When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Umi berjalan perlahan di lorong rumah sakit yang gelap. Perasaan takut mulai muncul karena suasana mulai sepi. Namun, ia harus pulang. Tubuh yang lelah dan perut yang lapar membuatnya harus bisa sampai ke rumah secepatnya. Jadi, sebisa mungkin perasaan takut itu harus ia enyahkan walau perasaan takut terus muncul. Ia tidak lagi terlalu berharap pada Gibran, yang biasanya selalu mengantar dan bersikap baik padanya dan ekstra perhatian, kini sudah berbeda. Sejak perjodohan itu, sejak akan ada wanita lain di rumah, Gibran berkata tidak akan berubah, tapi kenyataannya berbeda. Belum juga Nadia masuk ke rumah, sikapnya ke Umi mulai berbeda. Pelukan Gibran tidak sehangat dulu, ia yang tidak pernah membentak apalagi untuk main tangan langsung berubah drastis. Kini yang inginkan hanya menjadi