33 - April - Their Feelings

1486 Words
Aku terbangun di sebuah tempat asing. Dimana aku? Kupandangi sekelilingku dan aku menyadari aku terbaring di salah satu kamar hotel lain. Apa yang terjadi setelah aku pingsan??? Aku terbatuk karena masih merasakan sisa asap di tenggorokanku. Aku ingat aku pergi ke ruangan itu dan mencari kalung. Aku juga ingat dengan kepulan asap hitam dan suara api yang berderik. “Kau sudah bangun?” sebuah suara mengagetkanku. Aku beranjak duduk dan melihat Xu Qiang duduk di samping tempat tidurku. “Xu Qiang...” aku masih merasa aku sedang bermimpi. Aku terus memandangi wajahnya dan mulai menyadari ada noda terbakar yang memerah di wajahnya. Aku mengernyit dan menyadari kembali beberapa helai rambutnya seperti terbakar. Aku langsung teringat pada sesuatu. “Ah, ya! Kalungmu! Aku menemukannya!” pekikku sambil mencari kalung itu di saku bajuku. Aku yakin sekali aku memegangnya dari tadi tapi kenapa aku tidak bisa menemukannya sekarang??? “Apa ini yang kau cari?” Xu Qiang memperlihatkan kalung itu di tangannya. “Itu dia! ….syukurlah kalung itu selamat!” aku langsung menghela napas lega. “Tidak ada kata syukur pada masalah ini! Kau sadar apa yang telah kau lakukan???” Xu Qiang membentakku keras sekali hingga aku terkejut. Suaranya bergema keras di dalam kamar itu. “Jika aku tidak menemukanmu lebih cepat, siapa yang tahu apa yang akan terjadi??!!” suaranya masih tetap meninggi. “Ma... maafkan aku...” kataku otomatis saat melihatnya marah besar seperti itu. “Kau... kau datang menyelamatkanku? Kumohon jangan melakukan hal yang berbahaya seperti itu. Tidak ada orang yang bisa menggantikan posisimu!” aku langsung mengerti bekas memerah di wajahnya dan bekas terbakar pada rambutnya. Aku langsung menyadari bahwa suara yang kudengar sebelum pingsan ternyata benar-benar suara Xu Qiang. Tiba-tiba, hatiku terasa sangat menyakitkan. “Memang benar tidak ada orang yang bisa menggantikan posisiku. Tapi, kau juga tidak bisa digantikan!” Xu Qiang memandangku serius sekali. Kekuatan tatapannya membuat jantungku berdebar keras sekali. “A... aku hanyalah seorang penerjemah. Masih banyak orang yang bisa menggantikanku...” balasku. “Waktu yang kita habiskan bersama dan kata-kata yang telah kau ucapkan padaku tidak datang dari orang lain. Apa kau pikir orang lain akan melakukan hal-hal seperti itu?” Xu Qiang meletakkan tangannya di kedua bahuku. Dia berbicara seperti itu seakan ingin menenangkanku. “Aku tidak melakukan apa-apa...” aku langsung menggeleng kuat. Xu Qiang terlihat sangat kesepian. “Saat kau berpikir kau tidak melakukan apa-apa untukku, kebiasaanmu yang sangat berbeda dengan kebiasaanku... apa kau tahu seberapa besarnya kau membahagiakanku?” katanya lembut dan ia mencengkeram bahuku erat. “Pada awalnya, aku memang berpikir bahwa kau hanyalah seorang penerjemah. Tapi, aku tidak berpikir seperti itu lagi sekarang. Kau adalah orang pertama yang memperlakukanku sebagai diriku sendiri bukan sebagai seorang pangeran. Ini adalah pertama kalinya aku begitu mempercayai seseorang melebihi siapapun. Bagaimana mungkin aku menganggapmu sebagai penerjemah biasa? Kenapa kau tidak menyadari hal itu???” dia tertawa pelan dan memelukku lembut. “Aku tidak ingin melihat siapapun yang kucintai meninggal di depanku lagi. Sampai aku mengatakan kebalikannya, kau kularang untuk meninggalkanku,” Xu Qiang membisikkan kata-kata itu ke telingaku dan memelukku lebih erat. Xu Qiang sering memelukku, tapi hari ini rasanya berbeda. Apa itu hanya perasaanku saja? “Kenapa kau mengatakan hal seperti itu?” tanyaku. Jantungku berdetak lebih keras dan aku merasakan suaraku sedikit bergetar. “Menurutmu kenapa aku langsung berlari menyelamatkanmu? Kenapa aku terus menunggumu di sini sampai kau siuman? Tidak peduli seberapa bodohnya dirimu, kau seharusnya mengerti hal itu,” Xu Qiang menatap wajahku. Tatapannya kembali membuat jantungku berdebar-debar. “Umm... err... dengan kata lain...?” tanyaku ragu. “Kupikir seharusnya kau mengerti bahasaku! Lalu, kenapa kau tidak mengerti apa yang baru kukatakan?” wajahnya terlihat sedikit kecewa. Tapi, kemudian ia tertawa. “Sudahlah. Dengan kata lain, ini...” dia tersenyum padaku dan menarikku mendekat ke arahnya. Xu Qiang mengecup bibirku dengan lembut. Aku langsung terkejut dan merasakan perasaan hangat menyebar di dalam diriku. Wajahku langsung berubah menjadi merah padam. Xu Qiang meletakkan keningnya di keningku dan tertawa kecil seperti malu melakukannya. “Kau tidak mendorongku waktu itu,” katanya lagi. Aku memandangnya bingung. “Kau mencintaiku, 'kan?” senyumnya. Kata-katanya langsung membuat wajahku terasa terbakar. “Kalau begitu, cium aku...” Wajahku semakin memerah dan aku tidak sanggup mengatakan apa-apa. “Aku mencintaimu karena itu aku menciummu seperti yang kau katakan dulu,” Xu Qiang tersenyum lebar dan menusuk lembut pipiku dengan jarinya. Tatapannya membuat hatiku diisi dengan perasaan cinta. Cium aku, katanya? Pernyataan cinta macam apa itu? Entah kenapa, air mata langsung merebak di bola mataku. “Status sosialmu sangat berbeda denganku...” suaraku tercekat. Ia memegang kedua pipiku dan mengarahkanku agar memandangnya. “Bukan itu masalahnya. Akui saja kalau kau mencintaiku. Kau tidak mungkin rela masuk ke dalam kobaran api seperti itu jika bukan karena mencintaiku 'kan?” matanya terus memandangku. “I... itu...” aku berusaha memalingkan wajahku dari tatapan matanya yang rasanya bisa menembus pikirannya. Tapi, tangan Xu Qiang lebih kuat menahan kepalaku agar tidak menoleh. Tatapannya benar-benar menjebakku. “Yang lain melindungiku... tapi, kau berusaha melindungi hal yang berharga untukku. Kau tidak peduli dengan apapun saat kau berusaha melindungi kalung itu. Saat melihat seseorang melakukan hal itu untukku, apa kau pikir aku masih bisa menyimpan perasaanku lebih lama?” katanya. Suaranya, kata-katanya, tatapannya, dan kehangatannya serasa meresap ke dalam hatiku. Perasaanku campur aduk sampai aku sendiri tidak bisa menjelaskannya. Setetes air mata mengalir ke pipiku. “Aku menginginkanmu dan kau juga menginginkanku, bukan?” tanyanya. Dengan rasa malu, gembira dan sedikit berdebar aku mengangguk pelan. “Aku mencintaimu...” kataku dengan suara kecil. “Ya, aku tahu,” dia tersenyum saat mendengar jawabanku. Ekspresinya terlihat sangat puas sekali dan ia memelukku lebih erat. Xu Qiang mengecup keningku lembut hingga membuat jantungku berdebar keras. Pikiranku mendadak kosong karenanya. “Dimana yang lain?” tanyaku saat memandang sekeliling. “Mereka di luar. Tenang saja, kau hanya perlu berkonsentrasi padaku,” si pangeran tertawa keras. Xu Qiang tidak melepaskan tatapannya dari mataku dan sinar mata hangat itu membuatku benar-benar hampir terbuai. Wajahku semakin memerah karena aku bisa mendengar dengan jelas suara detak jantung kami berdua yang cukup keras. Ia mengecup bibirku kembali dengan lembut dan hangat. Aku bisa merasakannya... perasaan Xu Qiang yang ingin ditumpahkan semuanya padaku. Ia memegang kedua pipiku dengan lembut tanpa melepaskan bibirnya dariku. Aku bahkan tidak sadar kapan Xu Qiang telah merayap naik ke ranjangku dan merapatkan tubuhnya padaku. Kecupan-kecupan itu terasa tidak nyata bagiku. Aku benar-benar tidak menyangka jika Xu Qiang juga mencintaiku. Saat ia melepaskan bibirnya dariku, aku kembali menatap matanya yang indah. Tanpa direncanakan sebelumnya, aku dan Xu Qiang sama-sama tersenyum dengan wajah yang merona. “Mulai sekarang, kau adalah kekasihku. Ingat itu,” ucap Xu Qiang pelan sehingga membuatku semakin sulit untuk mengendalikan kebahagiaanku. “Bagaimana dengan Sean? Jika dia tahu, dia tidak akan suka dengan hal ini sama sekali...” gumamku teringat pada asistennya yang sangat tegas itu. Xu Qiang mendengus tersenyum dan ia menegakkan tubuhnya sambil menatapku. “Dia sudah tahu dari awal kalau aku mencintaimu. Kalau tidak, bagaimana mungkin dia selalu melarangku bertemu denganmu?” kekehnya. Aku membesarkan bola mataku saat mendengar hal itu. Sean tahu??? Bagaimana bisa dia begitu peka terhadap hal ini??? Dia juga bahkan menembakku langsung dengan pernyataan jika aku menyukai Xu Qiang. Apa sikap kami terlalu kentara di depannya??? “Jangan khawatirkan masalah itu. Walaupun Sean tidak menyukaimu, tapi dia tidak akan berani lagi untuk menjauhkanmu dariku. Aku sudah memperingatinya,” lanjut Xu Qiang sehingga membuatku membelalak penasaran dengan apa yang terjadi. “Apa??? Apa yang kau katakan padanya?” tanyaku cepat. Xu Qiang memutar bola matanya dan mengedikkan bahunya. “Itu rahasia pembicaraan antar pria.” senyumnya misterius. Aku tercengang mendengarnya berkata demikian. Tapi, tetap saja sebenarnya aku masih penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Sean yang tegas bisa menurut pada Xu Qiang? Yah, sebenarnya bisa saja, karena mau bagaimanapun Sean adalah bawahannya Xu Qiang. Dia pasti harus mematuhi perintah si pangeran. “Kau tidak perlu memikirkannya lagi. Sudah kukatakan bukan kalau kau hanya perlu berkonsentrasi padaku saat ini?” Xu Qiang mengetuk kepalaku dengan jarinya sehingga membuatku tersadar dengan lamunanku tadi. Mendengarnya berkata seperti itu, tentu saja wajahku kembali memerah karena sekarang Xu Qiang memusatkan perhatiannya padaku. Lagi-lagi, ia mendekatkan dirinya padaku sehingga membuat jantungku berdegup kencang kembali. Apakah boleh aku terus berada di sampingnya seperti ini? Apa aku sudah tidak harus menyembunyikan perasaanku lagi? Jika ini adalah sebuah mimpi, aku sama sekali tidak ingin terbangun lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD