Happy Reading^-^
Maaf kalau nemu typo yah
Sebuah ide yang muncul di otak Calvin membuat lelaki itu tersenyum samar. Wanita itu memang perlu di beri pelajaran. Calvin meraih telepon dan menghubungi sekretarisnya yang ada di depan.
"Selamat pagi, sir."
"Cari tahu apa keperluan Catherine Sea datang ke kantor," perintahnya lalu memutuskan sambungan telepon.
Calvin harus tahu apa keperluan wanita itu datang ke kantornya supaya bisa menjalankan rencananya. Wanita itu sudah berani menyentuh sesuatu yang menjadi miliknya, jadi bagi Calvin dia pantas di hukum. Calvin melirik ke arah teleponnya yang berbunyi. Tanpa menunggu waktu Calvin langsung mengangkat telepon itu.
"Ms. Catherine Sea datang ke perusahaan untuk melamar kerja di bagian staf accounting, sir. Hari ini Ms. Sea baru selesai tes wawancara," jelas Jillian, sekretarisnya.
"Dia tidak akan di terima di bagian Accounting. Dia akan di terima sebagai sekretarisku. Beritahukan hal itu."
"Iya?" Jillian tertegun mendengar perintah tuannya. Sekretaris? Lalu bagaimana dengan dirinya?
"Kau tidak mendengarku?"
"Baik sir. Saya akan sampaikan," jawab Jillian dan langsung diam membeku saat Calvin memutuskan sambungan teleponnya.
Calvin menyeringai. Dia akan menang. Wanita itu akan menjadi sekretarisnya dan dengan begitu Calvin bisa menghukumnya setiap hari. Walaupun wanita itu selalu mengelak dan tidak mau mengaku sudah mengambil ponselnya, Calvin yakin wanita itu pasti mengenal pencuri yang mengambil ponselnya. Dan mereka sedang memainkan drama karena tidak mau mengakuinya.
~
Catherine pulang kegirangan. Dia tidak berhenti tersenyum. Namun, satu hal yang dia lupa membuat Catherine menghentikan langkahnya tiba-tiba. Kenapa dia melupakan satu hal yang sangat penting itu? Dia tidak punya ponsel karena ponselnya sudah rusak dan dengan bodohnya menuliskan nomer lamanya di formulir itu. Sontak Catherine memukul kepalanya sendiri. Astaga. Dia benar-benar sangat ceroboh hari ini. Dia melakukan banyak kesalahan bahkan sebelum mulai bekerja.
"Bodoh bodoh bodoh!" gerutu Catherine pada dirinya sendiri.
Tanpa menunggu lama Catherine memutar langkahnya. Dia berlari secepat yang dia bisa. Untungnya dia belum sempat naik busway tadi. Catherine berlari hingga sampai di depan kantor. Dia menundukkan tubuhnya dan terengah-engah. Wajahnya sudah berantakan akibat lari tadi. Catherine menghela napas panjang dan merapikan dirinya sebelum berjalan masuk ke kantor itu.
"Maaf, apa aku bisa bertemu dengan orang yang bertugas mewawancari kerja hari ini?" tanya Catherine pada resepsionist itu.
"Apa anda sudah membuat janji sebelumnya?"
"Jadi begini, aku belum membuat janji. Kau tidak ingat aku? Aku yang tadi datang kemari untuk melamar kerja. Sebenarnya ada kesalahan teknis dan aku ingin menjelaskannya padanya. Jadi, apa aku bisa bertemu dengannya?"
"Maaf nona, anda tidak bisa menemuinya."
Catherine mendesah kesal. Ini salahnya. Kalau saja dia bisa lebih teliti, ini semua tidak akan terjadi. Apa dia harus menunggu hingga jam makan siang? Catherine berdiri gusar di depan meja resepsionist itu. Dia bingung harus melakukan apa sekarang. Wawancara yang sangat berjalan baik akan berakhir mengerikan seperti ini.
"Kau yakin aku tidak bisa bertemu dengannya?"
"Maaf nona, anda tidak bisa," kekeuh resepsionist itu yang mulai kesal dengan tingkah Catherine.
"Baiklah, terima kasih," Catherine menghela napas putus asa. Dia berjalan keluar dari kantor itu.
"Hei."
Catherine menghentikan langkahnya dan berbalik. Dia melihat lelaki yang dua jam lalu memperkenalkan dirinya. Lelaki itu berjalan cepat ke arahnya sembari memperhatikan sekeliling. Seperti takut ada yang melihat Catherine disana.
"Kau ada masalah?" tanya Tom.
"Ah, begini. Aku ... "
"Ikutlah denganku," pinta Tom dan menggandeng Catherine masuk ke lift. Tom khawatir jika Calvin akan melihat Catherine di kantornya. Dia bisa melihat Calvin membenci wanita itu, jadi tidak di ragukan lagi Calvin pasti akan melakukan sesuatu jika melihat Catherine ada disana. Meskipun kemungkinannya sangat kecil karena selama ini Calvin tidak peduli dengan orang lain.
Catherine hanya mengikuti Tom. Mereka sedang menuju ke lantai empat, lantai ruangannya dan juga Jayden. Saat lift terbuka, Tom mempersilakan Catherine masuk ke ruangannya.
"Masuklah."
"Kau ... juga bekerja disini?" tanya Catherine saat sudah masuk ke ruangan Tom.
Tom tersenyum, "kau ingin minum apa?"
"Air putih saja," jawab Catherine.
Tom memberikan segelas air putih pada Catherine dan mempersilakannya duduk. Mereka duduk di sofa. Setelah memastikan Catherine minum, Tom ingin berbicara dengannya.
"Siapa namamu?"
"Catherine Sea, kau bisa memanggilku Keth," jawab Catherine dan meletakkan gelas kosongnya di atas meja.
"Kau bisa memanggilku Tom. Ada apa kau datang lagi kesini?" tanya Tom penasaran.
"Begini, aku lupa kalau ponselku rusak dan aku memberikan nomer ponsel lamaku. Aku takut mereka tidak bisa menghubungiku sewaktu aku di terima bekerja disini. Jadi, aku datang lagi hanya ingin menyampaikan hal itu."
"Nanti aku yang akan menyampaikannya."
"Benarkah?"
"Iya," jawab Tom membuat Catherine menghela napas lega.
"Kalau begitu, aku akan pulang sekarang. Sepertinya kau juga harus kembali bekerja."
Tom mengangguk dan mengantar Catherine hingga keluar dari ruangannya. Tom ingin mengantar Catherine hingga keluar dari kantor, tapi wanita itu menolaknya.
Jayden keluar dari ruangannya dan berniat untuk menemui Calvin. Tapi dia berdiri di ambang pintu saat memperhatikan Tom dan Catherine di depan ruangan Tom. Jayden mencoba mengingat wajah Catherine karena dia tidak terlalu paham dengan wanita itu. Setelah melihat Catherine masuk ke lift, dia menghampiri Tom.
"Siapa wanita itu?" tanya Jayden.
"Catherine Sea, wanita yang waktu itu di bawa ke kantor polisi oleh Calvin."
"Kau berhubungan dengannya?!" tanya Jayden cepat.
"Tidak. Aku hanya kasihan saja padanya mengingat waktu malam itu," jawab Tom dan masuk ke ruangannya disusul Jayden. Jayden yang menutup pintu ruangan Tom.
"Apa Calvin tahu kalau dia datang kemari?" tanya Jayden ragu.
"Sepertinya iya."
"Lalu untuk apa wanita itu datang kemari?"
"Dia ingin melamar kerja disini."
"Apa!?" Jayden meninggikan suaranya karena terkejut, "apa dia tidak tahu kalau kantor ini milik Calvin?"
"Sepertinya tidak, kalau dia tahu dia juga tidak akan kesini."
"Benar juga," gumam Jayden lalu mereka saling diam. "Aku akan ke ruangan Calvin sebentar," pamit Jayden dan keluar dari ruangan Tom.
~
"Maaf nona," panggil resepsionist itu saat Catherine berjalan melewatinya.
Catherine menoleh dan menghampiri resepsionist itu lagi, "iya? Kau memanggilku?"
"Mr. Kenneth ingin bertemu dengan anda."
"Mr. Kenneth?" Catherine mengernyit bingung. Siapa orang itu?
Setelah resepsionist itu memberitahukan ruangan Mr. Kenneth, Catherine pergi sesuai petunjuknya. Dia tertegun dan merasa senang karena tahu Mr. Kenneth, orang yang dia cari, Catherine akan bisa bertemu dengannya dan menjelaskan kesalahannya dalam mengisi formulir. Dia tahu mungkin Mr. Kenneth tidak berpikir untuk menerimanya bekerja karena keteledoran Catherine sendiri.
"Selamat pagi, Ms. Sea."
"Selamat pagi," jawab Catherine dan duduk di depan meja Mr. Kenneth.
"Ada yang ingin saya beritahukan kepada anda. Sebetulnya saya akan menghubungi anda, tapi mengetahui kalau anda mencari saya, jadi saya tidak perlu menghubungi anda."
"Apa, yang ingin ... anda katakan Mr. Kenneth?" tanya Catherine ragu.
Mr. Kenneth mengulurkan tangannya pada Catherine. Catherine menerima jabatan tangan darinya dengan harap-harap cemas. Dirinya membalas senyuman Mr. Kenneth dengan kaku. Dia tidak tahu kenapa lelaki di depannya itu menjabat tangannya dan tersenyum padanya. Apa itu tandanya Catherine di terima bekerja disana? Tidak mungkin secepat itu.
"Selamat, anda di terima bekerja di perusahaan ini. Saya akan mengantar anda langsung menuju ruangan anda."
Catherine membelalakkan matanya tidak percaya. Dia akhirnya diterima bekerja di perusahaan internasional itu? Sungguh kebanggaan untuknya.
"A-anda tidak sedang bercanda kan?"
Mr. Kenneth tersenyum dan menggeleng, "tidak," jawabnya lalu berdiri, "mari, saya akan mengantar anda ke ruangan kerja anda yang baru."
Catherine mengangguk senang dan mengikuti Mr. Kenneth. Dia tersenyum hingga merasa giginya menjadi kering seketika. Dia sangat bahagia saat ini. Akhirnya Catherine tidak akan merepotkan Alexa. Dia tidak ingin jika merepotkan orang lain. Kalau saja Alexa tidak memaksanya, Catherine tidak akan tinggal dengannya. Senyum Catherine memudar perlahan saat tahu kalau Mr. Kenneth menekan tombol menuju lantai paling atas di perusahaan itu. Apa ruangan staf kantor ada di lantai atas? Sejak kapan?
Catherine mengerutkan keningnya dan merasa ragu saat mereka keluar dari lift, "permisi. Maaf, Sir. Sepertinya anda salah ruangan. Saya ... apa ini ruangan untuk staf kantor?"
Mr. Kenneth menahan langkahnya di depan lift, "maaf, saya lupa memberitahu anda kalau anda di terima di perusahaan ini sebagai seorang sekretaris."
"Se-sekretaris!?" tanya Catherine tak percaya. Suaranya cukup keras sampai dia yakin Mr. Kenneth sedikit terkejut.
"Benar, Ms. Sea. Mari saya antar anda ke ruangan Mr. Myles."
Catherine merasa sedikit ragu mengikuti lelaki itu. Bagaimana bisa dia mendaftar sebagai staf accounting dan tiba-tiba di terima sebagai seorang sekretaris? Catherine mengernyit bingung melihat tatapan seorang wanita yang berdiri di meja yang letaknya tak jauh dari pintu besar yang cukup tinggi itu. Dan Catherine yakin pasti pintu itulah yang menjadi pembatas ruangan pemilik ruangan di dalam dan di luar.
"Selamat siang, Mr. Kenneth," sapa Jillian dan melirik tak suka ke arah Catherine.
Catherine hanya mengerutkan dagunya dan menundukkan kepalanya sekilas sebelum Mr. Kenneth membukakan pintu besar dan tinggi itu untuknya.
"Silakan masuk, Mr. Myles ingin bertemu dengan anda," ucap Mr. Kenneth.
Catherine menghela napas pelan lalu masuk ke dalam. Mr. Kenneth langsung menutup pintunya. Dia melirik ke arah Jillian yang terlihat sedang menekuk wajahnya.
"Ada apa denganmu?" tanya Mr. Kenneth.
Jillian memaksakan diri untuk tersenyum. Padahal saat ini dia tidak ingin tersenyum. Dia hanya tidak paham dengan bosnya. Sejak kapan bosnya sudah mempersilakan orang asing masuk ke ruangannya? Bahkan dia sendiri yang sudah bekerja disana hampir dua tahun hanya di perbolehkan masuk setiap sekali dalam sehari, itupun jika dimejanya sudah tertumpuk banyak berkas yang mengantri untuk bosnya tanda tangani.
~
Catherine menoleh ke belakang saat mendengar pintu itu tertutup. Dia mulai memperhatikan ruangan yang sangat luas itu. Bahkan jika di bandingkan dengan apartemen miliknya yang sangat sederhana itu, ruangan ini memiliki luas tiga kali lipat. Catherine tertegun melihat sosok lelaki berjas hitam yang berdiri di depan dinding kaca. Lelaki itu berdiri membelakanginya. Catherine bisa melihat seperti apa sosok lelaki itu hanya dari melihat punggungnya yang kokoh itu. Apa dia bos barunya? Apa bos barunya masih muda? Apakah tampan? Apakah bos barunya sudah mempunyai kekasih? Tanpa sadar Catherine tersenyum geli mengetahui isi di dalam kepalanya. Dengan langkah sangat pelan Catherine mendekati meja lelaki itu.
"Selamat pagi, Sir," sapa Catherine gugup. Dia yakin pasti bos barunya itu bisa menangkap kegugupan suaranya.
"Saya Catherine Sea," Catherine memperkenalkan dirinya dengan sangat ragu karena tidak mendapatkan sedikit pun respon dari bosnya itu.
Catherine diam sesaat. Dia mengernyit menatap lelaki itu. Bosnya itu berdiri dan bergeming. Tak ada suara dari dirinya. Bahkan Catherine tidak bisa mendengar desah napas lelaki itu. Apa bosnya tuli?
"Selamat siang, Sir. Saya Catherine Sea. Saya ... " Catherine mengulangi ucapannya dengan suara keras. Suaranya tertahan seketika saat lelaki itu berbalik menatapnya.
Catherine masih membuka mulutnya. Matanya membelalak sempurna. Dia mematung tanpa bergerak sedikit pun melihat lelaki yang sangat di bencinya itu ternyata adalah bosnya. Reflek Catherine membaca papan nama lelaki itu di atas meja. Disana tertulis nama Calvin Myles sebagai pemilik perusahaan itu.
"Kau?!!"
Calvin menyeringai dan memasukkan kedua tangannya di saku celananya, "selamat datang, pencuri."
"Sudah ku katakan, aku bukan pencuri!"
"Lalu aku harus memanggilmu apa? Catherine ... Sea?" Calvin menaikkan alisnya. Dia memutari meja dan berdiri tepat di depan Catherine. Tatapannya mengawasi Catherine dari atas hingga bawah, "kau tidak pantas di panggil dengan namamu."
Catherine menatap tajam ke arah Calvin. Dia mengepalkan kedua tangannya. Ingin sekali rasanya Catherine memukul bibir lelaki di depannya itu yang terus memanggilnya dengan sebutan mengerikan itu.
"Kutu kaki?" Calvin mengucapkannya dengan nada bertanya. Lalu dia tersenyum, "benar. Kau sangat pantas di panggil dengan sebutan itu. Karena orang sepertimu sangat mengerikan seperti kutu dan bau kakimu sangat menyengat."
Pppllaakk
Wajah Catherine memerah karena emosinya. Dia menampar Calvin begitu saja karena mendengar hinaan dari lelaki itu. Dia tidak bisa diam begitu saja. Lelaki itu sudah terlalu banyak berbicara.
"Dengarkan aku baik-baik! Aku! Catherine Sea tidak akan pernah bersedia bekerja di kantor menjijikkan milikmu ini! Karena pemilik kantornya sendiri tidak bisa menjaga mulutnya dengan baik!"
Calvin tersenyum miring. Dia memegang pipinya lalu menegakkan wajahnya. Dirinya kembali memasukkan tangannya kedalam saku celananya.
"Aku tidak yakin hal itu."
"Aku akan membuktikannya padamu!" teriak Catherine lalu melirik ke arah gelas yang ada di atas meja Calvin. Dia meraih gelas berisi air putih itu lalu menumpahkannya tepat di depan wajah Calvin, "aku akan membuktikannya, mulut kotor!" sentaknya lalu berbalik dan pergi keluar ruangan.
"Hei!!" sentak Calvin hingga suaranya terdengar keluar.
Namun Catherine mengabaikannya, dia tetap berjalan keluar. Jillian, sekretaris itu sempat terkejut saat mendengar gertakan Calvin dan bantingan pintu Catherine. Meskipun bosnya itu jarang bertemu dengan orang, dia belum pernah mendengar bosnya menggertak seseorang sekeras itu. Bosnya hanya berbicara dingin dan seperlunya. Meskipun begitu, Jillian lebih memilih untuk tidak berbicara terlalu lama dengannya setelah mendengar nada dingin lelaki itu. Dan sekarang? Suara gertakan bosnya masih mengganggu telinganya meskipun sudah tak terdengar lagi.
"Aku sarankan padamu, berhentilah bekerja disini. Aku lebih memilih tidak bekerja sama sekali jika harus bekerja dengan orang seperti itu!" Catherine berbicara cepat pada Jillian sebelum masuk ke dalam lift.
Di depan lift, Catherine berpapasan dengan Jayden. Tapi sepertinya Catherine tidak sadar kalau Jayden adalah teman Calvin. Catherine hanya masuk ke dalam lift sedetik setelah Jayden keluar. Lelaki itu masih memperhatikan raut wajah Catherine saat pintu itu mulai tertutup.
~
TBC
~