10

1451 Words
SEPULUH Hanin menggenggam erat cincin yang di berikan oleh pramuniaga padanya 5 menit yang lalu. Cincin yang telah di pilih, dan ambil oleh Kamal. Bukan hanya cincin, tapi satu set perhiasan lengkap. Yang Hanin tenteng dalam sebuah paper bag. Satu set perhiasan dalam kotak segi empat, dan satu beludru warna merah bentuk hati yang Hanin genggam dengan tangan telanjangnya saat ini. Tapi, laki-laki itu , Kamal sendiri saat ini sudah pergi entah kemana. Meninggalkan Hanin, dan Kakaknya yang masih berada di dalam toilet. Kakaknya sepertinya sakit perut akut. Masa sedari tadi, dia terus keluar masuk toilet. Kakaknya sakit perut pasti karena minum minuman dingin yang di bawah Kamal dari rumah laki-laki itu. Pagi buta begini minus air es. Jelas, kakaknya pasti akan sakit perut. Dan cincinnya yang di buang oleh Kamal? Entah apa yang harus Hanin katakan pada Rama. Cincinya sudah hilang. Dengan takut-takut , dan terburu-buru Hanin mencari dengan bantuan senter ponselnya. Tapi, cincin pemberian Rama tetap tak bisa Hanin temukan. Hanin menyerah. Entah apa yang harus Hanin katakan pada Rama nanti. "Kamal mana?"Tanya Kakaknya mengagetkan Hanin. Hanin menatap dalam wajah kakaknya yang terlihat agak pucat saat ini. Bahkan kedua bibirnya juga terlihat pucat. Kakaknya benar-benar sakit saat ini. Membuat Hanin khawatir. "Kenapa diam? Kamal mana?"Tanya Maria dengan nada tak sabar kali ini, Maria juga melirik kearah papar bag yang di tenteng tangan kiri Hanin saat ini, dan tanpa Hanin duga, Maria merebut paper bag dari tangan Hanin. "Ini yang di beli Kamal? Kamal mana?"nada suara Maria naik satu oktaf. Maria mengedarkan pandangannya ke setiap sudut yang ada dalam toko, tapi tak ada Kamal yang Maria lihat. "Hanin nggak tau, Kak. Dia pergi begitu saja-----" Ucapan Hanin di potong telak oleh nada dering pesan yang berasal dari ponsel Maria. Maria mengambil cepat ponsel dalam tas selempangannya, dan membuka pesan itu cepat. Kamal❤ Ada pekerja yang mati di kantor secara tibat-tiba. Maaf, kita tidak bisa pulang bersama. Membeca sepenggal kata di atas. Kedua tangan Maria menggenggam erat ponselnya. Dadanya bergemuruh menahan rasa kesal, dan amarah. Apa-apaan ini? Masa dia di tinggal begitu saja oleh Kamal? Lebih penting, ah sial! Kamal seakan tak pernah serius padanya selama setahun belakangan ini. "Kakak? Kenapa? "Itu suara Hanin. Hanin menelan ludahnya kasar sekaligus menatap kakaknya bingung saat ini, melihat tatapan kakaknya yang tajam, dan penuh curiga saat ini pada dirinya. Ada apa? "Kamu nggak punya niat buat goda calon suami kakak, kan, Hanin? "Tanya Maria dengan nada tegasnya, membuat Hanin tersentak kaget, dan menatap kakaknya dengan tatapan tak percaya. "Kak. Apa yang----" "Diam dulu!"Desis Maria pelan. Hanin menurut. Kakaknya terlihat sangat kesal, dan sedang memendam amarah. Entah pesan dari siapa yang kakaknya buka, dan baca barusan. Pasalnya raut wajahnya terlihat sangat marah, kesal, muram semua membaur menjadi satu. "Aku melihat tanganmu di genggam Kamal tadi. Tapi perutku dengan sialannya kembali mules. " "Jadi, apa yang kalian lakukan di belakangku? Demi Tuhan, Hanin. Bertahun-tahun kakak memendam perasaan kakak pada Kamal. Dan entah keajaiban atau emang takdir kakak, Kamal mengagetkan kakak. Mengirim DM lewat Ig pada kakak 1 tahun yang lalu. Dia suka, dan cinta kakak." "Jadi, tolong..."Desis Marai kali ini dingin, dan memotong ucapannya. Membuat Hanin semakin menatap kakaknya dengan tatapan tak percaya saat ini dengan fakta baru yang ia ketahui barusan. Jadi? Kakaknya sudah suka Kamal dari dulu? "Jadi, tolong. Kamu jangan kagatalan sama calon suami kakakmu sendiri. Ingat itu!"Ucap Maria dengan nada tertahannya. Seakan menancap beribu jarum ke dalam d**a Hanin. Kakaknya tega berpikiran picik seperti itu padanya? Walau kenyataannnya Kamal adalah kekasihnya sebelumnya. Bahkan kakaknya, kalau Hanin terlambat. Mungkin satu tamparan kuat akan di dapat pipi sebelah kanan Hanin. Tapi, Hanin menahan cepat tangan kakaknya, dan menghempas tangan kakaknya agak kaut. Membuat wajah Maria terlihat semakin marah, dan merah. "Masih banyak laki-laki di dunia ini, Kak. Maaf, kakak nggak buta, dan tuli kan, tadi? Bahkan Hanin sudah di lamar oleh Rama. Kamal? Hanin nggak butuh laki-laki----" "Diam! Kamu pulang naik ojek atau angkot. Aku lagi marah, dan kesal sama kamu."Teriak Maria lepas kali ini. Membuat semua orang yang menonton diam-diam sedari tadi, kini menonton secara terang-terangan pada Hanin, dan Maria yang sedang cek cok sedari tadi. Hanin mengusap keningnya yang berpeluh saat ini. Kembali sisi egois, dan penuh curiga kakanya mencuat. Membiarkan Hanin harus naik ojek menuju terminal untuk naik bis atau naik ojek dari tempatnya saat ini menuju rumah, butuh waktu 50-60 menit dalam perjalanan. Dan di saat Hanin hampir saja naik di atas boncengan orang asing yang nggak Hanin kenal sedikitpun. Hanin mengurungkan niatnya, di saat ponsel yang ada dalam tas selempangannya berbunyi. Hanin ingin mengangkat ponsel terlebih dahulu. Siapa tahu pentingkan? Benar feeling Hanin. Orang yang menghubungi Hanin barusan adalah orang yang mengabarkan kalau kakaknya Maria dengan supirnya mengalami kecelakaan parah di depan Islamic center. Hanin sedikit terhuyung, lemas mendengar kabar buruk yang baru saja menimpa kakaknya. Hanin berharap kakaknya tidak kenapa-napa. Tapi, sayang. Doa dan harapan Hanin tidak di kabulkan oleh Tuhan di atas sana. Kakaknya mengalami kecelakaan parah. Kepalanya mengalami benturan yang cukup kuat. Kedua tangannya bahkan patah. Tapi, kondisi kedua kakinya yang sangat parah menurut Hanin. Karena kecelakaan itu membuat kakaknya harus kehilangan fungsi kakinya. Kakaknya lumpuh permanen kata dokter. Kakanya kecelakaan di saat 2 hari sebelum hari pernikahannya di laksanakan. Kakaknya hancur, takut Kamal membatalkan pernikahan mereka. Dan nyatanya? Dengan penuh keyakinan, dan tekad yang kuat. Kamal tetap menikahi kakaknya. Bahkan mereka melangsugkan akad di rumah sakit. Dengan kondisi kakaknya yang masih parah, dan kritis. Bodoh! Hanin bodoh sampai sekarang. Besarnya rasa cinta Kamal pada Kakaknya. Karena tetap menikahi kakaknya walau kakaknya sudah cacat sekalipun 4 bulan yang lalu. Dan fakta yang sangat pahit, dan sakit. Yang kadang, tak bisa Hanin percaya. Kadang juga Hanin percayai dengan hati hancur. Kamal mendekatinya selama 2 tahun ini hanya ingin mempermainkan, dan memanfaatkan dirinya. Tidak pernah ada cinta dari Kamal untuk dirinya. "Apa yang kamu lamunkan? Tentang kenangan indah kita di masa lalu? Sayangnya, itu hanya ke bhullsit-tan yang aku ciptakan hanya untuk menikmati setiap jengkal tubuh dan kulitmu, Hanin g****k!"Bisik Kamal tepat di depan wajah Hanin. Bahkan hidung mancung Kamal, dan Hanin sudah saling bersentuhan. Tapi, Hanin dengan cepat menarik mundur wajahnya. Berapa lama ia melamun? Bahkan posisi mereka masih berda di dapur saat ini. Matahari sudah memancarkan sinarnya dengan sangat terik di luar sana. "Hanin... apa yang kamu lamunkan barusan?"Tanya Kamal lagi, kali ini laki-laki itu terlihat menggenggam dagu Hanin. Hanin ingin menghindar. Tapi, telat. Kamal sudah merangkum dagunya kuat saat ini. "Kamu ingin tahu?"Bisik Hanin pelan. "Lepaskan dulu tanganmu di daguku!"Ucap Hanin dengan nada seriusnya. Kamal? Terlihat mengerutkan keningnya sebelum kekehan geli terbit di wajah Kamal yang terlihat memuakkan di mata Hanin saat ini. "Mama, dan Papa 5 menit lagi pulang. Mereka pasti kaget lihat posisi kita yang sangat intim saat ini----" "Aku melamunkan tentang masa lalu sialan yang pernah aku lewati denganmu dulu, puas?"Jerit Hanin tertahan. Kamal terlihat bungkam kali ini, menunggu kelanjutan ucapan dari Hanin. "Satu yang ingin aku tanyakan padamu. Supaya hatiku, pikiraku nggak bertanya-tanya lagi. Agar aku bisa membuka lembaran baru dengan orang yang baru, Kamal." Kamal masih bungkam, tapi kedua matanya menyorot tajam, dan dalam telat pada kedua manik cokelat Hanin saat ini. "Apakah benar kamu hanya memanfaatkanku selama kita menjalin hubungan?"Tanya Hanin dengan suara terpatah -patahnya. Bersamaan dengan Kamal yang melepaskan rangkumannya dari dagu Hanin. Kamal terlihat melipat kedua tangannya di depan d**a saat ini. Menatap Hanin dengan tatapan penuh penghinaan. "Ya, itu salah satu dari sekian alasan aku mendekatimu dulu, Hanin."Ucap Kamal dengan senyum tertahannya. Hanin menahan nafasnya kuat di saat Hanin menunggu dengan d**a berdebar kelanjutan ucapan Kamal yang masih panjang, dan banyak sepertinya... "Dan yang paling penting. Nggak mungkin bukan, seorang pangeran seperti aku menikah dengan cinderella? Ya, kamu di ibaratkan sebagai cinderella. Tapi, ini bukan dunia dongeng. Ini dunia nyata. Di dunia nyata cinderrela tak seburuntung itu untuk mendapatkan seorang pangeran sepertiku." "Jelas, aku akan lebih memilih puteri yang sesungguhnya. Yaitu Maria. Kakakmu dari pada kamu. Kenapa? Aku mengingat kata-kata mamaku. Menikah dengan orang yang jelas asal-usulnya. Kamu? Hanya anak angkat yang bahkan tidak jelas siapa ayah, dan ibu kamu, bukan? Itu alasan yang lainnya juga." "Terimah kasih sudah menyerahkan hal berharga milikmu pada seorang pangeran sepertiku----" "Kamu adalah seorang pangeran dari titisan iblis dari seluruh iblis yang ada di dunia ini. Begitu rendah, dan menjijikkan!"Ucap Hanin dengan nada dinginya walau kedua matanya terlihat hampir mengalirkan airnya saat ini. Dan segera berlari meninggalkan Kamal yang Hanin dorong kuat dadanya juga, membuat Kamal bahkan hampir jatuh terhuyung ke belakang. Tak menyangka, Hanin membalas pedas ucapan yang berisi hinaan yang paling kejam, yang pertama kali Kamal lempar untuk Hanin dengar. Untuk menyakiti hati wanita itu. Hanin? Begitu hina kah statusnya di keluarga ini? Karena Hanin hanya seorang anak angkat? Bukan seorang anak kandung? Seperti kakaknya Maria? Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD