Angin sore berhembus dengan lembut. Semakin membuai balita kecil yang tampan tertidur dalam box bayinya. Lina tersenyum lembut ketika melihat balita tampannya itu masih tertidur pulas dalam tempatnya setelah berjam-jam wanita itu tinggal melakukan pekerjaan rumah.
Kini hari telah menjelang sore. Semua pekerjaannya telah selesai, dan Lina datang memeriksa Rio yang masih tertidur nyenyak sejak tadi tanpa menimbulkan masalah yang berarti. Melihat betapa pulasnya balita itu tertidur membuat Lina tidak tega untuk membangunkannya.
Namun tetap dirinya harus melakukan itu, karena sudah waktunya untuk Rio mengisi perutnya. Lina mengusap pipi chubby Rio yang terasa lembut dan kenyal dalam sentuhannya itu dengan penuh kasih. Membuat Rio yang mulai terganggu akan sentuhan Lina beralih menggeliat kecil yang semakin membuat anak itu terlihat menggemaskan di mata Lina.
“Hihihi, anak Mama lucu sekali sih,” gumam Lina dengan gemas semari menoel-noel pipi tembam milik Rio. Membuat kerutan di kening anak itu semakin terlihat jelas.
“Uhh,” keluh Rio dengan bibir kecilnya yang maju beberapa senti. Senyum Lina semakin melebar mendengar gerutuan anak kecilnya tersebut. Lina masih tidak menghentikanjemari tangannya yang asik mempermainkan pipi chubby Rio. Bahkan kini hidung, bibir, dan dagu manis balita tampan itu tidak luput dari sentuhan jemari Lina yang asik menggodanya.
“Hihihi, Rio Sayang, bangun yuk. Sudah waktunya kamu makan Sayang,” ujar Lina sembari terkekeh geli memperhatikan anak itu. Seakan mengerti, kelopak mata Rio mulai bergerak kecil dan membuka secara perlahan. Butir mata jelaganya yang hitam lekat bergulir ke arah Lina yang kini tersenyum lembut ke arahnya. Untuk sesaat balita lucu itu hanya terdiam di tempat menatap wajah Lina, mencoba mengumpulkan separuh nyawanya yang telah melayang entah ke mana.
“Huuaahh!”
Rio menguap dengan lebar kemudian sembari menggeliatkan tubuhnya dengan kedua tangan yang mengarah ke atas. Kedua matanya nampak sayu khas anak bangun tidur. Rio terlihat masih mengantuk dan lemas. Jelas itu adalah efek dari penggunaan kekuatan dengan tenaga besar tadi siang, bagi anak seusianya.
“Mam ... ma,” gumam Rio dengan manja. Anak itu mengarahkan kedua tangannya ke depan, bermaksud meminta pelukan dari Lina yang tentu saja langsung disambut hangat oleh wanita itu.
“Oh astaga, apa kau baru saja memanggilku Mama, Sayang? Kau menggemaskan sekali Rio, anakku sayang,” seru Lina dengan wajah gembira. Dikecupinya wajah tampan nan lucu Rio dengan penuh kasih sekaligus gemas, sembari mengangkat anak itu keluar dari boxnya dan menggendongnya dengan nyaman.
Rio yang masih lemas dan mengantuk hanya membiarkan saja Lina membawa tubuhnya dengan riang. Anak itu lebih memilih menyandarkan kepalanya di bahu Lina dengan nyaman. Merasakan aroma lembut yang menguar dari tubuh Lina dan membuatnya tenang.
Tidak ada tempat ternyaman yang lebih baik dari dekapan hangat seorang ibu, dan Rio yang mengetahui hal itu tentu tidak akan menyia-nyiakan tempat ternyaman itu. Rio secara perlahan menutup kembali kelopak matanya ketika merasakan usapan halus yang diberikan Lina pada punggung kecil anak itu. Tubuh kecilnya terasa bergerak dengan lembut mengikuti pergerakan langkah kaki Lina yang tengah membawanya pergi.
“Oh Sayang, apa kau tertidur lagi? Kau pasti lelah sekali bukan? Tapi kau harus mengisi perutmu dulu, Anak pintar,” ujar Lina yang menyadari Rio telah menutup kedua matanya kembali. Suara Lina berhasil membangunkan kembali Rio dari tidur pendeknya dan membuat anak itu menjadi kehilangan fokus untuk sejenak.
Sungguh Rio sangat mengantuk saat ini hingga dirinya merasa tidak sanggup untuk beraktifitas seaktif biasanya. Rio hanya ingin tidur kembali. Namun Lina tidak membiarkan Rio tidur dengan mudah. Lina terus saja mengganggu acara tidurnya hingga akhirnya memaksa anak itu untuk menahan diri dari kantuk.
Ternyata wanita itu membawanya ke ruang santai dengan posisi dekat jendela. Lina sengaja membiarkan jendela terbuka sehingga angin segar bisa masuk ke dalam rumah, sementara di atas meja, sudah tersedia semangkok makanan bayi untuk Rio yang telah disiapkan Lina sebelumnya.
Wanita itu meletakkan tubuh Rio duduk di pangkuannya. Lina menunggu beberapa saat untuk Rio menyelesaikan rasa kantuknya sebelum bersiap menyuapi anak itu. Rio terlihat melamun dalam pangkuannya karena rasa kantuk yang masih menyerang, hingga kemudian pandangan mata mereka saling bertemu tanpa sengaja.
Dan hal itu membuat Lina sekali lagi terkikik geli melihatnya, terlebih ketika Rio terlihat tersipu malu karena tatapan Lina tersebut. Anak pertamanya itu sangat menggemaskan. Membuat Lina beralih mencium kepalanya kembali dengan sayang.
“Oh, Rio, kenapa kau sangat menggemaskan sekali hm?” puji Lina dengan hangat. Membuat Rio akhirnya tersenyum lebar karena kecupan gemas yang Lina berikan itu.
“Apa kau sudah bangun sepenuhnya hm?” tanya Lina kemudian memastikan anak itu sudah menghilangkan rasa kantuknya. Rio menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Lina dengan senyuman manis di wajahnya.
“Baguslah. Kalau begitu waktunya kita makan,” balas Lina dengan riang yang lalu disambut tidak kalah riang juga oleh Rio. Bangun dari tidur membuat Rio merasa semakin lapar sehingga anak itu menjadi semangat ketika Lina mulai menyuapinya makanan.
Sore itu mereka habiskan waktu berdua dengan penuh canda dan kebersamaan yang hangat seperti biasanya. Walau tidak ada Dika yang menemani mereka, namun semua itu tidak membuat kesenangan mereka berkurang. Setelah selesai memandikan Rio, mereka akhirnya tidur bersama dengan nyaman hingga esok hari datang.
Hari berlanjut kembali seperti biasa. Kali ini diawali dengan aktifitas Lina memasak seadanya hanya untuk dirinya, dan tidak lupa membuat makanan bayi untuk Rio. Setelah memandikan anak itu dan menyiapkan kebutuhan Rio setelahnya, Lina mulai bersiap menyuapi balita tersebut. Lina membawa Rio di halaman rumah mereka untuk sekaligus mencari udara segar.
Jangan berpikir setelah perjuangan Rio dalam rencana ingin mencelakai bayi dalam kandungan Lina berakhir sampai di situ saja. Anak itu mulai kembali memikirkan cara lain untuk membuat rencananya berjalan dengan semestinya. Sembari menerima suapan dari Lina, diam-diam Rio mulai memikirkan rencana baru yang sekiranya akan berhasil dilakukannya. Begitu fokus Rio memikirkan rencana itu hingga detik kemudian balita tampan itu tanpa sengaja tersedak makanannya sendiri.
“Uhuk! Uhuk!”
Rio terbatuk keras dan memuntahkan sebagian makanan yang telah disuapkan oleh Lina. Kejadian itu langsung membuat Lina menjadi panik dan segera membantu Rio menenangkan dirinya kembali. Lina mengusap lembut punggung Rio beberapa kali, dan membantu anak itu meneguk minumannya dengan hati-hati.
Perhatian lembut dari Lina justru membuat Rio mendapatkan ide yang lain. Setelah selesai menenangkan diri dengan meminum minuman yang telah Lina berikan, Rio langsung menangis kencang di tempat, seolah anak itu masih merasa takut akan kejadian yang baru saja dialaminya.
Lina yang melihat itu tentu tidak tinggal diam. Wanita itu berusaha menenangkan Rio dengan penuh kesabaran. Namun Rio tidak kunjung tenang. Justru anak itu semakin menangis histeris di depan Lina. Membuat wanita itu menjadi bingung sendiri. Lina berpikir bahwa Rio merasa kesal kepadanya karena telah membuatnya tersedak seperti itu.
Tentu saja Lina harus memikirkan perasaan Rio yang masihlah seorang anak kecil dengan kebutuhan kasih sayang penuh dari orang tuanya. Akhirnya Lina memilih untuk meraih tubuh Rio dan menggendongnya untuk menenangkan anak itu.
Sesuai yang diinginkan Rio. Kesempatan itu digunakan Rio untuk mencelakai kandungan Lina dengan menendang dan memukulkan kedua kaki dan tangannya seolah dia tengah melempar tantrum layaknya anak kecil. Hingga pada akhirnya tendangan kaki Rio berhasil mengenai perut buncit Lina dengan cukup keras.
“Astaga!” pekik Lina yang juga cukup terkejut dengan tendangan itu. Seketika Lina mengaduh kesakitan. Bagai sebuah bola yang dilempar dengan begitu kuat ke arah perutnya yang buncit, Lina sampai merosot jatuh di tempat menahan sakit yang mendera perut buncitnya.
Keringat dingin sudah mulai membasahi keningnya. Walau begitu, dalam kesakitannya, Lina masih memikirkan Rio yang berada dalam gendongannya. Wanita itu dengan hati-hati meletakkan Rio di atas tanah sebelum dirinya kehilangan tenaga untuk menjaganya.
Melihat Lina yang kesakitan di depan matanya, membuat Rio diam-diam merasa puas. Rio merasa rencananya telah berhasil kali ini. Tidak ada siapa pun yang membantu Lina karena Dika masih berada di luar kota. Namun beruntung bagi Lina karena ternyata ada warga yang segera datang menolongnya. Membuat Rio merasa kesal kembali melihatnya.
Warga itu telah mendengar suara tangisan Rio yang kencang hingga membuatnya penasaran dengan apa yang terjadi dan berakhir mengintip keadaan. Kejadian di mana dirinya melihat Lina berakhir merosot jatuh dan kesakitan saat ini membuat warga itu menjadi ikut panik. Dengan cepat warga tersebut mencari pertolongan pada warga lain untuk membantu Lina yang kini telah mengeluarkan darah segar dari sela kakinya.
“Uh hiks tolong selamatkan anakku lebih dulu, Tuan, Nyonya,” pinta Lina di sela rasa sakit yang mendera perutnya. Lina sangat takut terjadi sesuatu dengan kandungannya. Terlebih ketika dirinya sempat melihat darah segar yang merembes keluar dari sela kakinya sendiri.
Dalam hati Lina langsung teringat akan wajah Dika. Ada rasa sesal dalam hati ketika dirinya mengingat telah menyuruh pria itu melanjutkan tugasnya. Kini Lina sangat berharap bahwa pria itu ada di sampingnya saat ini untuk menguatkan dan menjaganya jika terjadi sesuatu yang buruk pada anak mereka.
Kejadian itu terasa begitu cepat dan dalam sekejab para warga sudah berbondong-bondong datang untuk membantu Lina. Sementara Rio sendiri hanya bisa pasrah membiarkan semua orang itu sibuk mengatur semuanya. Seorang warga dengan sigap menjaga Rio untuk sementara waktu, sementara warga lain membantu membawa Lina ke rumah sakit terdekat untuk pengobatan lebih lanjut.