11 - February - Onigiri

1085 Words
    Sean memberitahuku jadwal kunjunganku untuk hari ini. Saat sarapan, aku benar-benar bosan dengan menu yang disajikan untukku. Mereka selalu memberikanku menu yang sama setiap paginya. Padahal aku masih ingin menikmati makanan-makanan yang belum pernah kucoba selama di Jepang.     Aku menoleh pada Tomoka yang kelihatannya sangat menikmati sarapan yang membosankan bagiku. Aku menyuruhnya untuk makan bersamaku. Aku jadi sangat bersemangat melihatnya makan dengan lahap seperti itu. Ia tidak mempedulikanku yang terus melihatnya. Ekspresinya benar-benar lucu hingga aku mendengus tertawa. Dia benar-benar tidak sadar bahwa wajahnya berlepotan dengan makanan seperti anak kecil. Saat aku membantunya membersihkan wajahnya dari sisa-sisa makanan, dia langsung mengelak dariku. Sepertinya dia tidak suka wajahnya disentuh.     Tomoka meminta izinku untuk pergi ke kantornya. Aku jadi ingin melihat pekerjaan karyawan kantoran itu seperti apa. Dia malah heran karena tahu aku akan ikut. Kalau tidak menggunakannya sebagai alasan, Sean pasti tidak akan mengizinkanku pergi. Tapi, ternyata Tomoka tidak mengizinkanku turun untuk melihat. Aku jadi kecewa. Aku tidak mau membuatnya marah lagi makanya aku mengalah. Mungkin lain kali aku bisa melihatnya.     Li Qun mengunjungiku siang itu. Ah, aku lupa kalau dia sudah pindah ke Jepang sejak ia menolak mengambil alih posisi ayahnya di pemerintahan. Dia benar-benar tidak berubah sama sekali. Li Qun adalah teman sepermainanku sejak kecil. Dia selalu satu sekolah denganku. Aku kaget karena ternyata Tomoka dan Li Qun saling mengenal. Ternyata mereka malah satu kantor! Li Qun meminjam Tomoka sebentar. Aku tidak tahu apa yang ingin dilakukannya. Tapi, mungkin sedikit mendesak jadi aku mengizinkannya.     Ketika mereka kembali, aku sampai ternganga melihat Tomoka yang ternyata dibawa Li Qun untuk berdandan. Dia kelihatan cantik sekali hingga aku sulit melepas pandangan padanya. Kerja bagus, Li Qun! Rambutnya tergerai indah bergelombang, kulitnya benar-benar halus, dan aku baru menyadari bahwa dia memang cantik sebenarnya. Hanya saja, dia tak menyadarinya.     Topik pembicaraan Li Qun benar-benar membuatku sedikit risih. Ia kembali mengingatkanku akan ibuku yang telah meninggal. Tomoka sepertinya mulai menyimak perbincangan kami. Akhirnya, ia mengubah topik menjadi mengarah pada Tomoka. Sepertinya Tomoka sangat senang dengan Ivonne Clutch. Matanya sampai berbinar-binar seperti itu.      Tiba-tiba, aku melihat Tomoka tersenyum sangat senang ke arah Li Qun. Aku tidak tahu kenapa rasanya aku kesal sekali melihatnya. Aku benar-benar tidak suka dia tersenyum untuk orang lain. Ada apa ini??? Akupun jadi kesal melihat Li Qun. Dia mampu membuat Tomoka tersenyum sampai seperti itu hanya dengan kata-kata.     Aku dan Li Qun akrab seperti saudara katanya? Memang kata-kata itu sering kudengar sejak kami bersekolah. Aku tidak pernah berkelahi dengan Li Qun sekalipun hingga kami benar-benar seperti saudara kandung. Tapi, saat Tomoka yang mengatakannya, entah kenapa aku jadi tidak suka sekali mendengarnya. Aku protes tentang senyumnya pada Li Qun. Aku merasa dia benar-benar tidak adil.     Tanpa sadar, aku langsung mendorongnya ke dinding. Tenagaku tidak bisa kukontrol karena aku emosi. Aku benar-benar kesal sekali tapi juga bingung kenapa aku seperti ini. Seharusnya dia hanya tersenyum seperti itu untukku saja.     Aku tersentak saat melihat sebutir air matanya yang hampir menetes. Tomoka ketakutan sekali denganku. Perasaanku langsung campur aduk karena aku merasa sangat bersalah setelah membuatnya gemetar seperti itu. Aku tidak tahu harus berkata apa.                                                                                       ***        Aku yang masih keheranan dengan sikap pangeran pun akhirnya hanya bisa menghela napas panjang dan kembali ke kamarku untuk mengerjakan dokumen-dokumennya.     Aku tidak sadar berapa jam telah kulalui untuk mengerjakan dokumen-dokumen itu. Ternyata langit sudah berubah menjadi gelap. Aku berguling di tempat tidur sambil meregangkan tubuhku. Pelan-pelan, aku berusaha untuk tidur tapi mataku masih belum merasa mengantuk.      Sebuah laptop di mejaku menarik perhatianku. Ah, lebih baik aku mengirim e-mail ke Ivonne Clutch mengenai betapa tertariknya aku untuk menerjemahkan bukunya. Dulu aku pernah mengirim e-mail kepadanya sebagai seorang penggemar. Tapi, kali ini berbeda.     Dengan semangat aku langsung mengetik sebuah e-mail. Saya Tomoka Manami dari perusahaan Interpretz yang ingin meminta izin untuk menerjemahkan buku terbaru anda. Saya sangat menyukai semua buku karangan anda dan masih menjadikannya favorit yang selalu saya baca berulang-ulang dari kecil. Saya sangat suka dengan dunia imajinasi yang anda ciptakan... dan bla bla bla. Aku terus mengetik pesan itu dengan sangat antusias. Aku menjelaskan betapa aku sangat berharap bisa mendapatkan izin itu.     Tidak kusadari bahwa jam telah menunjukkan pukul 1 malam. Perutku mulai berbunyi. Ah, sial. Aku harus mengendap-endap ke dapur untuk mencari sesuatu yang bisa kumakan.     Dengan sangat perlahan, aku membuka pintu kamarku dan berjingkat-jingkat menuju dapur. Sean bisa membunuhku jika tahu aku mengambil  makanan dari kulkas tanpa izinnya. Ada sisa makan malam milik pangeran! Aku mengambil beberapa potong ikan salmon dari kulkas dan mulai berpikir sejenak. Aku bisa membuat onigiri dengan bahan-bahan ini.      Aku mulai menaburkan garam pada potongan ikan salmon dan memanaskannya di microwave. Kuambil sepiring nasi yang masih hangat. Tanganku mulai membentuk onigiri dari kedua bahan itu. Saat sedang asyik-asyiknya aku membuat onigiri, ada seseorang yang ternyata berjalan mendekatiku tanpa aku sadari.     “Siapa itu??!” sebuah suara langsung membuatku terlonjak. Dengan keringat dingin, aku berbalik untuk memandang orang itu.     Xu Qiang berdiri dengan tatapan super tajam untuk melihat siapa penyelinap yang mengobrak-abrik dapurnya. Aku langsung menghela napas lega. “Fiiiuuhh... Xu Qiang, kau mengagetkanku…” kataku pelan. Ia hanya mengerling padaku sebentar sebelum melihat apa yang kukerjakan. “Sedang apa kau?” tanyanya. “Ah, aku tadi sedang menulis e-mail untuk penulis favoritku yang kuceritakan tadi. Tapi, tiba-tiba perutku lapar makanya aku membuat sesuatu yang bisa dimakan.” jawabku. Ia hanya mengangguk-angguk. “Kau sendiri sedang apa malam-malam begini? Tidak tidur?” heranku karena wajahnya menyiratkan ia belum tidur dari tadi. Xu Qiang menggaruk kepalanya sesaat seperti sedang berpikir. Tingkahnya menjadi sangat gugup.     “Ah, a-aku tadi sedang menyusun rencana pembangunan untuk negaraku. Cuma aku penasaran karena ada yang bergerak di dapur...” suaranya menjadi gelagapan. Sepertinya Xu Qiang merasa tidak enak padaku karena tingkahnya tadi siang. Apa dia terus memikirkan itu dari tadi dan berusaha minta maaf padaku? Ah, tidak mungkin, Tomoka. Kau jangan terlalu percaya diri. Mana mungkin seorang pangeran meminta maaf pada orang sepertimu??? pikirku.      Suasana di antara kami menjadi canggung karena tidak ada yang bicara sama sekali. Aku tidak tahu harus mengatakan apa padanya dan Xu Qiang pun mengalihkan pandangannya ke arah lain walaupun badannya masih di sana. “Apa yang sedang kau buat?” tanyanya memecah keheningan. Ia memandang pada onigiri di tanganku. “Oh, ini hanya makanan sisa dari kulkas,” jawabku menunjuk beberapa onigiri yang telah selesai di piring. “Aku pernah melihatnya di televisi. Bukannya itu makanan Jepang yang bernama...” ia kelihatan berpikir keras untuk mengingatnya.     “Namanya onigiri.” jawabku. “Jangan langsung menjawabku seperti itu! Berikan aku kesempatan untuk mengingatnya sendiri!” pipinya mulai bersemu merah. Aku hanya mendengus ingin tertawa melihatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD