part 8

1146 Words
Seminggu kemudian, Terlihat Aska yang berjalan di bandara dengan penampilan super kerennya, setelan kaos putih polos yang di balut jaket denim serta celana jeans warna senada, senekers keluaran brand termahal. Juga kacamata yang bertengger di batang hidungnya. Membuat beberapa pasang mata monoleh ke arahnya. Apa lagi saat ia mengibaskan poni depan rambutnya yang lurus. Seorang wanita berpenampilan elegan dengan wajah dingin berjalan di sampingnya. Serta dua orang bodyguard berbadan tegap berjalan di belakangnya. Membuat kesan kalau Aska bukanlah orang sembarangan. Dia adalah anak salah satu konglomerat di negri ini. "Tuan muda Adam menjemput anda, tuan." Ujar Nindi. "Anda bisa menemuinya terlebih dahulu, saya akan menunggu koper tuan." "Udahlah, enggak usah repot-repot, biar pak Sam, sama Pak Bas(kedua bodyguard yang turut bersama Aska) aja yang nunggu koper gue, Lo ikut gue aja nemuin Adam." Sahut Aska santai. Nindi hanya mengangguk tanda setuju. Aska melepas kacamatanya dan meletakkannya di leher kaosnya. Kemudian segera bergegas menuju pintu keluar VIP di dampingi oleh Nindi. Tidak terlalu banyak orang di pintu VIP, sehingga mudah untuk Aska menemukan keberadaan Adam. (Adam) Cowok tinggi, putih, imut dan mengenakan kopyah di kepalanya melambai tinggi-tinggi pada Aska. Aska mempercepat langkahnya menghampiri Adam dan keduanya pun berpelukan. "Apa kabar, brother?" Sapa Aska setelah melepaskan pelukan. "Alhamndulillah baik, kak. Kakak sendiri gimana kabarnya? Oya aku kuliah disini punya banyak temen loh." Adam terkekeh kecil. "Sama, baik juga. Gue kesini punya misi." Aska berbisik di dekat telinga Adam agar tidak di dengar oleh Nindi. Mata Aska sedikit melirik ke arah Nindi untuk memastikan gadis itu tidak mendengar ucapannya pada Adam. Adam mengeriyitkan dahinya bingung. "Misi apa, kak?" "Ssstt... Ada deh!" Aska mengerling kan sebelah matanya pada Adam. "Oh... Iya, dam, mana mobilnya?" Mengalihkan pembicaraan. Adam menunjuk mobil yang tak jauh dari pintu keluar VIP. "Kalo gitu, ayo." Aska merangkul adiknya dan hendak ingin segera menuju mobil. Namun Adam menahannya. "Eh... Kak, kak... bentar-bentar. Kak Aska kan barengan sama kak Nindi. Masa' kak Nindi di kacangin sih dari tadi, harusnya biarin kak Nindi jalan duluan, dia kan wanita." Jelasnya lembut. Nindi tersipu dan mengangguk pada Adam tanda hormat. Adam turut mengangguk dan tersenyum. Sedangkan Aska memutar bola mata malas. "Dia emang wanita, tapi sama anehnya kayak Saskia. Sok kuat gitu, kayak cowok." Segah Aska. Adam langsung menyikut pundak kakaknya yang suka bicara ceplas-ceplos itu. "Enggak boleh gitu, kak. Namanya kaum wanita itu layak di perlakukan dengan sopan. Karena sebenarnya hati mereka itu lembut. Dan akan rapuh bila menemui perlakuan kasar dari lawan jenisnya." Aska sekali lagi memutar bola malas. "Tapi kayaknya pengecualian ya, buat Saskia. Dia mah cowok." Sergah Aska lagi. Adam hanya bisa terkekeh dan menggeleng melihat tingkah Aska. Adam beralih menatap Nindi lagi. "Silahkan, kak Nindi jalan duluan." Ujarnya sopan. Nindi terlihat kikuk. "Tuan muda saja duluan, tidak apa-apa. Saya nunggu pak Sam sama pak Bas saja dulu. Biar kami naik taksi saja nanti." Aska berbisik lagi di telinga Adam. "Bener kan apa kata gue. Dia juga sama anehnya sama kayak Saskia. Masa kita di panggil tuan muda. Banyakan nonton drakor kayaknya tuh anak." Lanjutnya sembari menahan tawa. Adam langsung menaruh telunjuk di mulutnya sendiri, meminta kakaknya untuk diam. Tak lama terlihat pak Sam dan Pak Bas yang terlihat sibuk menggeret koper datang mendekat. "Nah... Mereka udah Dateng semua. Gimana kalo kita bareng aja." Ujarnya lagi ramah. "Yaudah... Yaudah, ayo buruan, gue udah laper dan pingin istirahat nih." Aska mulai tak sabaran dan nyelonong sendiri masuk ke dalam mobil. Adam lagi-lagi hanya menggeleng melihat tingkah Aska. Nindi terlihat ingin membantu Pak Sam, dan Pak Bas membawakan koper. Tapi keburu di cegah oleh Adam. "Eh... Enggak, enggak. Ini berat, biar Adam aja yang bantu bawa. Kak Nindi langsung ke mobil aja." "Tapi, Tuan..." Merasa tidak enak. "Udah... Engga apa-apa." Tersenyum meyakinkan. Nindi mengangguk dan menurut, berjalan duluan menuju mobil meski ragu. Sesekali menoleh ke arah Adam. "Sini, pak. Biar Adam bantu." Ujar Adam pada kedua body guard yang mengawal Aska. Adam juga tampak turut memasukan kopernya ke dalam bagasi mobil. Adam melanjutkan kuliah di Jogja. Untuk itu dia tinggal di Jogja. Aska sudah tampak memasuki rumah yang tak terlalu besar. "Huah... Akhirnya nyampe juga." Menghela nafas lega sembari membanting dirinya di sofa. Sedangkan yang lain baru saja masuk ke dalam rumah dengan segala barang bawaan. "Kamar kak Aska sudah siap, mau langsung ke kamar?" Ujar Adam yang berjalan melewatinya sambil menenteng koper milik Aska. "Iya, deh, capek banget gue." Langsung berdiri lagi dari sofa. Adam mengajak Aska naik ke lantai dua dan menunjukkan sebuah kamar untuk kakaknya itu. "Ini kamar untuk kak, Aska." Ujarnya setelah membuka pintu kamar tersebut . Aska turut masuk dan langsung mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Kamarnya tampak rapih meski tak sebesar kamarnya yang ada di Jakarta. "Lo yang beresin ini semua, dam." Sambil langsung melompat ke atas tempat tidur. Adam tersenyum sembari meletakkan koper milik kakaknya di dekat lemari. "Bukan, sih. Tapi pak Anwar sama istrinya yang bantu-bantu Adam disini." Aska mengangguk. "Lo gimana kuliahnya?" "Alhamndulillah Adam udah selesai skripisi. Tinggal nunggu sidang aja." "Widih keren... Keren. Terus rencana Lo apa setelah lulus kuliah? Mau kerja juga di kantor papah bareng Saskia? Atau mau lanjut S2?" Aska bertanya antusias. Adam turut tiduran di samping kakaknya di atas ranjang. "Adam pingin punya usaha sendiri kak, dan..." Menjeda kalimatnya dan tiba-tiba pipinya memerah. "Loh... Kok, Lo jadi malu-malu gitu, ah... Gue tahu, pasti masalah cewek nih." Selidiknya. Adam tersipu. "Iya... Kak, Adam pingin ngajuin ta'aruf sama seseorang." "Cie... Cie... Ta'aruf itu pacaran yang versi islami itu ya? Kenalin dong sama siapa?" Celetuk Aska. Adam : "Hustt... Sembarangan, ya beda lah kak, ta'aruf sama pacaran." Aska terkekeh. "Ya... Tau... Tau, beda. Becanda aja kok. Ya... Terus-terus sama siapa dong?" Penasaran. "Adam baru mau ngajuin CV nya ke orang nya. Do'a in Adam ya kak." "Lo belum ngenalin ke keluarga tapi udah melangkah sejauh ini. Seenggaknya kenalin dulu ke gue gitu. Biar gue bisa nilai orangnya kayak gimana." "Ya... Gimana mau ngenalin. Orang Adam aja belum pernah langsung ngobrol sama orangnya. Yang pasti orangnya lebih tua dari Adam." Aska tampak terkejut. "Hah... Lo belum pernah ngobrol sama sekali sama tuh cowok? Eh... Sorry maksud gue sama tuh cewek?" Adam menggeleng. "Terus,dia juga lebih tua dari Lo?" Adam mengangguk. Mata Aska pun tampak berpikir. "Udah ah, males mikir, yang pasti gue yakin Lo enggak bakal milih cewek sembarangan." Menepuk bahu adiknya sembari tersenyum. "Pasti dong, kak." Turut tersenyum. Aska beranjak dari tidurnya dan berjalan ke arah jendela kaca, kemudian menyibak tirainya lebar-lebar. Dari jendela itu Aska bisa melihat sebuah rumah yang ada di sampingnya yang terpisah jalanan selebar 2 meter. Rumah di seberang memiliki jendela yang sama seperti kamarnya. "Pemandangan disini bagus juga Yach, adem." Ujar Aska masih menatapi bangunan di hadapannya. "Rumah di samping itu. Ada penghuninya enggak?" Tanyanya tiba-tiba. "Ada kok." Aska mengangguk-angguk. "Gue laper, ada makanan enggak?" "Yaudah ke bawah yuk, istri pak Anwar udah masak banyak tadi." "Oke..." Mereka pun terlihat keluar kamar beriringan. Bersambung

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD