When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Nadia menarik kakak madunya masuk ke kamar, ia meminta ijin pada semua yang ada untuk memberikan waktu untuk berbicara dengan Umi empat mata. Semuanya menyanggupi kecuali Arani. “Jangan buat Nadia berubah pikiran, Umi. Jangan kamu racuni pula pikirannya dengan yang tidak-tidak,” ujar Arani menatap tajam pada Umi. Umi hanya tersenyum menanggapi, lalu mengikuti Nadia ke kamarnya hingga pintu kamar itu akhirnya ditutup. Gadis itu mulai terisak-isak. Umi yang terkejut langsung menarik Umi kepelukannya, “Menangislah jika kamu butuh itu, Nad. Mbak temani,” ucap Umi memberikan pelukan hangat. Beberapa menit kemudian Nadia melepaskan kegundahan hatinya dengan tangisan, hingga menit kemudian perlahan suara tangis itu menghilang. Nadia mengurai pelukan dan terlihat kekacauan yang memperlihatka