12 - February - Sweet Feeling

1099 Words
    “Berikan padaku. Aku mau coba.” katanya yang langsung membuatku kaget. “A... apa??? Ini makanan sisa loh. Kau tidak akan suka!” mataku membelalak tak percaya saat tangannya diulurkan padaku. “Aku yang menentukan apa aku akan menyukai onigiri ini atau tidak. Sini, berikan padaku.” kata Xu Qiang lagi.      Aku hendak memberikan sebuah onigiri padanya sebelum terhenti karena teringat akan sesuatu. “Ah, aku lupa kalau aku harus mencobanya dulu sebelum kau makan,” kataku yang langsung disambut dengan tawanya. “Tidak perlu.” senyumnya. Aku mengernyit heran padanya. “Makanan yang kau buat sudah pasti tidak ada racun 'kan? Kau tidak mungkin meracuni makananmu sendiri!” jelasnya. Aku langsung mengangguk-angguk mengerti dan mengulurkan onigiri tersebut.     Xu Qiang memakan keseluruhan onigiri itu dan mengunyahnya perlahan. Ekspresinya menunjukkan dia sedang menikmati rasa onigiri itu. Aku hanya menatapnya dengan ekspresi ragu.     “Berikan satu lagi padaku,” katanya setelah menghabiskan kunyahannya. Aku membelalak padanya dengan tak percaya. “Kenapa? Makanan ini gampang untuk dimakan. Aku suka.” jawabnya simpel. Aku memberikannya lagi dan langsung dilahapnya dengan semangat.     Suasana canggung di antara kami mulai berubah dan Xu Qiang telah mengambil piring onigiri-ku untuk memakan semuanya. Aku menyesal karena tidak membuat yang lebih banyak. Xu Qiang menjilat jari-jarinya dari sisa nasi yang masih lengket. Aku hanya bengong melihat si pangeran yang makan dengan rakusnya.     “Berikan punyamu,” katanya lagi sambil menatap pada sebuah onigiri yang sedang kupegang. Aku membelalak padanya dan langsung memasukkan onigiri itu ke mulutku sebelum ia memakannya. Aku masih lapar dan dia menghabiskan makananku! “Sayang sekali, punyaku sudah habis,” kataku dengan mulut penuh. Ia tertawa sesaat sebelum menggeleng. “Belum. Masih ada kok,” balasnya yang langsung membuatku mengernyit heran.      Xu Qiang meraih tanganku dan mulai menjilati jari-jariku dari sisa nasi yang melekat. Wajahku mulai terasa panas dan pipiku bersemu merah. “A... apa yang kau lakukan, Xu Qiang???” gagapku sambil berusaha menarik tanganku. Tapi, ia menahanku lebih kuat. “Hen... hentikan ! I... itu tanganku!” aku masih berusaha menariknya. “Aku tahu itu tanganmu. Tenang saja. Aku tidak berniat memakan tanganmu kok.” jawabnya enteng. Xu Qiang terus menjilati semua jemariku dengan rakus. Wajahku semakin merah padam dan terasa hampir terbakar. “Kau benar. Wajahmu akan terbakar kalau terus memerah seperti itu,” ia mendongak padaku sambil tersenyum. Bagaimana dia tahu kalau aku sedang berpikir seperti itu???      Xu Qiang melepaskan tanganku setelah menghabiskan semua nasi yang melekat di jari-jariku. Ia terkekeh sebelum meninggalkanku yang masih gelagapan. Nampaknya ia senang mengerjaiku. Dan kali ini aku membutuhkan waktu yang lebih lama untuk meredakan rasa maluku.                                                                                   ***       Aku kembali ke kamarku dan menghempaskan tubuhku ke kasur. Kututup mataku dengan punggung tangan dan aku kembali merenung. Tomoka pasti marah padaku bahkan mungkin membenciku. Aku telah membuat teman baruku menghilang sepertinya. Bagaimana caranya aku meminta maaf padanya ? Ada sedikit rasa gengsi untuk minta maaf dalam diriku. Tapi, aku tidak ingin dia marah padaku. Bagaimana ini???     Tanpa kusadari, aku terus merenung hingga tengah malam. Karena sedikit haus, aku keluar dari kamarku menuju dapur. Eh? Siapa di sana? Ada seseorang yang mengendap-endap di dapur pada jam segini. Aku berjalan pelan untuk mengintip siapa penyelinap itu. Saat kutegur, tiba-tiba yang berbalik adalah Tomoka yang terlonjak kaget. Begitu melihatnya, sebuah perasaan tidak enak menjalariku.     Nampaknya dia sedang membuat sesuatu. Dia sepertinya sadar aku belum tidur dari tadi. Aku harus mencari alasan! Mungkin bisa saja aku akan minta maaf padanya. Tapi, bagaimana sebaiknya?     Suasana canggung mulai terasa diantara kami. Aku benar-benar kesulitan memikirkan kata-kata untuk berbicara dengannya. Kulihat tangannya yang sedang mengepal nasi. Ah, itu bisa jadi bahan obrolan.     Aku pernah melihat onigiri di televisi. Kami jadi bisa berbicara seperti biasa. Aku penasaran dengan onigiri yang dibuatnya. Ketika aku memintanya, dia malah kaget sekali. Dia pasti heran kenapa seorang pangeran mau makan makanan sisa. Aku bukannya tidak bisa memakan makanan sisa. Tapi, tidak ada yang memberiku makanan sisa hingga aku jadi penasaran.                Aku mengunyah onigiri yang diberikan padaku. Rasanya tidak jelek kok. Tomoka ternyata bisa mengolah makanan sisa menjadi makanan instan yang mudah dimakan seperti ini. Mungkin karena aku lapar, aku jadi memakan habis semua onigiri yang dibuatnya. Tomoka sampai memakan onigirinya langsung karena takut kuminta. Hahaha...     Timbul ide iseng dari diriku. Aku suka sekali menjahilinya karena ingin melihat wajahnya bersemu merah yang manis sekali. Saat aku meraih tangannya dan menjilat sisa nasi di jari-jarinya, wajahnya langsung memerah. Haha ! Aku berhasil menganggunya. Dia tidak akan tahan wajahnya terus merah padam. Aku sampai gemas sekali melihatnya. Entah kenapa aku bisa membaca pikirannya yang merasa dirinya hampir terbakar. Hehehe...                                                                                         ***     Sean memberitahuku bahwa pangeran memperpanjang masa dinasnya di Jepang dan hal itu semakin membuatku membelalak. Selama seminggu kedatangannya, aku terus berpikir kapan dia pulang dan tidak ada tanda-tanda darinya bahwa ia berniat untuk pulang. Xu Qiang masih melakukan kunjungan-kunjungan ke rumah sakit dan beberapa perusahaan penting yang berurusan dengan negaranya. Aku menanyakan padanya berapa lama lagi dia akan tinggal di Jepang. Tapi, Sean masih belum bisa memberikan keputusan karena Xu Qiang mengatakan masih banyak yang harus dikerjakannya di Jepang dan dia terlihat agak sibuk belakangan ini. Aku hanya bisa menghela napas panjang karena masih harus menerima keisengan-keisengan yang dilakukan oleh si pangeran yang nampaknya sangat menikmati waktu untuk menggangguku.     Kami mengunjungi rumah sakit Akiyama lagi setelah kunjungan yang kesekian kalinya. Aku memakluminya yang rajin menanyai dokter-dokter mengenai metode terapi kanker mereka karena telah mengetahui alasannya. Aku masih sibuk berpikir tentang hal itu sebelum akhirnya aku menabrak punggungnya yang berjalan di depanku. “Aww... kenapa kau berhenti mendadak?” tanyaku sambil mengusap keningku. Xu Qiang hanya diam menatap sesuatu hingga membuatku heran. “Ada apa tuan?” Sean menghampirinya sebelum tangan Xu Qiang melambai tidak apa-apa.     Xu Qiang menarik lenganku secara tiba-tiba hingga mengagetkan semua orang termasuk dokter-dokter yang sedang berbicara dengannya sedari tadi.     “Ikut denganku,” katanya menarikku ke kursi tunggu yang dipenuhi oleh beberapa pasien. Aku hanya menatapnya bingung. “Tanyakan pada mereka gejala penyakit yang mereka alami.” perintahnya langsung. Aku menurutinya dan menjelaskan padanya setelah bertanya. “Bagaimana dengan rasa sakitnya? Pada bagian apa saja mereka merasakan sakit?” Xu Qiang memicingkan mata dengan seksama saat mendengarkan penjelasanku. Semua dokter menggeleng tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Si pangeran memusatkan perhatiannya pada pasien-pasien rumah sakit itu.     Setelah beberapa jam ia menanyai pasien-pasien itu. Xu Qiang duduk di salah satu kursi tunggu untuk beristirahat. “Tumben sekali kau menanyakan pasien-pasien itu? Padahal dari awal kunjungan, kau sama sekali tidak memperhatikan mereka.” tanyaku. Ia hanya tersenyum.     “Aku belajar untuk melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Dan dari dirimu lah aku jadi mengetahui sesuatu yang biasa itu kadang membawa hal yang luar biasa.” jawabnya tenang. Pipiku kembali memerah mendengarnya.            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD