When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Perubahan sikap Gibran semakin hari semakin membuat Umi tersakiti. Janji yang ia ucapkan benar-benar hanya tinggal janji. Bahkan setelah ia menyinggung masalah pembagian waktu untuknya dan Nadia, ia juga wanita yang butuh diperhatikan dan dicintai. Namun, selalu saja salah di mata Gibran dan ibu mertuanya. Gibran malah mengelak dan bahkan mengejar Nadia karena takut gadis itu tersakiti. Padahal, harusnya yang tersakiti adalah Umi karena memang sejak awal ia harus berbagi. Bukan hanya suami, tapi juga hati dan naluri. Berkali-kali ingin menyerah, berkali-kali juga akhirnya Ia harus pasrah. Tidak ada yang abadi, tidak juga kebahagian juga kesakitan dan kesedihan. Semua akan berlalu begitu saja nanti. Kalimat itu terus menerus ia tanamkan di hati. Jika dulu ia sangat bahagia dicintai dan dia