Seven

1962 Words
Happy Reading^-^ Maaf kalau nemu typo yah Alexa mengernyit melihat lelaki berjas itu berdiri di depan pintu apartemen miliknya. Lelaki itu diam cukup lama membuat Alexa juga merasa bingung. "Maaf, anda siapa?" tanya Alexa. "Dimana Catherine?"  "Iya?" Alexa menaikkan alisnya. Dia menoleh ke belakang sekilas dan kembali menatap lelaki itu. "Tunggu sebentar," ucapnya dan menutup pintu itu kembali. Alexa berjalan ke kamar dan memanggil-manggil Catherine. Dia membuka pintu kamar. Alexa menghampiri Catherine yang ternyata sudah tertidur. "Keth, bangun. Keth," Alexa mencoba membangunkan Catherine tapi wanita itu terlihat tidur nyenyak. Alexa mendesah kasar dan kembali keluar kamar. Dia pun menemui tamu yang tidak di kenalnya itu dan membuka pintu apartemennya. "Maaf, Catherinenya sudah tidur. Aku sudah-" "Berikan ini," sergah Calvin dan memberikan kantong yang di pegangnya itu pada Alexa. Alexa menerimanya dengan ragu. "Suruh dia untuk mengolesi kakinya. Itu juga ada makanan tanpa bawang putih untuknya. Suruh dia juga untuk memakannya," jelas Calvin. Alexa membuka kantong itu dan mengangguk, "baiklah. Nanti aku akan memberikannya. Tapi, kau siapa? Mungkin saja nanti kalau Keth tanya-" "Katakan saja padanya kalau besok dia jangan sampai terlambat," ucap Calvin lalu pergi.  Alexa mengernyit lagi. Siapa lelaki itu? Apa dia bosnya Catherine? Tidak. Mungkin dia rekan kerjanya. Tanpa sadar Alexa tersenyum kagum memandangi punggung Calvin yang semakin menjauh. Meskipun nada bicara lelaki itu sangat dingin, tapi dia terlihat seperti orang baik. Beruntungnya Keth punya rekan kerja sebaik dia, bukan hanya baik tapi dia juga tampan, batin Alexa masih mempertahankan senyumannya dan menutup pintu apartemennya.  ~ Catherine terbangun tepat pukul delapan malam. Dia merasa sangat lelah dan kakinya terasa pegal. Saat Catherine menolehkan kepalanya ke arah kanan, dia melihat sebuah kantong di atas nakas. Dia pun bangkit duduk dan meraih kantong itu karena ingin tahu apa isinya. Bisa saja ada makanan didalamnya karena dia merasa sangat lapar. Catherine melihat ada dua kantong lagi di dalam kantong itu. Satu kantong itu adalah makanan dan satunya lagi kantong berlabel apotik. Dia mengambil kantong bertuliskan salah satu nama apotik dan membukanya. Catherine mengernyit melihat isinya, sebuah obat oles untuk mengatasi pegal. Siapa yang memberikan obat ini? batin Catherine dan mengeluarkannya dari kantong itu. Dia membuka tutupnya dan mengolesi betis sampai telapak kakinya. Catherine bernapas lega karena merasa obatnya bereaksi dengan cepat sehingga mengurangi rasa pegal di kakinya. "Dimakan juga makanannya," celetuk Alexa yang baru masuk ke kamar. "Tumben sekali kau tahu kalau kakiku sedang pegal," Catherine mengucapkannya dengan nada menyindir dan tersenyum. "Bukan aku," sela Alexa membuat senyum Catherine memudar seketika. "Lalu, siapa? Terrel?" "Aku tidak tahu siapa, tapi sepertinya dia teman kerjamu." "Teman kerja?" tanya Catherine dan merasa bingung. Teman kerja? Dia tidak punya teman kerja sejauh ini. Yang dia punya hanya seorang bos yang aneh dan menyebalkan yang suka memberi pekerjaan di luar nalar manusia. "Tom?" tanya Catherine memastikan. Dia hanya mengenal satu orang yang baik di kantornya, yaitu Tom temannya Calvin. Alexa menggidikkan bahunya dan kembali tersenyum. Tatapannya seperti sedang menerawang dan duduk di ranjang tepat di depan Catherine. Catherine menatap Alexa aneh. Ada apa dengan temannya ini? "Dia sangat tampan dan dia sangat baik. Astaga, siapa tadi namanya? Tom? Ah, aku rasa aku menyukainya. Apa dia sudah punya kekasih?" Catherine terkekeh melihat tingkah dan ucapan temannya itu, "aku tidak tahu. Dia memang baik. Dia juga menolongku saat aku butuh bantuan disana." Alexa menghela napas panjang, "hah. Aku sangat suka dengan tatapannya. Kau punya nomer teleponnya?" "Untuk apa?" tanya Catherine bingung. Sepertinya temannya ini memang sudah terpesona. "Iya siapa tahu aku bisa dekat dengannya." "Tidak. Aku tidak punya," jawab Catherine dan menutup obat olesnya lalu meletakkannya di atas nakas. Satu tangannya meraih kantong makanannya. "Sayang sekali. Besok jangan lupa kau harus memintanya." "Iya kalau aku bisa bertemu dengannya," jawab Catherine dan teringat kalau Tom belum tahu dia alergi bawang putih, bisa saja di makanannya itu tercampur bawang putih. Catherine pun memberikan makanannya pada Alexa, "untukmu. Aku akan masak sendiri saja." "Kenapa? Kau tidak suka?" tanya Alexa bingung. "Kebetulan Tom belum tahu kalau aku alergi bawang putih. Jadi, mu-" "Kata siapa? Dia sudah tahu kalau kau alergi bawang putih. Dia yang mengatakannya padaku. Jadi, kau makan saja." "Apa?" Catherine mengernyit bingung. Bagaimana Tom bisa tahu? Baru satu orang saja yang tahu dan itu ... Calvin? Catherine menggelengkan kepalanya cepat. Tidak mungkin itu Calvin yang datang. Darimana lelaki itu tahu alamat apartemennya? "Keth?" panggil Alexa dan melambaikan tangannya di depan wajah Catherine karena gadis itu tiba-tiba saja melamun. "Ah. Iya," jawab Catherine. "Kau kenapa?" Catherine kembali menggeleng, "tidak. Aku ... aku tidak apa-apa." "Jangan lupa dimakan." Alexa berdiri dan berjalan ke arah lemari pakaiannya dan mengambil pakaian baru. "Aku mau keluar sebentar. Kau mau nitip sesuatu?" "Tidak," jawab Catherine pelan dan masih memikirkan Calvin.  ~ Catherine berangkat ke kantor menggunakan busway. Saat sampai di kantor dia hampir menaiki lift dan teringat kalau Calvin tidak mengijinkannya menaiki lift. Tanpa sadar Catherine mendesah kasar dan pergi ke sudut lain yang terdapat tangga. Dia membuka sebuah pintu tangga darurat dan mulai menaiki anak tangga satu demi satu. Catherine terengah-engah dan beehenti di tangga lantai ke tujuh. Dia menyender di dinding dan mendudukkan bokongnya perlahan sembari mengusap wajahnya yang berkeringat. Catherine meluruskan kakinya. Hanya satu bulan saja, batinnya lagi. Satu bulan adalah waktu yang singkat untuk bekerja di suatu tempat. Tapi entah kenapa di hari kedua Catherine bekerja sudah membuatnya merasa sangat kelelahan dan ingin menyerah. Tapi jika dia menyerah, dia yakin Calvin pasti akan semakin memperburuk keadaannya. Catherine mengambil napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Dia kembali berdiri dan melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga. Tiba-tiba saja Catherine merasa penasaran, pekerjaan aneh apalagi yang akan Calvin berikan padanya? Catherine mendapatkan tatapan aneh dari Jillian karena keluar dari pintu tangga darurat. Jillian mendekati Catherine yang sedang menutup pintu itu. "Kau ... naik tangga!?" tanya Jillian tak percaya. Catherine tersenyum tipis, "iya." "Kenapa? Apa kau tidak lelah? Kenapa tidak naik lift saja?" tanya Jillian penasaran dan masih belum percaya melihat Catherine naik tangga sampai lantai atas. "Apa big boss sudah berangkat?" tanya Catherine dan menghiraukan pertanyaan Jillian. "Big ... Big boss?" Jillian mengernyit. Apa Big boss yang di maksud Catherine ini adalah bosnya sendiri, Calvin? "Maksudmu Mr. Myles?" "Iya." "Dia sudah ada di ruangannya sejak lima belas menit yang lalu," jawab Jillian dan menunjukkan sebuah meja yang letaknya tepat di samping mejanya, "itu meja milikmu." Catherine menatap mejanya. Tanpa sadar senyumannya sendiri membuat lelah di kakinya sedikit berkurang. Catherine berjalan ke mejanya dan berdiri disana. Dia mengelus meja itu sembari terus tersenyum. Sedangkan Jillian hanya menatapnya bingung. Menurutnya wanita satu ini sangat aneh. Dia menerobos masuk ke ruangan bosnya dan keluar dengan membentak-bentak tak jelas dan sekarang, dia pergi ke lantai atas menggunakan tangga. Jillian sudah merasa bisa menerima bosnya itu memiliki sekretaris yang lain. Setidaknya bosnya tidak memecatnya sehingga Jillian harus bersikap biasa saja pada Catherine. Jillian ikut tersenyum melihat Catherine sangat senang dan duduk di kursinya, "kursimu tidak akan tertawa meskipun kau terus tersenyum seperti itu," celetuk Jillian karena Catherine tidak juga duduk di kursinya. Catherine menoleh ke arah Jillian, "kau benar," gumamnya dan ikut duduk. Sudah setengah jam dia duduk di sana dan belum juga mendapatkan pekerjaan. Catherine menoleh ke arah Jillian yang terlihat sedang mengecek beberapa berkas. Catherine sedang menunggu pekerjaan dari Calvin. Dia mendesah panjang karena Calvin belum juga memberikan pekerjaan. Catherine menggigit-gigit bibirnya dan meraih sebuah kertas dan bolpoint. Dia mencoret-coret kertas itu supaya tidak terlalu bosan menunggu Calvin keluar dan memberikannya pekerjaan. Tak terasa sudah satu jam dan Calvin belum keluar juga. Catherine menoleh ke arah pintu yang berukuran besar itu dan mengernyit bingung. Apa Calvin ketiduran di dalam ruangannya? Catherine meletakkan bolpoint itu dan berdiri hendak ke ruangan Calvin. Namun, saat Catherine akan melangkah, dia menoleh ke arah pintu lift yang terbuka. Seorang wanita keluar dari lift itu dan berjalan ke arahnya. "Apa ini ruangan Calvin?" tanyanya dengan suara yang terdengar seperti di buat-buat. Catherine tertegun melihat penampilan wanita di depannya ini. Wanita itu memakai gaun berwarna merah menyala. Belahan di sekitar dadanya memanjang sampai perut sehingga membuat belahan dadanya terlihat. Gaun itu hanya menutupinya sampai sepuluh senti di bawah pangkal pahanya. Catherine bahkan sampai terlejut melihat wanita berpakaian seksi itu datang ke kantor. Dia yakin pasti sepanjang jalan wanita ini menuju ke ruangan Calvin sudah berhasil membuat perhatian para karyawan lainnya tertuju padanya.  Jillian menoleh dan terkejut melihat wanita itu. Dia ikut berdiri dan mengernyit memperhatikan gaya pakaian wanita di depannya ini. Wanita itu tersenyum mencemooh pada Catherine dan juga Jillian karena masih di buat terbengong dengan gaya pakaian wanita itu. Wanita itu mengulurkan tangannya dengan gaya yang di buat anggun, "perkenalkan, aku adalah tunangan bos kalian, Angelina Hester. Jadi, apa aku membuat masalah sampai kalian diam mematung seperti itu?" ucapnya dengan menaikkan sebelah alisnya. Catherine tergagap dan menerima uluran tangan Angelina bergantian dengan Jillian. "Jadi, apa benar ini ruangan Calvin?" "Iya. Ini ... ruangan Mr. Myles," jawab Jillian. Angelina tersenyum miring lalu masuk ke ruangan itu. Sedangkan Jillian mulai menggerutu tak jelas dan berkomentar tentang pakaian Angelina. Dia kembali duduk dan tidak memperhatikan Catherine yang masih berdiri mematung dengan tatapan kosong.  perkenalkan, aku adalah tunangan bos kalian, Angelina Hester. Jadi, apa aku membuat masalah sampai kalian diam mematung seperti itu? Mendengar wanita itu mengaku sebagai tunangan Calvin membuat Catherine merasa aneh. Tiba-tiba saja dia merasa seperti ada sesuatu yang menusuk kedalam dadanya. Apa Catherine cemburu? Tidak mungkin. Sudah sangat jelas kalau dirinya merasa membencinya. Bukankah Catherine hanya menyukai Terrel saja? Ah, mungkin karena Terrel belum melamarnya dan Calvin sudah mempunyai tunangan sehingga membuat dirinya merasa iri, pikirnya.  ~ Angelina menutup pintu itu perlahan dan menghampiri Calvin yang masih berdiri diam membelakanginya. Seperti ada yang sedang di pikirkan. Angelina tersenyum dan memeluk Calvin sembari mengirup aroma parfum lelaki itu. Sontak Calvin menoleh dan melepaskan pelukan Angelina. "Kau!" "Apa kabar sayang? Kemarin kenapa kau pergi begitu saja setelah memperkosaku?" tanya Angelina dan menaikkan sebelah alisnya. "Untuk apa kau datang kemari?"  Angelina tersenyum dan hampir memeluk Calvin lagi namun langsung di dorong oleh Calvin sampai Angelina menabrak meja kerjanya. "Untuk apa? Tentu saja untuk bersenang-senang denganmu sayang." "Kau bersikap seperti p*****r," ucap Calvin sarkartis. "Tidak jadi masalah jika bisa membuatmu senang dan merasa puas," Angelina mendekati Calvin dan mengelus d**a bidang Calvin. Lelaki itu menyentakkan lengan Angelina lagi, "aku ingin merasakan milikmu ini," Angelina mengelus s**********n Calvin dan sedikit meremasnya membuat Calvin reflek menutup matanya merasakan sentuhan Angelina. Dalam hati dia ingin menampik tangan Angelina lagi tapi otaknya justru merespon hal lain sehingga tanpa sadar Calvin mendesah. "Pergi dari sini," Calvin menggeram dan sebisa mungkin menampik tangan Angelina.  Angelina tersenyum melihat wajah Calvin sudah memerah. Dia yakin pasti Calvin sudah dikuasai oleh gairahnya. Calvin lelaki normal jadi dia juga pasti akan beegairah jika salah satu bagian intim dalam tubuhnya di goda lembut oleh sentuhannya. Angelina semakin menghimpit Calvin dan meraba tubuh bagian depan lelaki itu. Dia juga menuntun kedua tangan Calvin ke arah payudaranya. Satu tangannya berada di atas tangan Calvin dan satunya lagi berada di s**********n lelaki itu. Angelina tersenyum penuh kemenangan melihat Calvin menutup matanya merasakan sentuhannya.  Suara ketukan pintu di membuat Calvin tersadar. Dia membuka matanya dan langsung mendorong Angelina bersamaan dengan pintu ruangannya yang terbuka. Catherine tertegun dan melangkah ragu mendekati mereka. Kedua tangannya tanpa sadar meremas map berkas di tangannya. Wajah Calvin masih memerah dan lelaki itu terlihat salah tingkah.  "Ini proposal dari Mr. Scoot," ucap Catherine pelan dan meletakkannya di atas meja. "Tunggu," cegah Calvin dan Catherine menghentikan langkahnya setelah pamit akan keluar dari ruangan itu. "Kau masih punya pekerjaan," Catherine menoleh ke arah Calvin. Angelina tersenyum dan mendekati Calvin lagi. Dia mencium pipi Calvin sekilas dan mengelus d**a lelaki itu dengan lembut, "kita lanjutkan nanti malam saja. Aku tidak mau ada yang mengganggu kita," ucapnya dan melirik ke arah Catherine sebelum pergi dari ruangan itu. "Dasar p*****r," Catherine menatap Calvin bingung mendengar desisan bosnya itu. Calvin masih menatap tajam ke sudut ruangan. ~ TBC ~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD