When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Malam itu, Umi berdandan. Pakaian yang biasa Umi kenakan diganti dengan pakaian yang jarang ia pakai sebelumnya. Tidak banyak pakaian yang memenuhi lemari Umi yang besar itu, tapi buatnya cukup karena memang ia tidak pernah ke mana-mana selain pasar dan tempatnya tidak pula terlalu jauh. Jika bersepeda motor rasanya terlalu dekat, tapi jika berjalan kaki lumayan membuat berkeringat. Kini ia kembali mematut wajahnya di cermin, pipi yang mengempis dan mata yang memiliki garis hitam di bawahnya membuat Umi terlihat sangat kurus. Namun, sedikit berhasil ia tutupi dengan satu bedak yang ia punya walau tetap tidak bisa menutup dengan sempurna. Kini, ia memoles listrik merah muda di bibirnya yang kering. Air matanya kembali menangis, saat membayangkan kalau wajah yang ia punya dan pakaian yang