12

1056 Words
Tampak seorang wanita bertubuh mungil dengan penampilan sederhana, terlihat memapah susa payah seorang laki-laki tinggi tegap yang terlihat oleng, dan meracau tak jelas saat ini. Dari gerak-geriknya laki-laki berjas hitam mengkilat, dasi rapi, dengan harga super mahal itu sedang mabuk di siang hari yang panas ini. Hahaha mabuk di siang bolong? Tanpa sadar , Hanin terkekeh kecil. Dulu, waktu SMA bahkan hampir setiap siang Kamal mabuk. Kamal mabuk, Hanin lah yang bertugas akan menjemput Kamal di mana laki-laki itu menghilangkan kesadarannya dengan alkohol. Kalau tidak jemput. Kamal akan bagai ayam mati tidur meringkuk bagai orang gila, dan orang hilang di tempat umum. Dengan bantuan GPS, Hanin dapat melacak dengan mudah di mana Kamal berada. Hanin dapat menebak, dan tahu kapan waktunya Kamal mabuk. Kalau Hanin melihat Kamal muram di pagi hari, Kamal akan bolos sekolah, tidak ada batang hidungnya di ruang kelas atau di lingkungan sekolah sedikitpun. Hanin akan belajar dengan hati risau, menunggu bel pulang berbunyi dengan perasaan tak sabar. Ingin segera pergi menjemput Kamal yang menjadikan Bertais Mandalika sebagai tempat mabuk Kamal selama Hanin mengenal Kamal. Laki-laki itu kadang akan tidur meringkuk di atas kursi tunggu yang ada di Bertais atau bahkan tidur meringkuk di atas lantai di bawah kaki orang yang lalu lalang. Kamal? Kalau laki-laki itu mabuk. Ia akan mabuk berat sampai akalnya hilang. Tak tersisa sedikitpun, bahkan untuk membuka kedua matanya saja, Kamal tak mampu. "Insya Allah, aku janji, aku tidak akan pernah melakukan hal itu. Seperti apa yang sedang kamu lihat saat ini."Ucap suara itu lembut membuat Hanin terkejut bukan main. Tapi, Hanin mampu menguasai dirinya dengan cepat. Hanin, bukannya membalas ucapan dengan nada lembut Rama. Kini kedua manik cokelat Hanin sedang melihat kearah tangan Rana yang sedang menggenggam, dan mengelus tangannya dengan ibu jari laki-laki itu. Bukannya menghentikan atau melepas genggamannya, malah Hanin di buat terkejut di saat Rama mengecup dengan lembut punggung tangannya. "Rama..."Bisik Hanin pelan. "Ya, Sayang?"Hanin menundukkan kepalanya malu. Kata sayang di ucap dengan nada suara sangat nyaring oleh Rama. Membuat orang-orang yang ada di dekat mereka menoleh dua kali pada mereka saat ini. Hanin, dan Rama berada di cafe cepat saji yang ada di pusat kota yang dekat dengan rumah sakit tempat adik Rama di rawat. Rama tidak ingin Hanin kelaparan, dan jatuh sakit setelahnya. "Ummm, jadi kamu juga lihat laki-laki mabuk, dan cewek mungil tadi?"Hanin mengangkat pandangannya. Balas menatap Rama dengan tatapan lembut, dan sayu Hanin. "Lihat, Nin. Dari racauannya, kayaknya isterinya deh yang mapahnya tadi. Laki-lakinya minta maaf karena udah khilaf. Entah khilaf karena apa. Tapi, yang ceweknya sabar, dan kuat datang jemput suaminya di sini. Mabuk kok di cafe. "Ucapan Rama di angguki dengan lembut oleh Hanin. "Dan aku janji. Aku nggak akan pernah mabuk yang akan buat kamu terluka, kerepotan, dan pastinya uang buat kamu, untuk hidup kita jadi kurang karena untuk beli hal nggak jelas, dan mendatangkan dosa seperti alkohol." "Tapi, maaf. Aku perokok aktif, Nin. Bego, ya, aku? Udah tau rokok dapat membunuhku. Buang-buang uang juga. Mending uangnya buat beli popok anak kita nanti. Tapi, kamu tenang aja. Dengan hati mantap, dari kemarin aku udah nggak rokok lagi. Semoga berhasil,ya." Ucap Rama panjang lebar dengan nada lembut, dan tatapan tulus, dan jujur di kedua mata laki-laki itu membuat Hanin terenyuh mendengarnya. Hanin menelan ludahnya kasar di saat Hanin baru memproses kata 'anak kita nanti' dari mulut Rama beberapa saat yang lalu. "Anak kita nanti?"Bisik Hanin pelan di angguki dengan mantap oleh Rama. "Aku. Maafkan aku, kalau aku terlalu terburu-buru, dan .... " "Kamu ijin karena ingin pacaran rupanya."Ucap suara itu memotong telak ucapan Rama. Hanin, dan Rama sontak menatap keasal suara. Hanin menelan ludahnya kasar. Rama menundukkan kepalanya sopan, dan melempar senyum hangat untuk Kamal, dan Maria yang ada dalam gendongan Kamal saat ini. Berdiri di depan mereka saat ini. Kamal menggendong Maria ala bridal style. Wajah Maria tenggelam begitu dalam di depan d**a Kamal, dan kedua tangannya yang lentik melingkari lembut leher Kamal. Tanpa minta ijin atau basa basi sedikitpun. Kamal langsung mendudukan Maria lembut, dan penuh hati-hati di samping Rama, dan menundukkan dirinya di samping Hanin yang saat ini membuang wajahnya kearah lain. Kenapa Kamal membawa isterinya yang sakit- sakitan makan makanan cepat saji? Bukan kah mereka ingin makan siang romantis siang ini. Ini juga sudah sangat lewat untuk jam makan siang. Hanin menggelengkan pelan kepalanya. Apa peduli Hanin pada hal itu. "Ya, jadi rame, ya. Nggak apa-apa. Biar ungkapan dari hati terdalam aku di saksikan sama kakak ipar, dan kakak kamu, Nin."Ucap Rama membuat Hanin menatap kearah Rama. Yang melempar senyum lembut, dan manis untuk dirinya saat ini . mereka saling menatap dengan tatapan dalam, dan deheman keras Kamal membuat tatapan keduanya terputus. Rama, dan Hanin sontak menatap kearah Kamal. yang sedang mengelaurkan sesuatu dalam kantong celananya. Satu strip obat isi 4 biji di keluarkan Kamal dari saku celananya. Vitamin kah? Lalu satu tablet obat itu di buka oleh Kamal. Di sodorkan Kamal dengan lembut pada Maria yang terlihat cemberut, dan menutup mulutnya dengan kedua tangan bagai anak kecil saat ini. Kamal tak habis akal. Hanin membelalakkan matanya kaget. Begitupun dengan Rama yang terlihat malu di saat melihat aksi yang Kamal lakukan pada isterinya Maria saat ini. Memasukan obat itu ke dalam mulutnya, lalu Kamal mencium Maria untuk memindahkan obat dari mulutnya ke mulut Maria. Sial! Kenapa Hanin masih merasa perih di hatinya saat ini melihat kamal, dan Maria. Sialan! Hanin menundukkan kepalanya dalam. Tapi, kepala Hanin kembali terangkat di saat Hanin merasa ada sesuatu yang lembut, dan dingin melingakri jari manisnya saat ini. Bahkan tapak tangannya masih di genggam lembut Rama saat ini. "Maukah kamu menikah denganku, Hanin?" "Uhuk."Batuk Kamal keras. Hanin dengan goblokknya. Tidak langsung menjawab, dan menatap pada Rama yang menatapnya dengan tatapan penuh harapan. Hanin malah menatap pada Kamal yang menatap juga kearahnya dengan tatapan dalam, penuh benci, muak, dendam semua membaur menjadi satu di tatapan laki-laki itu. Tapi, ada sinar cemburu, dan melarang di sinar mata Kamal agar Hanin menolak saja, dan kepala laki-laki itu juga terlihat menggeleng kecil. "Cium lagi, Mas. Masih pahit."Ucap suara itu manja. Suara Mariam membuat Hanin membuang muka dari Kamal, dan menatap pada Rama yang menatap dirinya penuh cinta saat ini. "Hanin, maukah kamu menikah denganku? Please, katakan, ya...ya." " ya, aku mau menikah denganmu, Rama..." Batuk Kamal semakin menjadi-jadi dan menatap seakan ingin membunuh pada Hanin. Hanin yang lancang menerima lamaran dari Rama bejat..... Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD