Happy Reading^-^
Maaf kalau nemu typo yah
Calvin kembali duduk di sofa dan memakan makanannya. Dia tidak ingin membangunkan Catherine. Dirinya memisahkan makanannya dengan milik Catherine. Calvin membutuhkan waktu dua puluh menit untuk menghabiskan makanannya. Catherine belum juga bangun. Akhirnya dia berjalan ke mejanya dan mengambil berkas kerjanya lalu mengerjakannya dengan duduk di atas sofa.
Catherine melenguh panjang dan menggeliat. Dia mengucek matanya lalu mendongakkan kepalanya. Dirinya terkejut melihat Calvin sudah kembali.
"Maaf, aku tertidur," ucap Catherine dan berdiri. Dia menghampiri Calvin dan menundukkan kepalanya. Namun Calvin bersikap seolah acuh padanya. "Maafkan saya Big Boss. Saya tertidur di jam kerja. Ma-"
"Itu makan siangmu," sergah Calvin cepat, dia melirik sekilas ke arah Catherine.
"Terima kasih," gumam Catherine pelan. Wajahnya sudah memerah karena malu dan merasa tidak enak. Meskipun dia sangat membenci bosnya itu, tapi Catherine masih malu karena melakukan kesalahan. Seharusnya dia bisa membuktikan pada bosnya itu, kalau dia bisa bekerja dengan baik supaya Calvin mau mencabut semua pikiran buruk yang ada pada dirinya.
Catherine meraih bungkus makanan itu dan menunduk sejenak. Dia tidak ingin mengganggu Calvin bekerja dengan suara berisik saat makan.
"Mau kemana?" Calvin mencegah Catherine yang berniat akan pergi keluar.
"Aku-saya akan makan di luar saja."
"Tidak perlu. Makan saja disini."
"Maaf?"
"Kalau kau makan di luar nanti karyawan lain akan melihat kau istirahat di luar jam kerja. Makan saja disini," jelas Calvin.
Catherine menipiskan bibirnya dan mendaratkan bokongnya pada sofa dengan ragu. Dia mulai membuka bungkus makanan itu, "apa ... anda menaruh bawang putih disini?"
"Jika tadi kau merasa keluar dari ruanganku, mungkin iya," jawab Calvin masih berpaku pada berkasnya.
Setiap kali aku bertanya dengan baik, dia selalu saja membalasnya seperti itu, batin Catherine kesal. Catherine mulai menggigit makanannya dan menunggu sekitar beberapa menit. Tidak ada reaksi dengan pernapasannya. Berarti Calvin tidak menaruh bawang putih di dalamnya. Catherine menghela napas lega dan tersenyum samar sambil menikmati makanannya.
~
"Selesai makan berikan berkas ini pada Kenneth," perintah Calvin sembari menyodorkan berkas map berwarna hitam.
Catherine menerimanya setelah meminum minumannya. Dia merapikan bungkus makanannya lalu beranjak dari tempatnya untuk pergi ke ruangan Mr. Kenneth. Catherine menunduk sejenak saat akan keluar namun suara Calvin menghentikan langkahnya.
"Tunggu."
Catherine menoleh lagi. "Cepat kembali. Masih banyak pekerjaan yang harus kau kerjakan. Kau hanya punya waktu tidak lebih dari sepuluh menit," perintahnya lagi.
"Baik Big Boss."
"Dan," Catherine memutar bola matanya dan kembali berbalik menatap Calvin. Dia memasang senyum yang di paksa. "Mulai sekarang jangan pakai lift yang khusus untukku atau karyawan lainnya. Kau hanya boleh memakai tangga."
"Iya?" Catherine tertegun. Tidak. Dia bahkan sangat terkejut. Dia sudah tidak di perbolehkan naik lift dan harus naik tangga? Apa lelaki ini sudah gila? Dia pikir kantornya hanya mempunyai dua atau tiga lantai!? Gedung kantor setinggi ini dan paling tinggi di Edmonton dan Catherine di suruh menggunakan tangga!? "Kau-" Catherine membuang napasnya kasar, "katakan apa salahku? Kenapa kau menghukumku sekejam itu? Apa kau tidak tahu atau kau pura-pura tidak tahu? Kau pikir aku robot yang bisa naik dua belas lantai menggunakan tangga dengan cepat!?"
"Aku tidak ingin mendengar apapun alasannya. Cepat pergi atau kau akan kehabisan waktumu dan kau bisa saja bekerja lembur."
"Aku tidak paham dengan jalan pikiranmu," desis Catherine dan menatap tajam sebelum pergi dari ruangan Calvin.
Catherine membanting pintu ruangan Calvin saat menutupnya sampai membuat Jillian yang sedang duduk dengan tenangnya terlonjak karena kaget. Dia tidak mempedulikan tatapan Jillian yang melotot padanya. Catherine hanya berjalan ke samping kanannya dan mulai menuruni anak tangga.
Sepanjang Catherine menuruni anak tangga itu, dia sudah tidak bisa menahan kekesalannya pada Calvin. Beberapa saat yang lalu Calvin bersikap baik padanya dan beberapa saat kemudian lelaki itu bisa sangat kejam padanya. Catherine menghentikan langkahnya setelah menuruni tiga lantai. Dia mendudukkan tubuhnya di anak tangga itu. Seakan tak peduli dengan ancaman Calvin yang menyuruhnya pergi dalam waktu sepuluh menit, Catherine justru menangis karena merasa kesal. Dia menyesal bekerja dengan lelaki menyebalkan itu. Tapi, jika dia tidak melakukannya, bagaimana dirinya akan dapat pekerjaan?
Sudah sekitar lima menit Catherine duduk disana sehingga dia sudah menghabiskan waktu lima belas menit. Catherine kembali berdiri dan menghela napas panjang sembari mengelap airmatanya. Dia melanjutkan langkahnya hingga Catherine membuka pintu lantai lima. Beberapa karyawan yang melihatnya menatapnya dengan bingung. Mereka pasti berpikir kalau dirinya tidak bisa naik lift atau semacamnya. Catherine mengabaikan tatapan mereka dan langsung menuju ke arah ruangan Mr. Kenneth.
Selesai memberikan berkas itu, Catherine kembali menaiki anak tangga menuju ke ruangan Calvin. Sesekali dia berhenti sejenak untuk istirahat. Kakinya sudah benar-benar kelelahan. Beberapa jam yang lalu Calvin menyuruhnya berdiri hampir dua jam dan sekarang menyuruhnya naik turun tangga. Catherine menghela napas panjang. Hanya selama satu bulan, hanya satu bulan saja. Begitu Catherine terus berpikir supaya dirinya tidak merasa terlalu kesal.
Calvin terus berjalan kesana kemari di ruangannya karena terlalu lama menunggu Catherine. Dia mulai berpikir apa Catherine mencoba pergi dari kantornya dan semacamnya? Kenapa lama sekali? Calvin menoleh ke arah pintu saat melihat Catherine membuka pintu ruangannya. Dia berjalan cepat menghampiri Catherine dan berdiri tepat di depannya.
"Kenapa kau lama sekali? Aku hanya memberimu waktu sepuluh menit dan sudah tiga puluh menit lebih kau baru sampai."
Catherine hanya diam dan menundukkan wajahnya. Dia memang terlihat seperti sedang mendengarkan Calvin, tapi nyatanya Catherine hanya menganggap suara Calvin adalah angin lalu.
"Kenapa kau diam saja?"
"Apa pekerjaan lainnya Big Boss?" tanya Catherine masih menundukkan tatapannya. Dia merasa sangat enggan menatap Calvin. Wajah tampan bosnya itu justru membuat Catherine muak melihatnya.
"Duduk di sofa," perintah Calvin dan memperhatikan langkah kaki Catherine.
Catherine mengikutinya. Dia duduk di sofa dalam diam. Calvin menatap Catherine dengan tatapan menyelidik. Aneh rasanya jika wanita itu menjadi diam di depannya. Terlebih Calvin sendiri tidak pernah dekat dengan wanita lain sehingga dia tidak tahu apa yang harus mereka bicarakan. Calvin hanya ingin terus mendengar suara wanita di depannya itu, meskipun hanya sekedar berargumen.
Calvin kembali duduk di tempatnya. Dia tidak bisa bekerja dengan baik jika suasananya seperti ini. Dia juga tidak bisa bekerja tanpa melihat Catherine. Calvin berdehem dan meminum air putih. Tidak ada respon dari Catherine.
"Kau kenapa diam?" tanya Calvin penasaran.
"Karena bicara bukan pekerjaanku," jawab Catherine singkat.
Calvin memalingkan wajahnya. Bicara memang bukan pekerjaan Catherine. Dia juga tidak tahu akan memberi pekerjaan apa untuk wanita itu.
~
Tak terasa jam kerja sudah berakhir. Catherine langsung pamit pulang dan keluar dari ruangan Calvin. Tanpa mempedulikan panggilan Calvin, Catherine pergi begitu saja. Dia tidak ingin menghabiskan satu menit dengan lelaki menyebalkan itu. Sepanjang Catherine menuruni anak tangga, dia terus saja menggerutu. Dirinya hanya bingung pada Calvin. Sebenarnya Calvin serius memberikannya pekerjaan atau hanya main-main saja? Dihari pertamanya kerja lelaki itu hanya menyuruh Catherine berdiri, mengantarkan map, dan setelah itu duduk diam tanpa melakukan apapun. Bahkan sekarang Catherine mulai meragukan pekerjaan seperti apa yang sebenarnya di lakukan seorang sekretaris. Bukankan Calvin sudah punya sekretaris sendiri? Lalu kenapa lelaki itu memintanya menjadi sekretarisnya?
"Lelaki gila. Menyebalkan. Kejam. Psiko," maki Catherine dan mengulangnya beberapa kali seperti menghitung anak tangga.
Saat Catherine sampai di tangga lantai kedua, ponsel miliknya berdering. Ah, bukan miliknya yang sebenarnya. Itu adalah ponsel lama milik Alexa dan temannya itu yang memberikannya. Catherine mengernyit karena nomer pemanggil di layar itu tak bernama. Siapa yang menghubunginya? Bukankah baru Alexa saja yang menyimpan nomer ponselnya? Catherine pun menerima telepon itu.
"Halo?" jawab Catherine ragu dan berhenti menuruni anak tangga.
Tubuh Catherine menegang mendengar suara itu. Suara yang sudah tidak asing untuknya kembali dia dengar setelah bertahun-tahun lamanya. Catherine tersenyum samar dan langsung memasukkan ponselnya kembali setelah penelepon itu mematikan sambungan teleponnya.
Catherine menuruni anak tangga sembari berlari. Rasa lelah di kakinya hilang seketika. Dia ingin cepat-cepat sampai di apartemen. Dia sangat merindukan pemilik suara itu. Meskipun hubungan mereka berhenti, Catherine tidak menyangka lelaki itu akan kembali lagi padanya. Dulu Catherine hanya berpikir mungkin lelaki itu akan pergi meninggalkannya selamanya.
Dia berlari dengan kencang hingga beberapa kali menabrak para karyawan lainnya yang hendak pulang. Saat Catherine keluar dari pintu depan, dia langsung berlari lebih cepat membuat lelaki yang baru saja mengeluarkan mobilnya itu mengernyit bingung melihat ekspresi wajah Catherine. Wanita itu terlihat sangat bahagia dan terburu-buru.
Catherine menghentikan taksi dan segera menuju ke apartemen. Dirinya tidak berhenti tersenyum dan terus memikirkannya. Dia ingin tahu bagaimana keadaannya sekarang? Apa lelaki itu masih sama seperti dirinya yang dulu ia kenal? Apakah lelaki itu masih mencintainya seperti dirinya? Apakah lelaki itu sangat merindukannya seperti yang Catherine rasakan sekarang ini?
Catherine menggigit bibirnya karena sudah tidak sabar. Dia merasa taksi ini kurang cepat. Kalau saja dia bisa terbang. Ah, tidak. Jangan terbang tapi menghilang. Kalau saja Catherine punya kekuatan untuk teleportasi. Catherine terkekeh karena pikiran-pikiran aneh itu kembali hinggap di otaknya. Dia memang selalu memikirkan hal-hal mustahil seperti itu.
Sampai di depan gedung apartemennya, Catherine segera keluar dari taksi dan berbalik. Dia langsung masuk ke gedung itu menuju lantai apartemennya. Apartemennya tepat ada di lantai dua sehingga tidak membutuhkan waktu lama. Dia hanya perlu menaiki satu tangga dan sampai ke apartemennya. Catherine tersenyum melihat sosok tubuh laki-laki itu berdiri di depan pintu apartemennya.
"Terrel?" panggil Catherine membuat lelaki itu menoleh menatapnya.
Terrel membalas senyuman Catherine. Wanita itu langsung berlari kedalam pelukan lelakinya. Catherine memeluk Terrel dengan sangat erat hingga membuat lelaki yang berdiri di ujung tangga itu menatapnya tajam dan mengepalkan kedua tangannya. Terrel melepaskan pelukannya dan menangkup wajah Catherine.
"Aku sangat merindukanmu," ucap Terrel.
Catherine tersenyum, "aku juga. Aku senang kau kembali."
"Maafkan aku Keth. Kau tahu aku tidak senang menjalin hubungan jarak jauh."
Catherine membuka pintu apartemennya dan mempersilakan Terrel untuk masuk. Mereka duduk bersama di sofa. Terrel merangkul Catherine.
"Oh yah, bagaimana kau tahu nomerku yang baru?" tanya Catherine penasaran.
"Alexa yang memberikannya. Aku menghubungi nomermu tapi tidak aktif. Jadi, aku menghubungi Alexa dan ternyata sekarang kalian tinggal bersama."
Catherine tersenyum dan Terrel menyentuh pipi kanan Catherine lalu mendekatkan wajahnya. Bibir mereka bersentuhan hingga Terrel mendorong Catherine sampai berbaring di atas sofa. Catherine belum tahu alasan kenapa Terrel kembali. Apa lelaki itu kembali untuk memperbaiki hubungan mereka? Catherine masih belum bisa melupakan Terrel hingga sekarang. Catherine menutup matanya dan berniat untuk membalas ciuman Terrel. Namun, tiba-tiba Catherine mematung saat membuka matanya kembali.
"Kenapa Keth?" tanya Terrel bingung karena Catherine melepaskan ciuman mereka dan menahan d**a Terrel.
Kenapa ... bagaimana bisa wajahnya muncul di pikiranku? batin Catherine dan mengernyit.
"Keth?" panggil Terrel dan menyentuh wajah Catherine untuk menyadarkan wanita itu dari lamunannya.
Catherine kembali menatap Terrel yang menyipitkan matanya. Dia mendorong Terrel hingga mereka kembali dalam posisi duduk. Catherine masih merasa bingung kenapa wajah Calvin tiba-tiba muncul di pikirannya.
"Keth, kau tidak apa-apa?" tanya Terrel dan mengelus wajah Catherine.
"Aku ... tidak apa-apa," jawab Catherine dan menurunkan tangan Terrel di wajahnya.
"Apa kau lelah? Kau sudah makan?" tanya Terrel melihat raut wajah Catherine yang nampak pucat dan khawatir.
Catherine tersenyum tipis dan menggeleng, "aku tidak apa-apa," jawabnya. "Kau pulang sejak kapan?" Catherine mencoba mengalihkan topik pembicaraan mereka.
"Tadi pagi aku baru sampai."
"Bagaimana keadaanmu selama disana?"
"Kurang baik. Aku selalu memikirkanmu," jawab Terrel dan mengecup bibir Catherine.
Catherine memalingkan wajahnya. Setiap kali Terrel menciumnya dan menyentuhnya membuat Catherine ingat dengan Calvin. Dia tidak tahu kenapa, tapi bayangan lelaki itu selalu muncul disaat yang tidak tepat. Bukankah Catherine sangat membencinya karena sikap lelaki itu yang menyebalkan? Lalu kenapa Catherine memikirkannya?
Terrel menatap bingung pada Catherine. Wanita itu bersikap seolah menghindar dari dirinya. Ada apa dengan Catherine? Apa wanita itu sudah tidak mencintainya lagi? Terrel diam sembari memperhatikan Catherine yang terlihat kebingungan. Dia juga sedang memikirkan bagaimana caranya supaya memenangkan taruhan untuk penandatanganan investasi di perusahaannya.
~
Satu jam berlalu dan Alexa juga sudah pulang. Terrel dan Catherine menghabiskan waktu satu jam itu untuk menonton televisi. Catherine hanya diam saja membuat Terrel juga bingung. Terrel pun berpamitan dan mengatakan akan menjemput Catherine bekerja besok pagi. Catherine pun hanya mengiyakannya dengan acuh.
"Hei, kau kenapa? Kau tidak senang?" tanya Alexa setelah mengantar Terrel sampai di depan pintu. Alexa duduk di ranjang sedangkan Catherine berbaring dan menutup matanya.
"Aku hanya lelah," jawabnya dengan singkat.
"Lelah? Memangnya kau darimana?"
Ah iya. Alexa tidak tahu kalau aku sudah mulai bekerja tadi pagi. "Bekerja."
"Bekerja? Kau sudah dapat pekerjaan? Dimana?" suara Alexa terdengar kegirangan.
"Hawkinzel Twins."
"Apa? Jadi kau sudah di terima bekerja disana?"
Suara Alexa masih terdengar bersemangat untuk mendengar cerita Catherine. Catherine memang jarang bercerita apapun jika di bandingkan dengan Alexa. Sehingga Alexa tidak tahu perihal permasalahannya dengan Calvin yang semakin memanjang.
"Eum," dehem Catherine dan membalikkan badannya sehingga membelakangi Alexa. Dia memeluk gulingnya.
"Kau kenapa sih? Apa terjadi hal buruk di hari pertama kau kerja?" tanya Alexa penasaran karena Catherine tidak sesemangat dirinya. Padahal gadis itu sangat semangat saat mencari pekerjaan dan sekarang setelah mendapatkan pekerjaan, Catherine terlihat tidak semangat.
"Aku lelah Lex," jawab Catherine dengan malas.
"Hmm, ya sudah," desah Alexa lalu bangkit berniat untuk ke kamar mandi. Namun, bunyi bel apartemen itu mencegahnya berjalan ke arah kamar mandi. Alexa pun keluar kamar untuk membuka pintu sedangkan Catherine masih berada di tempatnya.
~
TBC
~