24 - March - A Hope

1173 Words
“Oh, Tomoka. Kau kerja di kantor hari ini?” heran Aya saat memasuki ruangan kami. Aku mengangguk sambil tersenyum. “Ya, pangeran sedang tidak ada kunjungan hingga setelah makan siang nanti. Aku harus membuat laporan hari ini,” jawabku sambil menghampirinya. Kusodorkan manuskrip buku terbarunya Ivonne Clutch yang sedang kuterjemahkan. “Wow, kau benar-benar ceria akhir-akhir ini ya,” katanya setelah mengamatiku sembari mengembalikan manuskrip itu. Aku mengerutkan keningku padanya. “Kau telah berubah. Kau banyak tertawa akhir-akhir ini.” jelasnya. Aku tertegun sejenak karena aku sama sekali tidak merasakannya.      “Jangan-jangan kau jatuh cinta ya pada pangeran itu?” goda Aya yang membuatku terlonjak.      “Ke... kenapa kau bilang begitu???” aku langsung menggelengkan kepala dengan kuat. Aya hanya tertawa melihat reaksiku.      Mungkin saja kalau aku bisa jatuh cinta pada Xu Qiang karena wajahnya yang sangat tampan dan ia adalah seorang pria yang mengagumkan. Tapi, status sosial kami sangat berbeda dan rasanya percuma saja jika jatuh cinta padanya. Aku kembali mengerjakan manuskrip ku sampai sebelum jam makan siang.      Pak Fuji memberikan kami secangkir kopi saat menjelang makan siang. Kami sedang bersantai-santai mengobrol sebelum tiba-tiba pintu ruangan kami menjeblak terbuka. Xu Qiang masuk dengan terburu-buru hingga membuatku terkejut. “Ke... kenapa kau di sini??? 'kan masih ada satu jam sebelum jadwal kunjungan!” heranku saat melihatnya menghampiri mejaku. “Jadwalnya berubah. Ayo cepat!” katanya sambil menarik tanganku. Aku memandang ke arah Pak Fuji. “Anda lihat 'kan......” aku hampir protes kembali padanya sebelum membelalak ketika Pak Fuji melambaikan tangannya padaku. “Selamat bersenang-senang~” katanya riang. Aya menunjukkan ekspresi iri padaku.     Kunjungan medis kali ini mengharuskan kami untuk melihat laboratorium penelitian rumah sakit Akiyama. Bagian ini melakukan penelitian dan percobaan terhadap beberapa teknik pengobatan yang berbeda. Xu Qiang mengatakan padaku bahwa bagian ini belum ada di negara mereka. Aku dapat merasakan ketertarikannya terhadap bagian ini sekali lagi. Si pangeran sibuk mendengarkan penjelasan para dokter dengan ekspresi yang sangat serius. Sampai-sampai aku berpikir bahwa walaupun ia sering terlihat kekanak-kanakan tetapi, dia bisa menjadi sangat serius jika dibutuhkan.      Jantungku tiba-tiba berdegup dengan sangat kencang. Aku benar-benar bahagia bisa menemaninya seperti ini. Saat aku melihat jumlah pengawalnya yang berubah menjadi dua kali lipat, rasanya sangat mustahil untuk jatuh cinta padanya dan lagi sang pangeran masih memiliki banyak tanggung jawab di pundaknya. Tetapi, walaupun hal itu benar-benar terjadi, aku akan tetap menyembunyikan perasaanku. Jika ada yang mengetahuinya, aku tidak akan lagi diizinkan untuk berada di sisinya kembali.     Saat aku sedang sibuk berpikir, sebuah tangan tiba-tiba menarikku ke balik dinding laboratorium. Aku benar-benar terkejut dan langsung berbalik cepat untuk melihat siapa yang melakukannya. Dr. Hirata memandangku dengan pandangan meminta maaf. “Ada apa?” tanyaku. Ia langsung memberikan tanda agar aku berbicara dengan suara kecil. Ia tidak ingin didengar orang lain sepertinya. “Ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengan anda, nona.” bisiknya. Aku mengernyit bingung. Tidak biasanya Dr. Hirata mencariku. “Aku ingin memohon permintaan pribadi pada anda. Anda masih ingat dengan Miu-chan, bukan? Gadis itu akan dioperasi minggu ini...” lanjutnya. Aku langsung teringat dengan gadis kecil yang menabrakku sambil memeluk boneka kelinci itu. “Miu-chan ingin bertemu dengan pangeran sekali lagi sebagai sebuah permohonan. Saya berharap anda dapat membantunya dengan memberi semangat untuk menghadapi operasinya...” wajah Dr. Hirata benar-benar sangat memelas. Aku menatapnya dan menyadari bahwa operasinya pasti bukan operasi kecil hingga ia memohon padaku.     Aku ingin sekali membantunya. Tapi, aku tidak bisa membiarkan Xu Qiang terlibat dalam kondisi berbahaya lagi. Di dalam hatiku, aku sangat ingin mengabulkan permohonan Miu-chan. “Saya hanya seorang penerjemah... saya tidak bisa meminta permohonan pribadi pada pangeran,” kataku dengan raut wajah tidak enak hati padanya. “Maafkan saya karena tidak bisa membantu...” lanjutku sambil menunduk hormat padanya. “Ah, saya mengerti...” katanya dengan wajah sedih. “Saya pikir anda bisa membantu... karena saya lihat anda akrab dengan beliau...” gumamnya lagi. “Maafkan saya karena sudah meminta anda untuk melakukan hal seperti itu...” ia balas menunduk padaku.     Aku langsung merasakan ada perasaan yang menusuk hatiku hingga terasa begitu perih. Aku berharap Miu-chan baik-baik saja. Aku tidak berpikir bahwa aku melakukan hal yang salah. Keputusanku sudah benar.     Tapi, tetap saja aku tidak bisa berhenti memikirkan Miu-chan dari kepalaku. Hingga aku tidak tahu, Xu Qiang ternyata menyadari aku tidak memperhatikan kata-katanya. Ia mengetuk kepalaku pelan hingga aku menoleh. “Kau mendengarku?” tanyanya. “A... apa ?” kagetku dengan bingung. “Ah, maafkan aku...” aku langsung meminta maaf karena tidak mendengarkannya. “Tumben sekali kepalamu sedang kosong begitu? Apa yang kau pikirkan?” dia tersenyum memandangku. Aku ragu apakah aku harus mengatakan padanya.      Ada sedikit harapan di dalam diriku. Aku ingin bicara, tapi kali ini Sean ikut duduk di belakang bersama kami. “Ada apa? Katakan saja,” Xu Qiang sepertinya menyadari ada yang ingin kukatakan.      Aku berpikir bahwa jika ini adalah kunjungan untuk pasien rumah sakit, ia akan membutuhkan Sean untuk menyusun jadwal dan mungkin lebih baik jika aku memberitahunya. Aku mulai menarik napas dan menceritakan semuanya pada Xu Qiang. Ia terkejut saat mengetahui bahwa gadis kecil itu ternyata mengidap penyakit yang sama dengan ibunya. Setelah mendengarkan ceritaku, Xu Qiang terdiam cukup lama. “Tidak mungkin aku ke sana. Aku punya jadwal lain di hari itu.” kata-katanya dingin sekali. “Benarkah kau tidak bisa...?” aku masih berusaha menumbuhkan harapan. “Apa perlu kukatakan sekali lagi?” Xu Qiang memandangku tajam. “Ah, ma... maafkan aku...” kataku sambil menunduk langsung. “Bukannya aku tidak simpati dengan perasaanmu. Tapi, aku harus memikirkan prioritas utamaku sekarang...” Xu Qiang kelihatan bergumam pada dirinya sendiri. “Kau tidak pada posisi yang bisa meminta tuan untuk melakukan hal yang kau inginkan. Kau harus ingat posisimu.” suara Sean terdengar sangat tajam di telingaku.     Aku tahu kalau jadwal seorang pangeran tidak dapat di ganggu gugat hanya karena seorang gadis kecil. Aku mencoba untuk menyemangati diriku sendiri tetapi tetap saja aku merasakan kesedihan yang sangat mendalam. Aku masih berpikir mungkin ada sesuatu yang dapat kulakukan untuknya.                                                                                     ***     Aku mulai merasa tidak nyaman sekarang. Benar-benar tidak nyaman dengan banyaknya pengawal yang melindungiku. Sejak insiden penembakan itu, Sean menambah penjaga untukku menjadi dua kali lipat. Tidak hanya itu, aku sekarang semakin kesulitan untuk melarikan diri darinya karena pengawasan ketat ini.     Sean memberikanku sepucuk surat dengan setangkai mawar merah yang sangat kukenal. Pengirimnya selalu mengirimiku surat melankolis seperti itu selama beberapa tahun dan itu cukup menyebalkan. Aku tidak mau repot-repot membaca isinya karena aku sudah bisa menebak betapa menggelikannya kata-kata di dalam surat itu. Kuperintahkan pada Sean untuk membalas surat itu sebagai ganti diriku. Dia lebih pandai dalam merangkai kata-kata manis. Bukannya aku tidak pandai melakukannya, tapi aku tidak ingin memberikan kata-kata berhargaku untuk si pemilik surat yang tidak bisa kutolak ini. Mungkin kalian akan penasaran siapa yang mengirimiku surat ini, tapi nanti ada saatnya kalian akan mengetahui siapa orangnya.     Walaupun aku sedang tidak ada kunjungan hari ini, tapi aku tetap tidak berniat untuk membaca surat itu. Aku mengizinkan Tomoka untuk kembali ke kantornya karena dia bilang harus mengerjakan laporannya. Tempat ini jadi cukup sepi jika tidak ada dirinya.     Namun, tidak berapa lama Sean masuk ke ruanganku dengan terburu-buru dan menginformasikan padaku jika ada perubahan pada jadwalku secara mendadak. Para dokter di rumah sakit Akiyama akan melakukan rapat dan pelatihan selama seminggu. Mereka akan sulit untuk dihubungi dan aku juga tidak bisa meminta mereka untuk terus melayaniku walaupun aku seorang pangeran. Setidaknya aku sadar diri jika ini bukan wilayahku.            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD