Keributan di meja makan tercipta karena adanya dua anak manusia berseragam sekolah lengkap. Mereka terus meributkan tentang selai dan roti tawar.
"Gue mau selai kacang, Kirei." teriak Kenny tepat di dekat Kirei.
"Bikin saja sendiri, lo punya tangan." tolak Kirei sambil menikmati roti tawar dan s**u putihnya.
"Gue enggak bisa."
"Ya elah... Cuma mengoleskan selai saja enggak bisa." gerutu Kirei kesal.
"Rei, gue lapar." rengek Kenny lagi.
Dari semalam kedua orang tua mereka pergi ke luar kota untuk bisnis. Jadilah pagi ini hanya ada roti tawar dan s**u putih di meja makan.
"Bodo, yang penting gue kenyang." Kirei masih saja menikmati roti tawar yang tinggal setengah.
"Gue enggak bisa kalau enggak sarapan, Rei."
Kirei seolah-olah tuli saat Kenny terus saja merengek minta dibuatkan roti tawar selai kacang.
"Dasar istri durhaka." dengus Kenny kesal lalu meminum s**u putihnya.
Kirei masih saja diam. Dirinya benar-benar menulikan telinganya, tak ingin mendengar umpatan-umpatan dari Kenny.
"Menyesal gue nikah sama lo!" teriak Kenny kencang.
"Berisik banget sih lo jadi orang." gerutu Kirei menatap Kenny kesal.
Kenny tak menghiraukan Kirei, dirinya berlalu dan pergi ke sekolah sendirian tanpa Kirei. Rasa kesalnya sudah menjalar ke mana-mana.
"Lah? Gue ditinggal sama Kenny?" gadis itu baru sadar ternyata Kenny meninggalkannya.
"Awas saja itu orang kalau ketemu, enggak akan gue kasih ampun. Awas nanti malam enggak gue kasih kasur." gerutu Kirei berapi-api, tangannya meraih gelas s**u lalu meminumnya sampai habis.
"Ah... Naik umum." desah Kirei sambil menenteng tasnya keluar rumah. Tak lupa Kirei mengunci pintu utama dan gerbang rumahnya.
Kirei berjalan menyusuri gang rumahnya untuk sampai gang besar. Kirei berniat naik taksi menuju ke sekolah. Kirei bukan tipe gadis pemilih, tapi di saat seperti ini dirinya tidak mau naik angkutan umum yang lama sampainya.
Tin! Tin! Tin!
"Rei, lo kok jalan sih?"
Kirei menengokkan kepalanya ke arah lelaki bermotor yang berhenti di dekatnya.
"Rangga." kaget Kirei melihat Rangga ada di sana.
"Iya gue, kok lo jalan sih?" tanya Rangga lagi mengulangi pertanyaannya.
"Iya, sopir gue lagi enggak ada di rumah. Jadi ya terpaksa gue harus jalan." Kirei mengedikkan bahunya acuh.
"Bareng gue saja, lagian kan kita searah." tawar Rangga berbaik hati.
"Enggak usah, takut merepotkan." tolak Kirei secara halus.
"Dari pada lo kesiangan, mending bareng gue." Rangga masih berusaha membujuk.
"Tap..."
"Sudah, enggak apa-apa. Ikut gue saja." Rangga menyodorkan helm miliknya yang selalu dia bawa ke mana-mana.
"Beneran ini?"
"Benar Rei. Ayo naik."
Kirei memakai helm milik Rangga lalu naik ke motor dan berpegangan pada motor.
"Sudah?"
"Iya sudah."
"Ya sudah turun." canda Rangga sambil terkekeh.
"Kok turun sih?"
"Katanya sudah."
"Ih... Rangga, ngerjain saja." Kirei memukul bahu Rangga pelan.
"Hehehe... Canda, ya sudah sekarang kita berangkat." Rangga kembali tancap gas menuju sekolahan mereka.
***
Kenny turun dari mobilnya bertepatan dengan mobil Nathan yang terparkir di sebelah mobilnya. Kenny melihat ada Vanilla dan Aletta yang ikut turun dari mobil Nathan.
"Kalian bertiga?" tanya Kenny menatap ke arah Nathan yang sudah menggenggam tangan Vanilla.
"Iya, dari pada bawa motor tapi sendirian." sahut Nathan.
"Vanilla kan bisa lo bonceng."
"Aletta di mana?" sahut Vanilla menatap Aletta yang berdiri di sampingnya.
"Oh... Gue mengerti, Nathan bawa mobil karena Vanilla maunya berangkat sama Aletta kan?" tebak Kenny menyeringai.
"Betul sekali." Vanilla membetulkan tebakan Kenny.
"Padahal gue sudah bilang, gue bisa berangkat sendiri." Aletta ikut angkat bicara.
"Ya tapi kan gue enggak tega membiarkan sahabat gue berangkat sendiri." Vanilla menatap melas ke arah semuanya.
"Sahabat yang baik." Nathan mengusap-usap kepala Vanilla merasa bangga.
"Lagi pula, gue juga enggak merasa keberatan kok kalau berangkat bertiga." lanjut Nathan membuat Vanilla tersenyum semringah.
"Ya sudah, kelas yuk." ajak Kenny berjalan mendahului lalu diikuti oleh Nathan, Vanilla dan Aletta.
"Kantin saja yuk, lapar gue." ajak Nathan membuat semuanya mengangguk kecuali Kenny, tapi tetap mengikuti mereka menuju kantin.
***
"Rumah lo di sebelah mananya, Rei?" Rangga sengaja mengencangkan suaranya supaya terdengar oleh Kirei yang duduk di belakang.
"Memangnya kenapa?" suara Kirei tak kalah kencangnya.
"Ya kali saja kapan-kapan gue main ke rumah lo."
"Mau ngapain?"
"Main kek atau belajar kelompok kek."
"Oh... Rumah gue yang warna merah, baru saja kemarin ganti warna cat."
"Boleh kan kalau kapan-kapan gue ke rumah lo minta diajari tentang pelajaran?"
Kirei terdiam akan pertanyaan Rangga, dirinya takut salah ucap. Bisa terbongkar semua rahasianya kalau sampai salah bertindak atau salah berucap.
"Mending pas di sekolah saja. Soalnya kalau di rumah enggak ada siapa-siapa, takut ada fitnah nantinya." tolak Kirei halus sembari berusaha mengeluarkan senyum dan tawanya.
"Oh begitu, ya sudah di sekolah. Nanti kalau gue enggak bisa ajarkan ya." pinta Rangga.
"Aletta kan pintar, Ga. Kenapa enggak minta diajari sama Aletta saja? Lagian kan kalian sebangku."
"Enggak enak mau minta bantuan sama Aletta."
Kirei hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja. Rangga melihat wajah Kirei yang manggut-manggut dari spion motornya. Motor Rangga masuk ke area parkir sekolah. Akhirnya mereka sampai di sekolah dengan selamat. Kirei sudah turun dari motor Rangga lalu melepaskan helm milik Rangga.
"Makasih ya tumpangannya." ujar Kirei manis sambil tersenyum ramah.
"Your welcome, Rei."
"Gue langsung ke kelas ya."
"Bareng saja ke kelasnya." Rangga menyamakan langkah Kirei yang sudah lumayan jauh.
"Enggak akan ada gosip?"
"Enggak akanlah." kekeh Rangga.
Mereka berdua berjalan beriringan menuju kelas mereka yang memang berada pada satu kelas. Banyak sekali pasang mata yang memandang mereka berdua.
***
"Lo enggak makan, Ken?"
Kenny menggeleng sambil mengaduk-aduk fanta yang dicampur menggunakan es batu di dalam gelas besar.
"Tumben, biasanya lo enggak pernah absen buat sarapan. Kata lo sarapan itu penting."
"Gue lagi enggak nafsu." jawab Kenny singkat sambil menyeruput fantanya lagi.
Nathan hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja saat mendapat jawaban dari Kenny.
"Sudah yuk ah, balik ke kelas. Bentar lagi bel masuk." ajak Vanilla mulai heboh.
"Bentar, kasihan itu Nathan. Masih satu suap lagi nasi gorengnya." cegah Aletta melihat Nathan masih berusaha menghabiskan nasi goreng miliknya. Di antara mereka memang hanya Nathan dan Aletta yang melaksanakan ritual sarapan.
"Nah sudah, yuk." ajak Nathan setelah selesai mengelap bibirnya menggunakan tisue.
"Yuk ah." Vanilla berjalan lebih dulu lalu disusul Aletta di sampingnya. Nathan dan Kenny mereka berjalan beriringan.
"Eh, mengadakan belajar kelompok yuk. Beberapa bulan lagi kan kenaikan kelas." ajak Nathan membuat ketiga orang itu tertarik.
"Boleh itu, atur saja nanti di mana dan kapan." sahut Vanilla antusias.
"Ajak Kirei, Gama sama Rangga juga. Pasti nanti seru." Nathan menjadi semangat mengingat dirinya sebentar lagi akan merasakan bangku kelas dua belas. Kelas akhir di sekolah menengah atas.
"Boleh itu, seru pastinya. Bagaimana? Kalian berdua setuju kan?" Vanilla menatap Aletta dan Kenny secara bergantian.
"Gue sih oke oke saja." Kenny mengedikkan bahunya acuh.
"Lo, Let?" tanya Vanilla meminta kepastian.
"Lihat nanti saja ya." Aletta tersenyum kikuk pada Vanilla.
Vanilla hanya mendesah mendengar jawaban Aletta. Sudah bisa dipastikan kalau Aletta tidak akan bisa. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Ya sudah, kalau bisa kasih tahu ya." Vanilla hanya mengusap-usap bahu Aletta sambil tersenyum tulus. Gadis berdagu tirus itu membalasnya dengan senyuman pula.
***
Next...