Rio mengalihkan pandang ke arah boneka patung dalam genggaman tangannya lagi. Tidak memedulikan bagaimana kondisi teman perempuannya itu yang sudah berkaca-kaca setelah mendapat sikap kasar darinya. Rio memilih memerhatikan dengan lekat mainan tersebut untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai apa menariknya boneka itu hingga membuat anak di sebelahnya tertawa bahagia.
Namun berapa kali pun Rio memerhatikan boneka tersebut, dirinya tetap tidak menemukan ketertarikan apa pun pada boneka tersebut. Bahkan Rio sampai melihat tiap detail bagian dari boneka tersebut yang mungkin saja bisa membuatnya tertawa walau sedikit pun.
Namun tetap saja Rio tidak menemukan apa pun yang menarik dari boneka tersebut. Usaha Rio dalam mencari sesuatu yang menarik pada mainan boneka itu hingga membuatnya membolak-balik tiap bagian sisinya dengan raut wajah yang begitu serius, membuat teman perempuannya yang tadinya berkaca-kaca siap untuk menumpahkan air mata menjadi bengong di tempat ketika melihatnya.
Anak itu tidak tahu apa yang tengah Rio lakukan pada mainan bonekanya hingga membuat dia terlihat begitu serius. Pada akhirnya anak itu menjadi lupa akan sikap kasar Rio kepadanya.
“Oh Sayang, apa yang sedang kalian berdua lakukan? Kenapa kalian terlihat begitu serius seperti itu hm?” celetuk wanita dewasa yang kembali datang dengan membawa sepiring makanan di tangannya. Wanita itu cukup terkejut ketika melihat cucu perempuannya hanya terdiam melongo memerhatikan Rio yang kini tengah bermain dengan mainan boneka miliknya.
Padahal yang sebenarnya terjadi adalah Rio telah dengan paksa mengambil mainan tersebut dari cucu perempuannya. Mendengar celetukan wanita itu yang berhasil mengejutkan kedua balita tersebut, membuat mereka berdua lalu menoleh ke arahnya.
Rio melihat wanita itu meletakkan sepiring makanan di atas meja, dengan harum yang langsung menggoda selera perutnya untuk datang mendekat. Seketika Rio melupakan boneka perempuan itu dengan membuangnya ke samping begitu saja. Kedua mata bulatnya lebih tertarik pada apa yang telah dibawa oleh wanita tersebut.
Senyum Rio langsung merekah lebar pada wanita tersebut dengan kedua mata yang berbinar senang. Jelas sekali anak itu sangat menginginkan makanan harum yang dibawa oleh wanita tersebut. Tidak jauh dari Rio, teman perempuannya juga menunjukkan keantusiasan yang tidak kalah besar dari Rio.
Kedua balita itu menunjukkan sorot mata yang berbinar senang layaknya seekor anak anjing yang menunggu makanannya datang. Melihat betapa menggemaskannya kedua balita itu, sontak membuat wanita tersebut tertawa lucu.
“Oh astaga, lihatlah betapa senangnya kalian berdua saat ini. Apa kalian sudah merasa tidak sabar untuk mencicipi makanan ini hm?” goda wanita itu dengan senang, dan membuat Rio beserta teman perempuannya semakin tidak sabar untuk bergerak merangkak mendekati wanita itu secara bersamaan. Tawa wanita itu semakin terdengar kencang ketika melihat betapa lucunya tingkah kedua balita itu.
“Mam ... mam ...” celoteh Rio mencoba meminta makanan untuknya dengan cara bicara yang masih belum selancar orang normal. Sementara teman perempuannya sudah mendekati kaki wanita tersebut dan menepuk-nepuk ringan untuk meminta atensinya.
“Baiklah baiklah. Kalian menginginkan snack ini bukan? Biar aku membaginya untuk kalian berdua,” ujar wanita itu dengan mantap. Diberikannya kedua balita itu masing-masing satu snack yang dibawanya tadi. Seketika kedua balita itu tersenyum lebar setelah mendapatkan snacknya. Keduanya menjadi tenang kembali dengan menyantap snack tersebut diawasi oleh wanita dewasa.
Waktu akhirnya berlalu kembali dengan tenang. Hari itu, pada akhirnya Lina tidak bisa menjemput Rio pulang ke rumah mereka karena wanita itu masih membutuhkan perawatan lebih lanjut di rumah sakit. Sehingga untuk beberapa hari ke depan Rio perlu dititipkan pada tetangga mereka, setidaknya sampai Lina atau pun Dika bisa kembali pulang.
Beruntung Lina memiliki tetangga yang baik dan bisa saling menjaga satu sama lain sehingga Lina tidak perlu khawatir terlalu berlebihan dalam menyerahkan Rio pada mereka. Rio sendiri juga menjadi anak yang patuh dan sangat pintar dalam menarik atensi banyak orang sehingga membuat mereka semua jatuh cinta dengan mudah kepada sikapnya yang menggemaskan.
Memang sejak kemunculan Rio di desa, banyak orang yang telah jatuh cinta pada wajah tampan nan menggemaskan yang sudah terpancar dalam diri Rio. Seiring bertumbuhnya anak itu, semakin dia memperlihatkan kepintarannya dalam menarik atensi semua orang untuk lebih menyukainya.
Dalam sekejab mata Rio seakan sudah menjadi primadona di desa tersebut. Semua orang tidak henti membicarakan betapa lucu dan pintarnya Rio sebagai seorang anak yang telah tumbuh sehat. Tentu saja hal itu menjadi kebanggan tersendiri bagi Lina dan Dika yang telah menjadi orang tua angkatnya. Mereka berdua tidak segan melimpahi Rio dengan kasih sayang layaknya kasih sayang orang tua pada anak kandungnya.
Tanpa terasa dua hari telah berlalu untuk Rio dititipkan pada satu tetangga mereka. Siang itu, di saat Rio tengah asik bermain dengan teman perempuannya seperti biasa di teras, Lina akhirnya datang untuk menjemput Rio pulang.
“Rio!” panggil Lina di sela langkah kakinya yang bergerak dengan kecepatan normal. Mendengar suara yang terdengar familiar pada indera pendengarannya, membuat Rio menoleh ke arah pemilik suara tersebut. Melihat kedatangan Lina yang menuju ke arahnya, sontak membuat Rio langsung tersenyum lebar.
“Mam ... ma,” ucap Rio seolah tengah menyambut kedatangan Lina dengan kedua tangan yang terulur ke depan. Melihat Rio yang nampak mengenali dirinya, membuat Lina juga ikut tersenyum lebar untuk Rio. Terlebih ketika melihat anak itu mengulurkan tangannya, sebuah tanda bahwa Rio meminta gendong.
Hal itu membuat Lina semakin mempercepat langkah kakinya menuju ke arah Rio. Meninggalkan salah satu warga yang selama beberapa hari ini telah membantu menjaganya, di belakang. Dengan senyum merekah, Lina langsung berlutut di teras dan mendekap tubuh kecil Rio dalam gendongannya.
Membuat Rio ikut tertawa senang karena telah bertemu kembali dengan wanita itu. Terlihat sekali bagaimana besarnya Rio merindukan wanita itu, begitu juga dengan Lina. Sejujurnya wanita itu cukup merasa bersalah karena telah menitipkan Rio pada orang lain selama masa penyembuhannya.
Rio merasa tidak tenang dan mencemaskan anak pertamanya itu, karena sejak dirinya bertemu dengan Rio, Lina tidak pernah meninggalkan Rio dalam waktu yang begitu lama. Dengan melihat bagaimana sehat dan senangnya anak itu saat ini, seketika membuat relung hati Lina merasa lega luar biasa. Dikecupinya kepala kecil Rio dengan penuh kasih sekaligus menyalurkan rasa rindunya pada balita pertamanya itu. Membuat Rio semakin terkikik geli karenanya.
"Oh Lina, kau telah datang? Bagaimana dengan kondisi tubuhmu?" celetuk wanita yang selama beberapa hari ini menjaga Rio. membuat atensi Lina kini beralih ke arahnya.