Happy Reading^-^
Maaf kalau nemu typo yah
Jayden dan Tom terkejut saat berdiri di depan lift. Tatapan mereka tertuju pada Calvin yang berdiri di sampingnya sembari menggendong Catherine. Calvin menekan tombol liftnya lalu masuk ke dalam. Dia tidak mempedulikan tatapan siapapun. Sampai di lantai ruangannya, dia melihat sekretarisnya sudah berdiri di depan ruangannya dan menunduk ke arahnya. Jillian sedikit melirik ke arah Catherine saat Calvin berdiri di depannya.
"Siapkan makan siang untukku," perintah Calvin lalu melenggang masuk ke ruangannya.
Jillian masih menoleh ke arah pintu ruangan Calvin yang sudah di tutup. Dia merasa bingung melihat Calvin menggendong Catherine dalam keadaan gadis itu penuh dengan luka. Apa yang sudah terjadi? batinnya penasaran.
Calvin membaringkan Catherine di atas sofa. Dia membiarkannya begitu saja setelah membersihkan luka Catherine. Calvin duduk di mejanya dan menunggu makan siangnya. Setelah menunggu lima menit, akhirnya sekretarisnya masuk dengan membawakan makanan pesanan Calvin. Calvin menikmati makan siangnya dalam diam sembari sesekali menoleh ke arah Catherine.
Suasana di ruangan itu begitu hening. Tak ada suara diantara penghuni ruangan itu. Calvin sibuk dengan pekerjaannya dan Catherine belum sadar. Catherine mengernyit saat dirinya mulai sadar. Dia membuka matanya pelan dan menoleh ke kanan kirinya. Setelah sadar dimana dia berada sekarang, Catherine berusaha untuk duduk di sofa dan menoleh ke belakang, tepat ke arah meja Calvin.
"Hei!"
Calvin menoleh ke arah Catherine mendengar wanita itu sepertinya sedang memanggilnya.
Catherine meringis saat berusaha untuk berdiri dan menghampiri meja Calvin, "kembalikan hakku!" bentak Catherine.
"Aku tidak mengambil hakmu," jawab Calvin. Lelaki itu terlihat tenang seolah tidak terjadi sesuatu yang besar.
"Kau sudah memfitnahku sampai semua perusahaan di sini tidak ada yang menerimaku."
"Seharusnya kau beruntung saat aku menyuruhmu menjadi sekretarisku."
"Tidak akan!" bantah Catherine.
Calvin tersenyum tipis, "kalau begitu kau bisa mencari pekerjaan lain. Tapi, aku tidak yakin kau akan mendapatkannya."
"Aku sangat membencimu!" teriak Catherine lalu pergi dari ruangan Calvin dengan langkah terseret-seret.
Melihat Catherine sudah pergi dari ruangannya, Calvin menghela napas panjang. Seperti ada sesuatu yang hilang saat wanita itu tidak ada di depannya. Pertama kalinya Calvin merasakan hal aneh itu. Dia ingin Catherine selalu ada di sampingnya. Meskipun melihat wanita itu membuat Calvin kesal, tapi wanita itu membuat Calvin tak kenal dirinya sendiri. Dia yang selalu diam dan tak banyak omong, tidak mengijinkan seorang pun mengganggunya, tidak mengijinkan orang asing masuk ke ruangannya, tidak membiarkan dirinya peduli dengan orang lain sampai menggendongnya. Calvin tidak bisa melakukan itu semua pada wanita itu. Dia ingin diam di depannya, tapi perkataan wanita itu membuat Calvin ingin dan ingin terus membalasnya. Dia ingin melupakan dan menganggap tidak pernah sesuatu terjadi diantara mereka, tapi sikap wanita itu membuat Calvin ingin dan ingin terus mengganggunya.
Calvin mendesah kasar. Dia ingin Catherine bekerja padanya. Sehingga dia bisa menyuruh wanita itu kapanpun dia mau. Calvin harus melakukan hal lain yang bisa membuat Catherine bersedia bekerja padanya. Tak menunggu waktu lama, Calvin menyeringai saat ide bagus itu tertangkap oleh otaknya. Dari dulu Calvin tidak pernah menunjukkan seringaiannya. Ah, wanita itu memang membuat Calvin menjadi Calvin yang lain.
~
Catherine hampir terjatuh saat keluar dari busway. Dia meringis memperhatikan lukanya. Luka di lutut dan siku tangannya terasa perih saat disengat sinar matahari. Sudah waktunya makan siang tapi Catherine tidak sama sekali memikirkan hal itu. Memikirkan Calvin saja sudah membuatnya kenyang karena saking emosinya. Catherine berjalan pelan menuju apartemen Alexa.
Sekitar lima belas menit Catherine berjalan kaki akhirnya dia sampai di depan apartemen Alexa. Apartemen itu sama sederhananya dengan apartemen miliknya. Saat Catherine menaiki anak tangga, dia mengernyit mendengar suara keributan. Seperti suara Alexa, batin Catherine lalu mempercepat langkahnya meskipun diiringi ringisan lukanya.
"Ya Tuhan!" pekik Catherine tak percaya melihat apa yang terjadi di depan matanya.
Catherine berlari ke arah pintu apartemen Alexa. Dia menghalau temannya yang hampir terjatuh karena di dorong oleh dua lelaki bertubuh tinggi besar itu.
"Akkh," pekik Alexa.
"Lex, kau tidak apa-apa?" tanya Catherine khawatir.
Alexa menggeleng dan menghapus airmatanya. Sedangkan Catherine menatap tajam pada dua lelaki itu. Beraninya mereka menyakiti sahabatnya itu.
"Apa yang kalian lakukan, hah? Kenapa kalian mengeluarkan semua barang-barang milik kami?" Catherine bertanya dengan sedikit membentak.
Dua lelaki itu hanya berdiri diam layaknya patung. Sedangkan Catherine menoleh ke arah lelaki lain yang baru keluar dari apartemen mereka, "kami sudah membeli apartemen ini dan kami akan mengosongkannya. Jadi kalian bisa pergi sekarang juga."
"A-apa? Mem ... tunggu! Temanku sudah membayar sewa sampai bulan depan jadi kau tidak bisa membelinya begitu saja. Kalaupun iya, kau harus menunggu sewa kami selesai."
"Kami sudah memberikan uang sisa sewa apartemen ini pada temanmu tiga kali lipat," jawaban lelaki berjas itu membuat Catherine menoleh ke arah Alexa yang masih menangis lalu kembali menatap lelaki di depannya, "jadi kami ingin kalian mengosongkannya sekarang juga."
"Tunggu tuan. Beri kami waktu, setidaknya besok kami akan mengosongkannya," Catherine mencoba untuk bernegosiasi. Dia tidak bisa membantu Alexa mengosongkan apartemennya dalam keadaan tangan dan kakinya masih terluka.
"Tidak bisa nona. Jika anda tidak ingin berhubungan dengan hukum, biarkan orang-orangku mengeluarkan semua sampah di dalam ... "
"Tuan!" potong Catherine tak terima dengan ucapan lelaki di depannya. Apa semua lelaki berjas itu memiliki mulut yang kotor? Sampah mereka bilang? "Anda boleh saja mengosongkan apartemen kami. Tapi anda juga harus menjaga ucapan anda. Apa semua orang berjas itu memiliki mulut yang kotor seperti mulut anda!?"
"Keth," panggil Alexa pelan dan memegang lengan Catherine.
Catherine mendesah kasar lalu menatap tajam pada lelaki itu. Dia sudah muak dengan mereka, dengan orang yang berjas dan tidak bisa menjaga ucapan mereka. Lelaki berjas itu memerintahkan dua orang bertubuh besar itu untuk mengeluarkan seluruh barang-barang milik Alexa.
"Kita ke apartemenku saja. Sewanya berakhir akhir bulan ini," ucap Catherine pada Alexa.
~
Catherine mengernyit saat kuncinya tidak bisa untuk membukakan pintu apartemennya. Apa yang terjadi? Belum ada tiga hari dia tidak pulang ke apartemennya dan sekarang pintunya sudah tidak bisa di buka? Catherine memegang gagang pintunya dan terus berusaha untuk membukanya.
"Kenapa Keth?" tanya Alexa bingung melihat kekhawatiran di wajah Catherine.
"Apartemenku tidak bisa di buka. Padahal aku tidak mengganti kuncinya," jawab Catherine sembari terus mencoba untuk membuka apartemennya.
Salah seorang tetangganya keluar dan menghampiri Catherine dan Alexa, "kalian yang tinggal disini?" tanya wanita itu.
"Iya. Apa terjadi sesuatu?" tanya Catherine cemas.
"Setengah jam yang lalu ada beberapa orang datang kemari. Mereka katanya membeli gedung apartemen ini dan mereka meminta untuk mengosongkan ruangan ini."
"Hah? Apa?" Catherine terkejut. Apa dia sedang bermimpi buruk sekarang ini? Lalu dimana mereka akan tinggal?
"Apa ... anda tahu siapa yang ... membelinya?" tanya Catherine masih mengatur napasnya yang terasa sesak. Semua barangnya masih ada di dalam apartemennya. Foto ayah dan ibu satu-satunya juga masih ada di dalam. Lalu bagaimana caranya Catherine mengambilnya?
"Aku tidak tahu," jawab wanita itu lalu pergi meninggalkan Catherine dan Alexa yang masih mematung.
Kaki Catherine terasa lemas hingga membuatnya terduduk diatas lantai. Sakit di kaki dan tangannya juga mendadak hilang entah kemana. Semuanya menjadi berantakan. Catherine tidak mempermasalahkan apartemennya. Dia hanya ingin mengambil foto keluarganya dan barang-barang yang penting. Buku tabungan dan asuransinya juga masih ada di dalam.
Alexa jongkok di samping Catherine. Dia memeluk Catherine berusaha untuk menghilangkan sedikit beban mereka. Kenapa masalah itu datang di waktu bersamaan? Sekarang mereka tidak tahu akan tinggal dimana. Mereka harus mencari apartemen lain untuk tinggal. Dan kenyataan menyakitkan lainnya adalah tidak ada perusahaan lain yang akan menerima Catherine bekerja. Apa dirinya memang harus bekerja di perusahaan Calvin si lelaki menyebalkan itu? Tidak. Bahkan melihat wajahnya saja membuat Catherine ingin menumpahkan lumpur di wajahnya.
"Kita cari apartemen lain yang dekat dari sini," ucap Alexa.
"Tapi Lex, semua barang-barangku masih ada di dalam," jawab Catherine dengan suara serak menahan tangisnya.
"Kita akan datang lagi nanti untuk mengambilnya."
~
Calvin duduk di ruangannya dengan tenang. Dia sedang membuka album foto yang dia dapat beberapa menit yang lalu saat orang-orang yang dia suruh untuk membawakan semua barang-barang penting milik Catherine ke kantornya. Calvin tersenyum samar saat melihat foto Catherine tersenyum dengan memegang sebuah kue ulang tahun. Jemari Calvin terus membalikkan setiap halaman dari album itu. Tiba-tiba saja tubuh Calvin menegang melihat foto Catherine dengan seorang laki-laki. Laki-laki itu duduk tepat di samping Catherine dan memeluknya lalu mencium pipi kanan wanita itu. Catherine terlihat sangat bahagia disana.
Calvin langsung mengambil foto itu dari tempatnya. Tanpa menunggu lama foto itu sudah menjadi potongan-potongan kecil dan Calvin membuangnya ke tempat sampah tepat di samping mejanya. Setelah membuang foto itu, Calvin kembali membalikkan setiap halamannya. Calvin berhasil melihat seluruh isi album foto itu dan juga membuang sekitar lima foto Catherine bersama dengan lelaki yang sama. Apa dia kekasihnya? Pertanyaan itu yang terus mengganggu Calvin saat pertama kali melihat foto mereka.
Tangan Calvin meraih benda lainnya. Sebuah buku catatan setebal 400 halaman lebih. Mungkin itu catatan sejak Catherine masih kuliah atau sekolah menengah atas. Calvin melepaskan pengait yang ada di sampul buku yang berfungsi untuk menutup rapat buku itu. Dia mulai membuka halaman pertama dari buku itu yang isinya sebuah salam perkenalan. Ternyata buku itu adalah hadiah ulang tahun ke-16 dari ibunya. Disana juga tertempel foto Catherine bersama kedua orangtuanya saat usia Catherine menginjak 16 tahun.
Membaca buku itu membuat Calvin lupa dengan pekerjaannya. Dia terlihat sangat menikmatinya. Dirinya merasa kesal setiap kali di dalam buku catatan itu Catherine membahas deretan teman-teman satu sekolahnya yang di kaguminya. Calvin tertegun saat mendengar seseorang membuka pintu ruangannya. Dia menutup buku itu dan menoleh ke arah pintu.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Tom dan Jayden lalu menghampiri meja Calvin.
"Tidak ada," jawab Calvin dan menyembunyikan buku dan album itu. Dia memasukkkannya kedalam laci mejanya.
"Aku dengar dari Jayden, kau sedang bermasalah dengan Catherine," ucap Tom dan menatap Calvin dengan tatapan menyelidik.
"Catherine? Pencuri kutu kaki itu?" tanya Calvin.
"Kutu kaki?" Tom mengernyit dan melirik ke arah Jayden yang dibalas dengan menggidikkan bahunya.
"Tidak ada. Kenapa kalian kemari?" tanya Calvin tak suka karena merasa terganggu.
"Tidak, aku hanya memastikan kalau kau masih Calvin yang lama. Calvin yang tidak pernah melihat orang lain apalagi sampai tertarik untuk mengganggunya," sindir Tom.
Calvin memutar bola matanya, "tidak ada yang berubah. Keluarlah."
"Bagaimana caranya supaya aku dan Jayden percaya?" tanya Tom menaikkan alisnya.
Calvin mendesah kasar dan memalingkan wajahnya. Dia bangkit menghampiri kedua temannya yang duduk di sofa. Calvin duduk tepat di samping Tom.
"Kakek mengajakku makan siang dan dia membawa seorang gadis lagi. Apa kalian tidak tertarik untuk mendekatinya?" tanya Calvin berusaha untuk mengalihkan pembicaraan mereka.
"Siapa? Apa Kristen Stewarts? Atau Emma Watson?" tanya Jayden yang di balas decakan Tom sedangkan Calvin hanya tersenyum tipis, "aku akan mendekatinya jika mereka adalah salah satu dari nama yang kusebut tadi," imbuhnya.
"Entahlah. Aku lupa wajahnya," jawab Calvin.
"Siapa namanya?" tanya Tom.
"Aku juga lupa. Dia anak dari Hester," jawab Calvin lagi.
Tom dan Jayden mulai terpengaruh dengan Calvin. Mereka sudah tidak membahas masalah Catherine lagi. Meskipun Tom dan Jayden bukan playboy, tapi mereka lelaki normal. Mereka akan mudah di alihkan dengan topik seputar wanita cantik dan tak jarang beberapa wanita yang di kenalkan Kakek Owen pada Calvin pada akhirnya merekalah yang menanganinya. Ini bukan satu atau dua kalinya. Tapi ini untuk kesekian kalinya.
"Kau itu sangat bodoh. Kau pintar dalam bebisnis tapi nama wanita saja kau tidak hapal, bahkan wajah mereka juga tidak kau ingat," celetuk Jayden membuat Tom tertegun.
Mendengar kalimat itu tiba-tiba Tom kembali memikirkan Catherine. Benar yang di katakan Jayden. Selama ini Calvin selalu melupakan wajah para wanita yang ditemuinya, tapi kenapa Calvin masih ingat dengan Catherine? Bahkan setelah membawa wanita itu ke kantor polisi.
"Tapi kau masih ingat dengan Catherine, kenapa?" tanya Tom penasaran.
Calvin memalingkan wajahnya. Ah, lelaki ini kenapa membahas masalah itu lagi. Dia sendiri tidak tahu jawabannya kenapa masih ingat dengan Catherine dan ingin terus mengganggunya, lalu bagaimana dia akan menjawabnya?
"Kalian membuang waktu kerja saja. Bukankah ini sudah masuk jam kerja?" Calvin berharap dia berhasil mengalihkan pembicaraan mereka untuk yang kedua kalinya.
"Aku sudah menyelesaikan pekerjaanku," jawab Tom dan diiringi anggukan Jayden.
"Kalau begitu biarkan aku bekerja. Kalian keluarlah," perintah Calvin dan berdiri. Dia berjalan ke arah mejanya dan kembali duduk disana.
Aku tahu kau mencoba menghindar dari pertanyaanku, batin Tom dan tersenyum lalu berdiri.
Tom dan Jayden pun pergi dari ruangan Calvin. Calvin menghela napas panjang dan kembali mengeluarkan buku itu. Untuk kesekian kalinya perasaan Calvin di aduk-aduk saat membaca buku catatan Catherine. Bahkan Calvin merobek selembar kertas dari buku itu yang isinya sebuah puisi untuk seseorang yang pernah Catherine kagumi saat menginjak sekolah menengah atas. Dan lelaki itu pula yang pernah menjadi bagian dari kebahagiaan Catherine. Lelaki yang berfoto bersama dengan Catherine. Dan Calvin tidak menyadari hal itu.
Semilir angin di musim semi itu
Membuatku mengingat wajahmu
Seperti bintang berjalan menuju matamu
Dadaku sulit bernapas saat kau menatapku.
Aku bisa melihat sinar bintang dari matamu.
Sekali kau memandangku waktu itu
Aku masih mengingatnya.
Bahkan saat aku menutup mataku
Perasaanku yang melukis wajahmu di hati dan pikiranku.
Kain putih dengan setitik noda merah itu masih kujaga.
Bahkan aku tidak membiarkannya hilang.
Di kain putih itu terdapat darahmu yang suatu saat nanti akan aku ambil
Sehingga aliran darah kita bisa bersatu mengalir di nadiku
Sehingga namamu akan selalu ada di dalam hati dan pikiranku.
Untukmu,
Seluruh hati dan perasaanku.
Terrel Lincoln.
Calvin memandangi kertas itu sebelum meremasnya dan membuangnya ke tempat sampah.
~
TBC
~