TIGA

772 Words
Maaf banyak typo Hanin tersenyum konyol, dan menghapus cepat air matanya di saat sekali lagi semua orang menatap dengan tatapan penuh tanya kearahnya saat ini. Tersenyum konyol  dengan hati yang sangat sakit, tak percaya, dan sangat kaget saat ini. Akan semua yang ia lihat, dan dengar barusan. "Hanin... Sini sayang. "Mamanya, Ratih  melambai lembut pada anaknya Hanin. Memanggil Hanin agar Hanin duduk di sampingnya. "Hanis nangis, Ma."Itu suara Maria. Membuat Hanin sekali lagi kembali melempar senyum konyol, menghapus lagi jejak air mata di pipinya, dan melempar senyum lebar pada kakaknya Maria yang terlihat sangat bahagia saat ini duduk di samping papa mereka. "Hehehe, iyah, Kak. Novel yang Hanin baca tadi sangat sedih,  ke bawa sampe sekarang. "Ucap Hanin dengan suara bergetarnya... Hanin mendapat cubitan pelan dari mamanya di saat baru saja  p****t Hanin mendarat di sofa. Mamanya terlihat menggelengkan kepalanya tak percaya. Sehanyut itu anaknya dalam menikmati tulisan yang palingan hanya cerita fiksi itu. "Hanin mah beda sama kakaknya, Maria. Dia lebih suka baca, tapi bacaannya novel. Kakaknya Maria dia lebih suka gambar, ya, Ma."Timpal Papa Hanin,  Faiz. Mama Hanin terlihat menganggukan kepalanya setuju, dan membenarkan ucapan suaminya barusan tentang anak-anak mereka. "Saya sudah menunggu terlalu lama. Bisakah pernikahan kami di percepat?"Tanya suara itu terdengar tegas, dan penuh keyakinan. Membuat semua orang menatap pada pemilk suara barusan. Haiful Kamal Akbar. Duduk dengan tegap di sofa panjang di seberang Hanin, Mamanya, Papanya, dan Maria. Duduk di  apit kanan kiri oleh orang-orang kepercayaan papanya yang sudah meninggal. Yang membantu dirinya untuk datang lamaran hari ini. Percayalah, rasanya jantung Hanin ingin terlepas keluar dari rongganya. Debarannya sangat kencang di iringi dengan rasa sakit, dan sesak yang menyiksa. Dan untuk menimalisir rasa sakit itu, diam-diam tangan Hanin meremas pahanya kuat , dan untung saja Hanin memakai dress longar sehingga kedua tangannya yang melukai pahanya tidak terlihat oleh siapapun. "Kami sebagai orang tua, apa yang di inginkan oleh anak kami Maria kami setuju-setuju saja.  Kecuali tahun lalu. Kami menunda, dan tak langsung menerima lamaran darimu, posisi kamu masih kuliah. Kami ingin yang terbaik untuk anak kami. Masa depannya cerah, dan kehidupan kalian sejahtera kalau kamu sudah selesai kuliah terus bekerja. "Ucap Papa Faiz bijak sembari menatap lembut pada anaknya Maria yang terlihat sangat-sangat bahagia saat ini. "Bagaimana Maria? Kamu setuju kalau kita menikah saja minggu depan kalau bisa. Secara agama dulu. Bulan depan baru kita mengadakan pesta pernikahan yang mewah. Seperti yang sering kamu cerita  sama aku selama setahun ini, Sayang." Deg Ucapan dengan nada lembut Kamal di atas membuat Hanin sontak berdiri kaget dari dudukkannya. Membuat semua orang kembali menatap penuh tanya kearahnya saat ini. Dan sekali lagi, Hanin kembali melempar senyum konyol, menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan eskpresi yang orang yang hampir  menangis saat ini. Demi Tuhan, hampir menangis.  Hanin shock, dan tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan dari mulut Kamal. Sejak 1 tahun yang lalu? Bisik batinnya merepih di dalam sana. "Hanin... Kamu kenapa?"Tanya Mamanya bingung, dan terdengar agak kesal. "Nggak apa-apa, Ma. Kayak ada  semut yang gigit paha , Hanin."Ucap Hanin pelan, dan wanita itu masih sempatnya melempar senyum konyol pada mamanya. Mamanya mengangguk tanpa kata, menatap kembali pada anaknya Maria, dan Kamal yang terlihat sedang menatap dengan tatapan dalam satu sama lain saat ini. Sedangkan Hanin? Dengan lemas, kembali mendudukkan dirinya di samping mamanya.  Menatap dengan tatapan nyalang pada Kamal yang tak melirik sedikitpun kearah dirinya saat ini. Seakan ia hanya orang asing, seakan ia bagai tak ada di depan Kamal saat ini. Apa salahnya? Kenapa Kamal begitu kejam pada dirinya. Hanin bagai orang gila, mencari tahu keberadaannya, menghubunginya tapi tak pernah di respon oleh laki-laki itu. Sedangkan dengan kakaknya, mereka berhubungan sejak 1 tahun yang lalu. Tahun dimana  Hanin hampir putus asa  bahkan ingin mengakhiri hidupnya. Katakan Hanin bodoh, dan Hanin memang bodoh, tak masalah di anggap sangat bodoh karena rasa cintanya pada seorang laki-laki yang merupakan cinta pertamanya. "Aku mau. Aku setuju kita menikah secara agama dulu minggu depan. Kan kamu udah tanya sama aku tadi malam.  Aku jawabnya setujukan?"Ucap Maria dengan nada lembutnya. Dengan  seluruh tubuh bergetar hebat, Hanin mengangkat kepalanya yang menunduk, menatap kearah kakaknya, dan kamal yang terlihat sedang memeluk satu sama lain dengan pelukan yang erat, dan lembut bahkan Kamal saat ini terlihat melabuhkan ciuman  dalam, dan panjang pada kening Maria. Mereka? Tadi malam? Tadi malam Hanin bahkan berkhayal ia  bisa bertemu secara tak sengaja dengan Kamal hari ini.  Ya, Hanin, dan Kamal memang bertemu, dan pertemuan pertama mereka sejak 4 tahun berpisah, sangat-sangat lah  menyakitkan untuk Hanin rasakan seorang diri. Saat ini, detik ini, sakit sekali hatinya, Tuhan.... Apakah ia terlalu cinta? Terlalu bodoh atau ia hanya mencintai sendiri selama ini? Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD