Maria dengan wajah sumringah sibuk mengeluarkan sesuatu yang wanita itu simpan di dalam kolong ranjangnya. Ada 3 dus ukuran sedang dengan satu kotak kecil di hiasi pita warna merah yang Maria keluarkan dari kolong ranjangnya.
Hanin sudah menawarkan diri untuk membantu kakaknya, tapi Maria menolak tegas. Cukup di bantu Kamal , Hanin tak perlu capek-capek. Cukup duduk diam, dan manis di atas sofa sambil menonton tv.
Hanin menurut, tak memaksa agar kakaknya membiarkan dirinya ikut menolong. Walau sesungguhnya Hanin penasaran dengan apa yang sedang di lakukan oleh kakanya, dan kekasihnya Kamal di belakangnya saat ini. Dengan dus-dus yang entah berisi apa itu.
Nggak apa-apa kan, Hanin masih menyebut Kamal sebagai kekasihnya? Karena faktanya Kamal masihlah kekasihnya. Tak pernah ada kata putus di antara mereka.
Di saat Kamal pergi meninggalkannya untuk ijin mengurus berkas untuk mendaftar kuliah. Bahkan Kamal membisikkan kata-kata tepat di depan telinga Hanin, agar Hanin tetap bertahan , dan menjadi kekasihnya apapun yang terjadi. Masa lalu Kamal yang buruk, dan hina, intinya Kamal mengucap kata itu sebelum ia pergi meninggalkan Hanin tanpa kata perpisahan 4 tahun yang lalu.
Kamal berbisik dengan nada yang sangat memohon agar Hanin mau bertahan dengannya, mencintai dirinya juga.
Apakah Kakak Kamal-nya sedang merencanakam sesuatu? Yang melibatkan kakaknya, mama, dan papanya untuk memberinya kejutan.
Ya, Hanin sangat berharap apa yang ia pikirkan saat ini, itu lah faktanya yang sedang di lakukan, dan di rencanakan oleh Kamal. Bersama dengan keluarganya.
Kamal pasti sedang mengerjainya. Memberi ia kejutan yang luar biasa , dan menawan untuk dirinya. Pasti begitu. Apalagi Hanin sudah 4 tahun panjang hanya mengabdikan hati, pikiran, dan hidupnya hanya untuk Kamal seorang. Walau saat ini, Hanin dengan terpaksa----.
"Hanin. Bisa bantu kakak?"Ucap suara itu sedikit keras. Karena Hanin tak menyahut panggilan kakaknya beberapa kali. Kali ketiga, panggilan Maria baru di dengar oleh Hanin.
"Ya kak?"Hanin terkejut bukan main, tapi Hanin mampu menguasai dirinya dengan cepat. Bangkit dari dudukkan, dan melangkah tergesa mendekat pada kakaknya, dan Kamal yang duduk bersampingan di ats ranjang besar, dan lebar kakaknya.
Hanin menatap pada Kamal yang seakan tak menganggap ada Hanin bersama mereka saat ini. Secuilpun Kamal betah dengan tatapan tajamnya pada dua buah baju warna hitam yang ada dalam genggamannya saat ini.
"Kamu melamun? Apa ada masalah?"
Pertanyaan Maria membuat Hanin segera menarik kedua matanya dari wajah Kamal yang saat ini sedang menatap wajah cantik Maria. Bahkan Kamal menyingkirkan anakan rambut nakal yang menutupi wajah Maria ke belakang telinga Maria.
"Nggak ada, Kak. Masih kebayang sama n****+ yang Hanin baca tadi."Ucap Hanin dengan senyum getirnya.
Hanin mendapat lemparan sisa kardus sobek di dadanya. Siapa lagi pelakunya, kalau bukan Maria. Kamal hanya diam mengunci mulutnya di samping Maria.
"Halu, kamu. Kamu bantu kasih saran, ya."Ucap Maria tanpa menatap Hanin kali ini. Sibuk menatap kearah barang-barangnya yang berserakan di atas ranjang.
Hanin mengikuti arah pandang kakaknya.
Ada Bantal cinta, Kaos couple warna hitam gambar tangan tulisan di masing-masing baju ' Together, dan Forever', Ada perlengkapan gambar, dan melukis, ada poster yang berisi tulisan ' Saya Cinta Padamu', ada kamera, banyak bahkan hati Hanin lelah menyebut, dan membaca satu demi satu barang yang berasal dari dalam 2 dus yang sudah kakaknya buka, dan di simpan di dalam kolong ranjangnya selama ini.
"Bagus banget, Kak. Kaos couple-nya unik. Gambar tan---"
"Iya, Nih. Calon suami aku pintar, ya. Dia yang ngasih ini semua. Dari satu tahun yang lalu. Selama 12 bulan sudah kami jalin hubugan, setiap sekali sebulan dia ngirim ini untuk kakak. Romantis sekali, ya? Dan buka-nya di saat ia sudah balik. Makanya kakak nggak sabar. Bukanya saat ini aja. Bagus banget. Makasih, Sayang."Ucap Maria ceriwis tanpa menatap pada adiknya Hanin.
Dan ucapan terimah kasih Maria di balas dengan kecupan lembut oleh Kamal pada pelipis Maria dalam waktu yang cukup lama.
Kedua lutut Hanin demi Tuhan, bergetar kecil di bawah sana, Hanin juga rasanya ingin ambruk, tak mampu menahan beban tubuhnya lagi. Tapi, Hanin menahan tangisannya, kekuatan tubuhnya agar ia tidak roboh saat ini. Hanin masih berharap. Kakaknya, dan Kak Kamal masih ingin mengerjainya. Pasti seperti itu.
"Tolong bukain kardus yang masih ada di bawah lantai itu, Nin."Pinta Maria dengan nada lembut, dan hangatnya.
Hanin menelan ludahnya kasar. Mengangguk tanpa mengeluarkan suaranya.
Sebelum Hanin menjatuhkan dirinya di atas lantai. Hanin melirik kearah Kamal yang melirik dengan lirikan tajam, penuh benci, dan sinis pada dirinya saat ini. Membuat Hanin cepat-cepat memutuskan tatapan keduanya.
Membuka kardus seperti apa yang di perintahkan oleh kakaknya.
"Ijin ke toilet bentar, Kamal. Mau pipis."Ucap Maria manja.
Hanin pura-pura tak mendengar kali ini.
Tapi, di saat kardus yang di suruh kakaknya buka, dan sudah terbuka saat ini.
Air mata yang di tahan Hanin sedari tadi langsung menetes. Membasahi foto ukuran 10×10 yang ada dalam kardus itu.
Hanin menggigit bibirnya kuat dengan tangan yang sedikit bergetar. Mengambil puluhan lembar foto yang ada dalam kardus itu.
Ada foto kakaknya yang sedang menonton dengan Kamal. Ada foto kakanya yang sedang mencium bibir Kamal. Dan yang lebih pahit untuk Hanin lihat, dan ketahui, ada foto Kamal yang sedang wisuda.
Di dalam foto yang sedang Hanin tatap dengan dalam saat ini, ada mamanya, papanya, dan kakaknya. mereka memakai baju seragam seakan sebuah keluarga kecil yang terlihat sangat bahagia, dan serasi di mata Hanin.
Foto di ambil 1 bulan yang lalu. Jadi, ini alasan mama, papa, dan kakaknya meminta ijin keluar kota, meninggalkan dirinya 1 bulan yang lalu selama 3 hari? Mereka pergi untuk menghadiri acara wisuda Kamal?
Di anggap apa dirinya?
Hanin memejamkan matanya pahit.
1 yang sudah Hanin simpulkan saat ini.
Kamal sedang tidak mengerjainya, tidak menyiapkan kejutan untuk dirinya. Tapi, laki-laki itu saat ini bahkan sejak 1 tahun yang lalu, nyata menyakiti hatinya dengan sangat dalam seperti saat ini.
"Nanti Maria kesal. Letakkan cepat foto-foto itu di atas ranjang."Ucap suara itu datar.
Hanin segera mengangkat pandangannya. Menatap pada Kamal yang bahkan sudah berdiri di depannya saat ini.
Hanin membelalakan matanya kaget. Kamal pasalnya sedang membuka pakaiannya saat ini. Kamal ingin apa?
Tapi, tatapan, dan pikiran Hanin tak lagi pada Kamal yang bahkan sudah bertelanjang d**a saat ini. Kedua mata Hanin berpusat pada lengan kanan Kamal.
Foto yang Hanin genggam. Jatuh begitu saja dari genggamannya.
Dengan ngeri, dan jantung berdebar kencang. Hanin bangkit dari sumpuhannya di atas lantai.
Berjalan dengan pandangan yang tak lepas dari lengan kanan Kamal.
Bahkan Hanin saat ini sudah menyentuh lengan kanan Kamal dengan sentuhan lembut, dan tangan yang terlihat bergetar hebat.
"Ini... tangan kakak kenapa? Bekas lukanya besar, dan dalam sekali. Apa yang terjadi dengan kakak?"Tanya Hanin dengan suara tercekatnya.
Dan Hanin tersentak kaget di saat Kamal menepis kasar tangannya, dan mendorong tubuh Hanin kuat. Untung saja Hanin terjatuh di atas ranjang. Sedangkan Kamal dengan cepat memakai kaos couple warna hitam tadi, menutupi cepat lengannya yang memiliki bekas jahitan, dan luka sayatan besar yang dalam. Dengan tatapan yang menatap penuh benci, sinis, dan muak pada Hanin. Tapi, Hanin nggak buta. Kedua mata Kamal terlihat berkaca-kaca saat ini. Sumpah.
"Jangan pernah lancang menyentuh tubuhku lagi setelah ini. Kamu bukan siapa-siapa diriku lagi. Ingat itu. Aku adalah calon kakak iparmu!"
"Kisah kita 4 tahun yang lalu. Aku menggangapnya adalah sebuah kesalahan, dan ke khilafan fatal yang pernah aku lakukan dalam hidupku. Dengar, dan Ingat itu, Hanin!"
Tbc
Sakit banget jadi Hanin wkw