Jangan Gitulah, Dek!

1175 Words
Rio duduk di teras dengan sebuah mainan bola dalam genggamannya. Sejak para warga sibuk mengantar Lina yang tengah kesakitan ke rumah sakit, Rio akhirnya dititipkan pada salah satu warga terdekat untuk menjaganya. Beruntung salah satu warga yang bertugas menjaga Rio juga memiliki seorang anak kecil yang cantik dan seumuran Rio. Sehingga mereka pikir Rio akan bisa merasa lebih lega bermain dengan anak tersebut. Kini mereka berdua sama-sama duduk di atas lantai teras dengan beberapa mainan yang sudah diletakkan di depan mereka. Seorang wanita dewasa juga tidak lupa mengawasi keadaan untuk menjaga kedua balita itu tetap aman bermain bersama. Rio nampak tenang memerhatikan bola ringan yang ada dalam genggaman tangannya, sementara teman perempuannya itu tengah asik mengguncangkan mainan boneka dengan wajah yang tersenyum cerah. Di sisi lain, wanita dewasa yang menjaga mereka tengah menyibukkan diri dengan menjahit bagian baju sembari bersenandung dengan santai. Sudah beberapa waktu berlalu sejak Lina dibawa ke rumah sakit oleh para warga, dan Rio sama sekali tidak mendengar kabar apa pun mengenai kondisi wanita itu. Meski begitu, Rio tetap merasa ringan karena berpikir telah berhasil menyingkirkan rival hidupnya dalam mencuri perhatian Lina untuk seorang diri. Mata bulat anak itu menoleh ke arah wanita dewasa yang menjadi penjaga mereka. Merasa tengah diperhatikan, wanita itu balik menoleh ke arah Rio dan membuat pandangan mata mereka saling bertemu. Seketika Rio tersenyum cerah kepadanya, membuat wanita itu juga ikut tersenyum senang ke arah Rio yang terlihat tampan menggemaskan. “Oh astaga, kau lucu sekali, Nak. Apa kau sedang bersenang-senang?” Puji wanita itu yang merasa terhibur dengan senyuman cerah di wajah Rio. Tanpa menjawab, Rio kembali melanjutkan permainan bolanya dengan riang. Menunjukkan sisi polos Rio layaknya balita normal pada usianya untuk wanita tersebut yang semakin tertarik dengan tingkah lucu Rio. “Hah kau pasti merindukan ibumu -Lina saat ini. Anak seusiamu tiba-tiba harus melihat orang dewasa kesakitan dan melihat darah seperti itu, pasti akan menjadi takut dan khawatir. Kasihan sekali kau Nak. Lina juga. Walau mereka berusaha menyembunyikannya, tapi aku bisa melihat bagaimana keluarga Lina dan Dika sangat menginginkan seorang anak di dalam rumah tangga mereka. Tentu saja kehadiran seorang anak sangat penting untuk kelangsung hidup sebuah rumah tangga. Aku sangat senang ketika mendengar Lina akhirnya berhasil mengandung anak pertama mereka setelah melakukan penantian yang panjang. Tapi melihat kejadian seperti ini ...” Rio menoleh ke arah wanita tersebut dengan bibir kecil yang melongo lebar. Mata bulatnya melihat bagaimana ekspresi wajah wanita itu yang menunjukkan ekspresi wajah kasihan dengan kisah kehidupan rumah tangga Lina dan Dika. “Hahh ... Semoga ibu dan bayinya tidak kenapa-napa sekarang,” celoteh wanita itu mengakhiri ucapannya sembari melempar tatapan yang mengasihani Rio. Sementara Rio sendiri memilih tidak perduli dengan ucapan wanita dewasa itu. Dia memalingkan muka kembali dan lebih tertarik dengan bola dalam genggaman tangannya yang kemudian dimasukkan ke dalam lubang mainan, dan membuatnya menggelinding ke bawah dengan beberapa tiang kecil sebagai penghambat jalan bola tersebut. Dengan pandangan mata penuh antusias sekaligus penasaran, Rio memerhatikan tiap pergerakan bola yang menggelinding mencari jalan keluar hingga sampai ke bawah. Lalu Rio kembali menggelindingkan bola itu lagi, dan memerhatikan pergerakannya kembali. Tidak lama kemudian terdengar pergerakan dari wanita yang menjaga mereka mendekat, membuat Rio menoleh ke arahnya. Wanita itu berjongkok di sebelah Rio dan tersenyum lembut ke arah kedua balita itu. Diusapnya dengan sayang puncak kepala Rio sembari mengatakan sepatah kata. “Bibi ada cemilan untuk kalian berdua di dalam. Kalian tunggu di sini dulu ya, biar Bibi ambilkan untuk kalian.” Rio mendengarkan tiap ucapan wanita tersebut dengan patuh dan melihat wanita itu bangkit berdiri dan melangkah memasuki rumahnya. Meninggalkan Rio dengan teman mainnya yang baru. “Kyahhahaha!” Tawa renyah dari teman barunya yang manis itu terdengar dalam indera pendengaran Rio dan membuat anak itu menoleh ke arahnya. Mata bulat Rio melihat bagaimana anak balita itu nampak menikmati mainan bonekanya hingga membuat senyuman di wajahnya begitu lebar. Rio tertegun melihatnya. Dari senyuman lebar di wajah anak perempuan itu, mata Rio kini bergulir pada mainan yang ada dalam genggaman tangan balita itu. Rio terdiam di tempat memerhatikan boneka yang berbentuk seperti patung wanita dengan rambut blonde panjang berantakan menutupi bagian punggungnya. Melihat bagaimana anak itu nampak begitu senang dengan mainan patung tersebut, membuat Rio menjadi tertarik sekaligus penasaran. Apa bagusnya mainan itu hingga membuatnya tertawa lebar sedemikian rupa? Apa yang bisa dilakukan mainan itu hingga membuatnya terlihat menarik di mata anak perempuan itu? Rio bertanya-tanya dalam hati. Rio melihat mainannya sendiri. Sebuah bola digerakkannya kembali untuk melewati beberapa rintangan di jalannya hingga sampai ke bawah. Mainan bolanya bisa dijalankan dan dipermainkan seperti ini, tapi Rio berpikir dalam diam. Kenapa dirinya tidak bisa tertawa keras seperti anak perempuan itu yang hanya bermain dengan sebuah mainan patung tanpa bisa digerakkan seperti miliknya? Apa bagusnya mainan seperti itu? Rio menggerakkan bolanya kembali. Sekali, dua kali, Rio melakukan hal yang sama dan memerhatikan mainan bolanya yang menggelinding mengikuti arah yang ditujunya. Mainan ini menarik di mata Rio. Namun ketertarikan itu hanya di awal saja, karena setelah memainkannya beberapa kali, Rio sudah mulai merasa bosan. Terlebih ketika balita tampan itu melihat bagaimana riangnya anak perempuan itu bermain dengan mainannya sendiri, membuat mainan bola milik Rio semakin terlihat bukan apa-apa jika dibandingkan dengan mainan patung milik anak perempuan itu. Rio juga ingin tertawa senang seperti anak perempuan itu. Mungkinkah jika Rio bermain dengan mainan patung itu, dirinya akan bisa tertawa lebar seperti anak tersebut? Hati Rio mulai tergerak untuk mencobanya. Dengan santai Rio membuang mainan bolanya ke samping seolah dia sudah tidak membutuhkan mainan itu lagi. Kini mata bulat Rio tertuju pada mainan dalam genggaman tangan anak perempuan itu. Dengan melakukan gerakan merangkak Rio menghampiri teman mainnya itu, dan membuat anak perempuan itu menoleh ke arahnya setelah menyadari kehadiran Rio di depannya. Mata bulat anak perempuan itu menatap bingung ke arah Rio yang tiba-tiba mendekatinya. Sementara Rio sendiri lebih tertarik dengan mainan patung yang terlihat di depan matanya, tanpa perduli dengan teman perempuannya itu. Lalu dengan santai Rio mengambil mainan patung itu, membuat genggaman tangan anak perempuan itu menjadi kosong. “Uh?” gumam anak perempuan itu yang baru saja menyadari bahwa Rio telah mengambil mainannya. "Unghh!" Anak perempuan itu mencoba meraih mainannya kembali. Tentu saja Rio tidak akan membiarkan anak itu mengambilnya semudah itu. Rio langsung menjauhkan mainan patung itu dari tangan anak perempuan tersebut. Berkali-kali anak perempuan itu mencoba mencapai mainannya kembali, namun tetap saja tidak berhasil. Sementara Rio sendiri mulai memerhatikan mainan tersebut untuk mencari tahu apa yang membuat mainan tersebut menarik di mata teman perempuannya itu. Pergerakan yang dilakukan anak perempuan itu dalam usaha meraih mainannya kembali membuat Rio lama-lama merasa semakin terganggu. Rio menjadi tidak bisa memerhatikan boneka tersebut lebih jauh. Akhirnya Rio menjadi kesal dan tidak sabar. Rio langsung menoleh ke arah teman perempuannya itu dan tanpa segan mendorong tubuhnya dengan cukup keras, hingga membuat anak tersebut terjungkal ke belakang. Ekspresi wajah anak perempuan itu telah menunjukkan segalanya betapa terkejutnya anak itu atas sikap kasar Rio tersebut. Terlebih ketika mata bulatnya menangkap mata dingin Rio yang mengarah ke arahnya setelah dia berhasil mendorongnya menjauh. Membuat kedua mata anak perempuan itu langsung berkaca-kaca.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD