SEBELAS
HAPPY READING
Hanin menajamkan pandangannya kearah depan sana. Kearah dua orang laki-laki tinggi tegap yang melangkah dengan langkah lebar menuju dirinya saat ini. Bukan menujunya, tapi sepertinya dua orang laki-laki itu akan jalan melewatinya saat ini.
Hanin dengan cepat menundukkan kepalanya dalam di saat seorang yang sangat Hanin kenal balas melihat kearahnya. Dengan tatapan yang sangat tajam, dan dalam. Orang itu adalah Kamal.
Kamal dengan setelan kerja yang di pakai laki-laki itu pagi tadi. Dengan seorang laki-laki tinggi tegap di sampingnya, yang lebih dewasa, dan matang di banding Kamal. Mengenakan celana bahan warna hitam, kemeja abu, dan jas warna putih bersih. Hanin menebak laki-laki yang ada di samping Kamal adalah seorang dokter. Melihat name tag yang ada di depan dadanya juga.
Dan saat Kamal melewatinya bagai orang asing, dan acuh tak acuh. Hanin sempat membaca name tag yang ada di depan d**a dokter di samping Kamal. Indra Thoriq, SP.OG. Jadi , orang di samping Kamal adalah seorang dokter kandungan?
Hanin menalan ludahnya kasar. Kakaknya hamil? Tapi, kalau kakaknya datang untuk mengecek atau mengontrol. Kenapa kakaknya tidak ada di sini? Atau kakaknya masih berada di ruangan Dokter Indra tadi?
Tapi, Kamal, dan Dokter Indra sudah keluar dari rumah sakit ini. Hanin melihatnya jelas sampai punggung Kamal maupun Dokter Indra sampai hilang dari pandangannya.
Saat ini, Hanin duduk di lobi rumah sakit. Hanin melupakan ponselnya di ruang perawatan keponakan Rama yang sakit. Rama tak ingin membuat Hanin capek, membuat Hanin harus duduk menunggu sendirian. Rama berjalan secepat yang laki-laki itu bisa di lihat oleh Hanin tadi. Agar ia tak di tinggalkan terlalu lama.
Seharusnya, mereka saat ini sudah berada di sebuah restoran untuk makan siang bersama. Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang saat ini. Tapi, di tengah jalan pada saat perjalanan menuju restoran, Rama mendapat telepon dari ibunya, mengabarkan tentang keponakan, anak kakak Rama yang tinggal dengan Rama, dan kedua orang tua Rama tiba-tiba demam tinggi, dan menggigil. Dan dengan wajah bersalah yang amat dalam, Rama mengajak untuk menjenguk, dan melihat dulu keponakannya.
Berakhir lah Hanin ada di sini. Di sebuah rumah sakit swasta ternama yang ada di kota ini, Mataram.
Hanin terlihat menarik nafas panjang. Lalu di hembuskan dengan perlahan oleh wanita itu. Kembali kedua manik cokelatnya menatap kearah pintu keluar-masuk. Hati kecilnya mendorong untuk melihat kesana, mungkin saja Kamal kembali memasuki rumah sakit ini walau logika, dan pikirannya menolak tegas agar ia jangan perduli lagi pada laki-laki yang bukan siapa-siapanya lagi.
Tapi, tunggu dulu! Kamal mengatakan padanya bukan, pagi tadi. Ia akan makan siang di luar bersama isterinya. Apakah tidak jadi?
"Sial! Stop Hanin. Seujung kukupun jangan kau nodai lagi pikiranmu dengan hal-hal yang nggak perlu, dan akan buat hati kamu sakit sendiri ujung-ujungnya!"Desis Hanin geram pada dirinya sendiri. Dirinya yang bodoh dan naif.
"Mereka suami isteri. Wajar kakakmu Maria hamil."Desis Hanin dengan nada pelannya. Bahkan telapak tangannya terlihat menggeplak kepalanya sendiri.
Tapi, Hanin menegang kaku di saat pergelangan tangannya di genggam lembut oleh seseorang. Dari aromanya, Hanin dapat menebak, Rama. Ya, Rama lah yang akhir-akhir ini selalu memperlakukannya dengan lembut. Seperti saat ini.
"Maaf. Aku minta maaf, Nin. Kamu pasti kesal udah nunggu aku lama. Makan siang kita ketunda, dan kamu telat makan siang, hari ini. Maafin aku, ya."Ucap Rama dengan tatapan menyesal, dan bersalah yang sangat kentara sekali di kedua pancaran sinar matanya yang tulus saat ini. Telapak tangannya yang agak kasar mengelus lembut, dan penuh kasih sayang puncak kepala Hanin.
Terasa hangat, nyaman, dan perhatian sekali. Tapi, Hanin merutuk pada hatinya yang tak berdesir sedikitpun untuk Rama.
Wajarkan? Masih butuh proses. Dan Hanin sekuat tenaga akan belajar mencintai Rama dengan segenap perasaannya, sebagaimana Rama mencintai Hanin dengan tulus, ikhlas, dan sabar selama ini. Selama 3 tahun panjang yang sudah Rama lalui sendiri dengan ketidakpastian dari Hanin.
Dan Hanin? Dengan ragu-ragu tapi dilakukannya juga. Melingkari kedua tangannya pada perut Rama yang empuk. Empuk karena Rama memiliki tubuh yang sedikit berisi. Hanin suka, terasa nyaman, dan empuk kalau di peluk seperti ini. Bahkan wajah Hanin tenggelam di depan d**a Rama yang berdiri di depan Hanin yang duduk, dan dengan senyum yang sangat lebar, Rama balas membalas pelukan lembut Hanin dengan sesekali kedua bibirnya mengecup lembut puncak kepala Hanin.
Kedua anak manusia itu berpelukan dengan mesra. Tanpa sadar sedikitpun, kalau ada seorang laki-laki yang berdiri di belakang pilar yang ada dalam lobi, menatapnya dengan tatapan terluka, benci, marah, cemburu semua membaur menjadi satu saat ini di kedua matanya.
Orang itu adalah Kamal, yang saat ini sudah membalikkan badannya dengan senyum licik, dan sinis yang tersungging begitu menyeramkan di kedua bibirnya yang tipis.
Permainan yang menyakitkan akan segera di mulai, Hanin sayang...
Bermesra-mesra lah dulu dengan Rama.....
Rama yang aku pastikan, tidak akan pernah bisa jadi suami kamu...
Karena kamu sebentar lagi, akan mengandung anakku,Hanin... ucap batin Kamal licik dan geram.
Dan sudah cukup, sesak dan sakit hati Kamal melihat Hanin dan Rama yang berpelukan dengan menjijikkan di depan sana. Kamal harus segera pergi dari rumah sakit sialan ini!
Sialan!
Tbc