When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
“Mohon maaf, Pak. Sepertinya Ibu harus dirawat di sini. Mengingat kondisi ibu Arani yang semakin lemah di usia yang tidak lagi muda. Dengan berat hati saya sampaikan kalau Bu Arani terkena gejala stroke ringan pada sebelah tubuh beliau yang kanan,” ucap sang dokter setelah selesai menindak lanjuti pemeriksaan Arani. Wanita paruh baya itu, tiba-tiba terbaring di lantai saat perdebatan di rumah semakin memuncak. Emosi yang terlalu tinggi, dan sering marah pada Umi bahkan setiap hari membuatnya harus dinyatakan sakit stroke untuk tubuhnya sebelah kanan. Gibran terdiam atas penjelasan dokter yang menjelaskan perihal kesehatan ibunya. “Apa bisa sembuh, dokter?” tanya Gibran hati-hati. Jauh di dalam hati ia berharap ini tidak terjadi. Sedikit banyak, ia punya andil membuat ibunya seperti i