13 - February - Tears and Truth

1041 Words
    Dalam hatiku aku sangat senang dengan perubahan yang terjadi pada diri Xu Qiang. Ia menjadi lebih peduli walaupun sikap arogannya tetap ada. Tapi, mungkin itu ciri khasnya.     Semua dokter yang ada di sana berubah menjadi lebih menghormatinya sampai mengantarnya ke depan rumah sakit ketika kami akan pulang. Aku sampai tercengang karena tidak percaya dengan apa yang kulihat. Ponselku tiba-tiba berdering hingga aku langsung melihat siapa yang menghubungiku.     Nama Pak Fuji muncul di layar ponselku. Hatiku langsung berdegup kencang dan mulai berpikir ada apa beliau menghubungiku. Dengan cepat, aku langsung menjawabnya.     “Tomoka! Ada berita besar!” suara Pak Fuji mengagetkanku. Aku menanyakan berita apa itu.     “Ivonne Clutch bersedia bekerjasama dengan perusahaan kita!!!” girangnya.     “Apaaa???” suaraku besar sekali hingga semua orang menoleh padaku. Mataku berbinar-binar tidak percaya. “Aku akan mengirimkan penjelasan berikutnya lewat e-mail!” lanjut Pak Fuji sebelum menutup teleponnya.     Aku melompat kegirangan sebelum kaca jendela mobil membuka dan Xu Qiang memandangku. “Kau sedang apa??? Ayo, cepat masuk!” panggilnya. Aku mengangguk dan langsung masuk ke mobil sambil terus tersenyum.     “Ada apa? Ada yang membuatmu senang?” tanyanya saat mobil sudah melaju meninggalkan rumah sakit. Aku langsung mengangguk dengan antusias.     “Kau ingat dengan penulis favoritku yang pernah kuceritakan dulu? Dia bersedia bekerjasama dengan perusahaan kami! Aku akan menerjemahkan bukunya!!!” pekikku kegirangan. Xu Qiang menaikkan alisnya sebelah.     “Hanya itu yang membuatmu senang?” tanyanya. “Tentu saja! Kau tidak tahu bagaimana senangnya aku karena bisa menerjemahkan buku pengarang favoritku!” jawabku dengan antusias.     Xu Qiang tersenyum dan duduk sambil menyilangkan kedua kakinya dengan gaya angkuhnya seperti biasa.     “Tentu saja dia mau. Aku yang menyuruhnya.” kata-kata Xu Qiang langsung membekukan senyumku.     “Apa maksudmu?” kernyitku sambil memandangnya langsung.     “Aku tahu kau sangat ingin menerjemahkan buku itu. Jadi, aku meminta Sean untuk mencari tahu dan menghubungi Ivonne secara langsung. Dia langsung setuju untuk bekerjasama karena aku yang memintanya.” jelasnya dengan bangga.     Aku tidak tahu harus berkata apa. Darahku langsung membeku mendengarnya. Aku mengira bahwa Ivonne Clutch bersedia bekerja sama karena telah membaca e-mail dariku dan tersentuh karenanya. Tidak kusangka bahwa ia memberikan izinnya dengan dibayar oleh si pangeran! Akupun tidak menduga kalau Xu Qiang terlibat dalam pekerjaanku.      Xu Qiang nampaknya tidak menyadari bahwa pikiranku sedang kacau karena terdiam begitu lama. Ia malah melambaikan tangannya dengan tenang. “Kau tidak perlu berterima kasih padaku. Itu bukan hal yang besar.” tawanya. Aku langsung memandang tajam padanya. Seluruh darahku terasa menggelegak karena marah serta bercampur dengan sedih. Mataku mulai memerah karena aku hampir menangis kesal.     “........ kenapa kau harus ikut campur dalam pekerjaanku?” bibirku bergetar karena emosi. Xu Qiang memandangku dengan heran. Ia tidak menjawab apa-apa dan terus memperhatikanku.     “Kenapa kau harus menunjukkan betapa berkuasanya dirimu dengan terlibat dalam pekerjaanku??!” suaraku mulai meninggi hingga ia terkejut. “Kau sangat ingin menerjemahkannya, bukan? Aku hanya membantumu untuk mendapatkan izinnya,” Xu Qiang masih tidak mengerti dimana kesalahannya.     “Aku tidak ingin membeli surat izin dengan uang! Aku ingin dia memberi izinnya dengan rasa percaya bahwa aku menghargai karyanya dan bisa mengubah bukunya menjadi sebuah karya yang luar biasa!” kataku dengan keras. Xu Qiang telah menghina harga diriku kali ini. Aku benar-benar geram sekali sampai hampir menangis. Tapi, hal itu langsung kutahan karena aku tidak ingin menangis di depannya. Aku tidak mau merendahkan diriku di hadapannya.      Mobil yang kami naiki berhenti di lampu merah. Xu Qiang masih terdiam dan terlihat bingung memikirkan kesalahan yang telah dilakukannya. Aku tidak memandang ke arahnya sedikitpun.     “Aku turun di sini.” kataku sambil langsung membuka pintu mobil.     “Hey.......!!!” Xu Qiang melarangku untuk turun. Tapi, perintahnya kali ini tidak kugubris sama sekali.     Aku langsung berjalan tanpa arah tujuan sambil menjauhi mobil Xu Qiang. Lampu hijau telah menyala hingga ia tidak dapat mengejarku. Aku menengadah ke langit dan dapat merasakan bahwa aku terlalu kecil di dunia ini. Aku terlalu bodoh untuk mengharapkan seorang penulis terkenal akan tersentuh setelah membaca e-mailku. Memangnya siapa aku??? Tentu saja ia lebih memilih mendengarkan kata-kata putra Presiden yang lebih memiliki kekuasaan.     Mungkin banyak orang yang akan mengutukiku karena tidak bersyukur seorang pangeran mau membeli surat izin untuk mempermudah pekerjaanku. Tapi, aku sangat bersyukur jika ia tidak melakukannya dan membiarkanku bernegosiasi dengannya. Pikiranku rasanya hampir meledak karena emosi. Aku jadi tersadar bahwa e-mail ku sama sekali tidak menyentuh hati Ivonne Clutch. Beliau tidak membutuhkan keahlianku sama sekali.     Aku menghentikan langkahku dan terdiam sambil menarik napas panjang. Aku jadi semakin menyadari status sosialku yang tidak berarti apa-apa dan betapa kecewanya aku terhadap perbuatan Xu Qiang. Air mataku mulai menetes tanpa dapat kutahan lagi. Tidak peduli berapa banyak orang yang melihatku menangis di tepi jalan seperti itu.     Entah berapa lama aku menangis di sana sampai langit berubah menjadi senja. Ponselku berdering kembali. Aku merongoh saku rokku dan melihat nama yang tertera di layar ponsel. Aya? Aku mengerutkan kening sesaat dan berpikir kenapa ia meneleponku. Ah, aku mengerti. Aku telah bicara kasar pada seorang pangeran dan pastinya ia telah menghubungi kantorku untuk memecatku.     “Halo?” jawabku dengan pasrah.     “Tomoka! Tuan Fang Xu Qiang menghubungi kami untuk segera mencarimu. Apa yang terjadi???” suara Aya terdengar sangat terburu-buru. Aku tertegun mendengarnya.     “A... aku tidak dipecat?” gumamku langsung. “Apa maksudmu???” heran Aya.     Aku terdiam sejenak. Setelah apa yang kukatakan padanya, dia sama sekali tidak marah padaku??? aku benar-benar bingung dengan sikapnya.     “Tomoka? Kau masih mendengarku? Pokoknya kau harus segera kembali ke hotel atau aku akan meminta seluruh kota untuk mencarimu!” tegas Aya. Aku langsung terkejut mendengarnya. “Ah, baiklah. Aku akan segera kembali,” jawabku sebelum memutuskan pembicaraan kami.     Aku percaya jika Aya mengatakan hal itu atas perintah pangeran, pastilah semuanya dapat terjadi. Aku sama sekali tidak menganggap perkataan tersebut sebagai gurauan. Aku segera memanggil taksi dan kembali ke hotel.      Sean telah menungguku di depan hotel dengan raut wajah yang hampir meledak.     “Apa maksudmu dengan meninggalkan pekerjaanmu begitu saja dan melompat keluar dari mobil seperti itu??!” bentaknya yang langsung membuatku ciut.     “Ma... maaf...” hanya itu yang bisa kukatakan padanya.     “Kau seharusnya sadar dimana tempatmu!” kata-kata Sean langsung membekukan diriku. Aku termenung sesaat dan menyadari bahwa aku memang sudah sadar dimana tempatku dengan kejadian tadi.     “Ikut aku kembali.” Sean langsung berjalan cepat menuju kamar hotel mereka.             Xu Qiang duduk di sofa ruang tengah sambil melipat tangan di dadanya dengan ekspresi sangat tidak senang. Aku mulai merasa ketakutan menjalariku saat melihatnya.     “Tinggalkan kami berdua.” suaranya sangat tegas kali ini. Sean langsung keluar bersama semua pengawal. Hal ini membuatku lebih ketakutan dari sebelumnya.            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD