nah, selagi pangeran Damian sedang berganti pakaian, aku perlu memikirkan cara untuk membujuknya lagi. Nampaknya pertemuan ini tidak semudah yang dibayangkan...                                                                                           ***       “Ini yang dapat saya temukan untuk anda, pangeran. Maafkan saya,” Sean menyerahkan setelan pakaian resmi untuk pangeran Damian yang masih tidak berkata apa-apa.     “Tuan Xu Qiang, saya rasa pertemuan hari ini tidak bisa berlanjut, tapi...” kata-kata Sean langsung dipotong oleh Xu Qiang.     “Kau benar, Sean. Kita harus membiarkan Damian pulang terlebih dahulu,” kata Xu Qiang.     “Tapi...” Sean hendak membantah sebelum akhirnya terdengar ketukan di pintu.     “Permisi,” Aku masuk setelah mengetuk beberapa kali. Suasana ruangan itu masih belum berubah sama sekali.     “Tomoka, apa itu?” heran Xu Qiang saat melihatku membawa kereta dorong.     “Kau... darimana kau mendapatkannya?” tanya Sean yang juga ikut-ikutan melihat kereta itu.     “Tolong biarkan saya meminta maaf kepada pangeran atas kecerobohan saya,” pintaku. Aku telah meminjam kereta dorong ini dari dapur hotel dan telah menyiapkan beberapa peralatan.     “Silahkan duduk,” kataku mempersilahkan kedua pangeran itu untuk duduk kembali.     Sean nampaknya menyadari kalau aku memiliki sebuah rencana. Ia kembali ke sudutnya tanpa berkata apa-apa.     “...Apa yang akan kau lakukan ? Jika kau hanya mengulur-ulur waktu, maka aku akan segera pulang,” pangeran Damian memandangku serius. Xu Qiang tidak berkata apa-apa dan membiarkanku bekerja.     “Tugas saya adalah sebagai penerjemah. Tapi, saya berpikir apakah ada cara untuk menyampaikan perasaan tuan Xu Qiang kepada anda,” aku duduk kembali di antara kedua orang itu.     Aku meletakkan dua cangkir teh Jepang dan teko kecil. Terima kasih Tuhan karena ini adalah hotel mewah... mereka bahkan memiliki satu set peralatan minum teh Jepang!     “Ini adalah...” pangeran Damian tertegun melihat barang-barang itu.     “Ya, ini adalah teh Jepang,” senyumku sambil menyiapkan teh untuk kedua pangeran itu. Pangeran Damian duduk kembali ke tempatnya.     “Di Jepang, sudah menjadi kebiasaan untuk menuang teh hingga tetes terakhir. Sudah berabad-abad lamanya dikatakan bahwa tetes terakhir teh adalah bagian yang paling enak,” jelasku.     Nenek mengajarkanku untuk menyeduh teh sejak aku masih kecil. Aku tidak pernah membayangkan bahwa hal ini akan berguna dalam situasi seperti ini. Tapi, sekarang hanya ini yang dapat kulakukan.     “Silahkan diminum,” aku mempersilahkan kedua pangeran untuk mengambil teh mereka masing-masing yang telah kuhidangkan hingga tetes terakhir.     “Minuman yang hangat akan membantu anda untuk menenangkan tubuh dan pikiran,” ketika aku mengatakan hal ini, kedua pangeran bertukar pandang. Kemudian mereka mengambil cangkir teh mereka masing-masing.     “Kau benar. Aku akan meminumnya,” senyum Xu Qiang.     “Aku mengerti. Tapi, hanya secangkir ini saja,” kata pangeran Damian.     Selama beberapa saat, terjadi keheningan ketika kedua pangeran itu menyeruput teh mereka.     “Ini sangat enak!” kata keduanya secara bersamaan dalam bahasa yang berbeda. Kurasa mereka mengerti apa yang dikatakan satu sama lainnya. Dan waktu pangeran Damian mengatakannya, Xu Qiang tertawa kecil tiba-tiba.     Pangeran Damian langsung memalingkan pandangannya dari tatapan Xu Qiang. Ia kembali menyeruput tehnya seperti menghindari percakapan.     “Ini mengingatkanku dengan teh yang ada di rumahmu. Rasa yang sangat kukenal. Bahkan ini lebih baik daripada teh yang disajikan di restoran ternama,” komentar Xu Qiang.     “...tunggu sebentar,” potong pangeran Damian tiba-tiba.     “Hm?” Xu Qiang menoleh memandangnya.     “Pangeran Fang Xu Qiang, kau sudah pernah ke rumah wanita ini?” ada seraut ekspresi terkejut di wajah pangeran Damian saat aku menerjemahkan kata-kata Xu Qiang dari tadi.     “Ya. Aku bermalam di sana satu hari,” jawabnya.     “Kau bermalam???” pangeran Damian nampak lebih terkejut. Xu Qiang mengangguk.     “Dia menunjukkan padaku bagaimana rasanya memiliki keluarga biasa. Itu adalah pertama kalinya aku menyadari adanya tempat yang sangat nyaman dan mau menerimaku apa adanya,” Xu Qiang tersenyum ke arahnya.     “...keluarga...” gumam pangeran Damian sementara Xu Qiang mengangguk kecil kembali. Kerutan di kening pangeran Damian nampak merenggang.     “Di Jepang, kami memakan ini bersama teh. Silahkan dicoba,” Aku menghidangkan sepiring onigiri di antara kedua pria itu.     “...Apa ini? Bentuknya seperti nasi kepal...” tanya pangeran Damian.     “Ah, onigiri. Ini mengingatkanku lagi,” Xu Qiang kelihatan gembira melihat sepiring onigiri itu.     “Kau tahu apa ini?” pangeran Damian memandang Xu Qiang.     “Tomoka membuatkanku onigiri sebagai cemilan malam,” seru Xu Qiang dengan senang.     “Di Jepang, onigiri sudah menjadi makanan yang populer selama berabad-abad,” jelasku.     Pangeran Damian hanya menatap onigiri itu lalu wajah Xu Qiang dan berakhir ke wajahku. Bahunya sedikit merosot seperti kelelahan.     “...Pangeran Fang Xu Qiang, apa yang terjadi denganmu selama di Jepang...?” tanyanya.     “Aku bertemu Tomoka,” jawab Xu Qiang langsung. Tatapannya berubah serius.            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD