"Natali! Ada yang mencarimu di depan," kata pengacara Lee yang langsung duduk di kursinya.
"Siapa, Pak?" tanya Natali sambil menutup laptopnya.
"Perempuan, masih muda, dan cantik. Dia tak mengatakan namanya," kata pengacara Lee.
Natali langsung keluar ruangannya. Berjalan menuju lobi dan menemukan Lu tengah duduk di kursi tunggu. Seorang resepsionis mendekati kakaknya itu. Seperti bertanya pada Lu siapa yang ia cari. Tapi Lu tak menjawab dan langsung berdiri ketika melihat Natali.
"Natali!" panggil Lu dengan senyum lebar.
Lu menatap resepsionis dengan tajam. "Itu adikku, apa kau tak percaya? Memangnya buat apa lagi aku datang ke sini? Kau pikir aku akan mencuri barang-barang di sini?" tanya Lu dengan kesal pada resepsionis itu.
Resepsionis itu pun menundukkan kepalanya pada Natali, lalu meninggalkan mereka. Natali sedikit kasihan karena perempuan itu mendapat omelan Lu di pagi hari seperti ini.
"Ada apa kau kemari?" tanya Natali sambil menyilangkan tangannya di d**a.
Natali mengeluarkan kotak makanan dari tasnya. "Mami menyuruhku membawakan ini untukmu," kata Natali.
Melihat Natali hanya diam dan tak menerima kotak makanan itu membuat Lu kesal. "Dia menyiapkan makanan agar kau tak menghabiskan uang untuk makan di luar, kau tak akan menerimanya?" tanya Lu sambil mengangkat kotak makanan itu lagi.
Natali menerimanya dan membukanya sedikit. Tersenyum kecil ketika melihat menu makanan itu. Makanan itu persis dengan menu yang dijual warung makan di depan rumah mereka. Bahkan Lu tak mengambil kertas yang membungkus sendok di dalamnya - yang bertuliskan Asin Restourant.
Natali menutup kotak makanan itu. "Jangan berbohong padaku dan katakan saja kenapa kau kesini, Lu," kata Natali.
Lu memasang wajah polos andalannya. "Berbohong bagaimana yang kau maksud? Aku tak mengerti," katanya.
"Aku tahu ini bukan masakan Rebeca, apalagi masakanmu. Kau hanya membelinya di restoran depan rumah, kan? Jadi apa maksudmu memberikanku ini? Apa tujuanmu, hingga repot-repot datang ke sini dan membelikanku makanan?" tanya Natali.
Lu mendekati Natali dan berbisik di telinganya. "Aku ingin menemui Alvaro. Bisakah kau membawaku ke ruangannya?" tanya Lu.
"Tidak bisa." Natali mundur dan menatap Lu kesal. "Dengar, ini kantorku, Lu. Tempat aku bekerja dan Alvaro adalah bosku. Aku harus bersikap profesional di sini. Aku tak bisa mempertemukanmu dengan bosku seenaknya," kata Natali.
"Kalau begitu, kau cukup memberitahu Alvaro bahwa aku ingin bertemu dengannya. Beritahu dia bahwa aku datang. Kau pasti bisa melakukannya," kata Lu.
Natali menarik napas panjang. "Tidak bisa, Lu. Kantorku ada di lantai 12 dan kantor Alvaro ada di lantai 15. Tak sembarangan orang bisa masuk ke kantornya, apalagi karyawan pindahan sepertiku." Natali mendorong Lu menuju keluar kantor. "Sebaiknya kau pergi saja karena aku banyak pekerjaan," kata Natali.
Lu menepis tangan Natali, membuat Natali hampis terjatuh ke belakang karena kekasaran Lu. "Hal kecil seperti ini saja, kau tak bisa melakukannya? Aku hanya memintamu memberitahu Alvaro bahwa aku datang. Aku tak akan mengambil banyak waktu Alvaro, hanya beberapa menit saja. Apa itu juga tidak bisa? Kalau kau tak bisa masuk ke ruangan Alvaro, kau bisa memberitahu sekretaris di depan ruangannya! Setidaknya kau harus berusaha untuk menolongku, Natali!" kata Lu dengan kesal.
Natali mendesah pelan, "Katakan saja apa yang ingin kau katakan pada Alvaro, kalau aku bertemu dengannya, aku akan menyampaikannya," kata Natali akhirnya.
Lu menggeleng, "Tidak mau. Aku harus bertemu langsung dengannya," kata Lu.
"Baiklah. Aku akan menyampaikannya pada Riyan, sekretaris Alvaro. Tapi kau harus menunggunya di sini. Kau tak boleh menunggunya di lantai 15," kata Natali.
Lu menggenggam tangan Natali dengan senyum lebar, "Terima kasih. Aku akan menunggu di sini. Aku akan menunggunya sampai dia keluar."
Natali pergi meninggalkan Lu. Membawa kotak makan pemberian Lu dan menekan tombol lift ke lantai 15. Sudah lebih dari satu bulan ia bekerja di Aletjandra Law Firm, tapi tak pernah sekalipun Natali naik ke lantai 15. Ini pertama kalinya dan Natali terpukau ketika masuk ke lantai itu.
Natali pikir lantai 15 seperti lantai-lantai lainnya, tapi ternyata tidak. Saat keluar lift, Natali melewati bar kecil di pojok, sebuah sofa besar untuk tamu-tamu penting, dan dua ruangan yang sangat besar. Satu ruangan CEO Alejandra Law Firm dan satu ruangan direktur -direktur lain. Natali berjalan ke ruangan Alvaro. Melihat Riyan - laki-laki yang lebih muda dari Alvaro - segera berdiri ketika melihat Natali. Laki-laki itu keluar dari mejanya dan mendekati Natali.
"Apa Alvaro ada?" tanya Natali.
"Tidak ada. Dia baru saja pergi menyapa tamu di aula," kata Riyan.
"Baiklah. Sampaikan saja padanya, kalau Lucresia Tjandrawinata tengah menunggunya di lobi. Saya yakin Anda pasti mengenal Lu dan tahu siapa Lu," kata Natali.
Riyan mengangguk, "Tuan Alvaro sepertinya tak akan lama, apa kau tak ingin menunggunya di ruangannya saja?" tanya Riyan.
Natali melirik ruangan Alvaro di belakang Riyan. Pintu kayu besar berdiri megah di tengah. Natali tak ada keinginan sekalipun masuk ke dalamnya. Natali juga tak ingin melihat apa yang ada di ruangan itu. Tapi, kenapa Riyan semudah itu menawari Natali masuk ke ruangan besar dan penting itu - bahkan saat pemiliknya tak ada? Apa Riyan tak takut Natali mengambil dokumen atau barang-barang penting di sana?
"Tidak. Cukup sampaikan saja pesan saya," kata Natali akhirnya.
"Baiklah, mari saya antar kembali ke ruangan Anda," kata Riyan bersiap pergi.
Natali menatap Riyan tajam. "Tidak perlu. Kenapa Anda melakukan itu? Saya bisa kembali ke ruangan saya sendiri," kata Natali.
"Maaf -" Riyan terlihat bingung ketika Natali menatapnya tajam. "Tuan Alvaro hanya pernah memperingatkan saya, kalau saya harus memperlakukan Anda dengan baik, Nona Natali," kata laki-laki yang lebih tua dari Natali itu.
"Sampaikan juga ke atasanmu, kalau dia tak perlu memperlakukan seperti itu. Dia hanya membuatku tak nyaman," kata Natali dengan tegas lalu meninggalkan Riyan yang masih berdiri di depan ruangan Alvaro.
****
Natali melihat Lu setiap satu jam sekali dan kakaknya itu tak kunjung pergi dari lobi. Padahal Natali yakin tamu Alvaro sudah pergi karena ia melihat mobil mewah Jaksa Agung keluar dari parkiran kantorannya. Tapi, Alvaro tak juga keluar menemui Lu. Membuat Lu sedikit kasihan pada Lu. Saat Natali keluar untuk yang kelima kalinya, Natali bertekad akan memarahi Lu karena masih menunggu Alvaro, tapi Lu sudah pergi. Natali mendesah lega, setidaknya Lu tak sebodoh itu hingga menunggu orang yang tak mau bertemu dengannya selama lima jam penuh.
Saat Natali akan masuk ke lift untuk kembali ke ruangannya, seseorang menarik tangannya. Natali sudah tak asing dengan tarikan tangan itu. Mungkin sudah puluhan kali Alvaro menariknya seperti sekarang dan dari itu Natali belajar - kalau Natali semakin memberontak, mereka akan semakin menarik perhatian. Maka dari itu Natali mengikuti Alvaro dengan sabar, menunggu laki-laki berhenti dan meluapkan kemarahannya pada laki-laki itu.
Dan kali ini, Alvaro membawa Natali ke ruangan Alvaro di lantai 15. Melewati beberapa direktur yang melihat mereka dengan penasaran. Natali berusaha menutupi wajahnya, berharap tak ada yang melihat wajahnya. Melewati Riyan yang segera berdiri ketika melihat Alvaro. Dan kesalnya, sekretaris Alvaro itu hanya tersenyum kecil, seperti tak terjadi apa-apa. Padahal jelas-jelas, Alvaro tengah menarik paksa Natali sekarang.
Setelah Alvaro menutup pintu ruangannya, Natali segera menepis tangan laki-laki itu.
"Apa tak ada yang bisa kau lakukan ketika bertemu denganku, selain menarikku paksa? Tanganku akan putus sebentar lagi jika kau terus melakukannya!" teriak Natali.
Alvaro tersenyum kecil, mundur beberapa langkah dan bersandar ke mejanya. "Sungguh menakjubkan melihatmu ada di ruanganku sekarang - siang hari, di saat kepala sangat pusing karena pekerjaan," kata Alvaro.
Natali menatap Alvaro tajam. "Sudah kubilang kau bisa memutuskan tanganku!" teriak Natali.
"Tanganmu tak akan putus, Natali. Aku tak akan membiarkannya." Alvaro memegang pinggiran meja. "Dan aku menarikmu karena tahu kau tak akan mengikutiku dengan sukarela," lanjut Alvaro.
Natali berbalik dan memegang gagang pintu. "Aku tak ingin mendengarkan suaramu lagi," katanya sambil memutar gagang pintu.
Tapi pintu itu tak terbuka. Natali berbalik dan melihat Alvaro tengah menertawakannya. Perempuan itu memutar pintu dengan lebih kuat, tapi pintu itu tak bergerak sama sekali. Natali tak melihat ada kunci atau apapun, lalu kenapa pintu itu tak terbuka?
"Pintu itu ada sidik tanganku, hanya aku dan beberapa orang yang kuizinkan yang bisa membukanya. Apa kau ingin mendapat akses ke kantorku?" Alvaro mendekati Natali dan mengurungnya dari belakang. "Aku akan membiarkanmu datang ke kantorku kapanpun kau merindukanku," bisik laki-laki itu di telinga Natali.
Natali mengepalkan tangannya penuh kemarahan. "Berhenti bercanda dan lepaskan aku, Berengsek," kata Natali yang masih menghadap pintu.
"Kau satu-satunya karyawan yang tak aku pecat setelah memanggilku berengsek," kata Alvaro.
Natali berbalik dan ia segera menyesal, karena wajahnya bersentuhan langsung dengan d**a Alvaro. Natali mencari udara, mendongakkan kepalanya sedikit, dan ia kembali menyesal lagi, karena wajahnya sangat dekat dengan Alvaro, hingga ia bisa mendengar suara napanya. Saat Natali ingin menoleh ke samping, leher perempuan itu sudah ditahan oleh Alvaro.
"Kenapa kau begitu menggemaskan?" kata Alvaro sambil mendekatkat bibirnya pada Natali.
Melihat bibir Alvaro sangat dekat dengan bibirnya, Natali menendang s**********n laki-laki itu. Alvaro segera melepaskan Natali dan meringis pelan. Menatap Natali dengan perasaan yang bercampur. Natali melihat kemarahan, kekecewaan, kesakitan, dan terakhir - laki-laki itu tiba-tiba tersenyum padanya.
"Kau sungguh tak terduga, kau tak takut aku pecat, Natali?" tanya Alvaro sambil menahan rasa sakitnya.
Natali membuka matanya lebar. "Tidak! Aku bisa mendapatkan pekerjaan dengan mudah walaupun kau memecatmu," kata Natali.
"Bagaimana jika aku memberitahu semua firma hukum di negara ini untuk mem-blacklist-mu, apa kau masih berani menantangku seperti sekarang?" tanya Alvaro.
"Coba saja - aku bisa mendapatkan pekerjaan di luar negeri - di tempat dimana kau tak memiliki kuasa dan tak akan bisa menggangguku lagi," kata Natali dengan mata lebarnya.
Alvaro tersenyum kecil, "Baiklah. Aku kalah. Aku yang tak akan membiarkanmu pergi," kata Alvaro.
"Aku tidak bercanda. Kalau kau terus melakukan hal yang membuatku tak nyaman, aku akan mengundurkan diri dari perusahaanmu, Alvaro. Aku tak peduli kalaupun Alejandra Law Firm adalah firma hukum terbesar di negara ini sekalipun," kata Natali.
Alvaro menjauhi Natali, laki-laki itu berjalan ke jendela kaca di ruangannya. Menatap - entah ke jalanan kota di bawah atau gedung-gedung tinggi di atasnya. Natali masih berusaha membuka pintu ruangan Alvaro, meskipun ia tahu pintu itu mustahil terbuka.
"Aku tak mau berhubungan dengan kakakmu lagi, karena itu aku tak menemuinya tadi." Alvaro berbalik dan menatap Natali dengan mata teduhnya. "Aku ingin menjelaskannya padamu - karena aku takut kau akan membenciku karena aku tak menemui kakakmu," kata Alvaro.
"Aku tak keberatan. Aku malah berharap kau tak menemui kakakku lagi. Sudah pernah kubilang, bukan? Kalau aku tak ingin kau berhubungan dengan keluargaku lagi?" ucap Natali.
Alvaro menggigit ujung bibirnya. "Aku tahu, tapi aku sudah mengatakan padamu juga kan, kalau aku sedikit tertarik denganmu? Itu artinya aku bisa menjauhi keluargamu, tapi bukan dirimu, Natalina. Aku ingin mengenalmu," kata Alvaro dengan sungguh-sungguh.
"Tapi aku tak tertarik. Dan aku yakin kita mengartikan kata tertarik dengan berbeda. Aku tertarik - maka aku akan menyukai laki-laki itu. Tapi kau, kau tertarik? Katakan padaku, apa kau tertarik itu seperti kau tertarik pada mobil keluaran baru atau perempuan cantik yang kau temui di jalan, aku benar kan?" kata Natali.
"Kalau aku berkata tak benar, kau juga tak akan percaya, kan?" tanya Alvaro.
Natali menggeleng, "Aku tak tahu. Aku tak peduli. Kau boleh tertarik padaku, tapi kau harus tahu kalau aku tak akan tertarik padamu, Alvaro. Karena kau adalah mantan suami kakakku dan meskipun hanya ada kau di dunia ini, aku tetap tak akan memilihmu," ujar Natali.
Alvaro tersenyum kecil, padahal Natali yakin omongannya tidak ada yang lucu.
"Kita lihat saja nanti, apakah aku bisa membuatmu berubah pikiran atau tidak," kata Alvaro dengan yakin.
Natali merasakan ponsel di saku celananya bergetar. Perempuan itu melihat ada pesan dari Lu. Natali langsung membukanya dan membaca isinya.
Sampaikan ke Alvaro kalau aku ingin mengundangnya ke pesta ulang tahunku Sabtu depan. Aku datang ke kantor untuk menyampaikan itu pada Alvaro. - Lu.
Natali menutup ponselnya. Berpikir keras apakah ia akan memberitahu Alvaro atau tidak. Namun, mengingat Lu sudah menunggu selama lima jam untuk memberitahu Alvaro tentang itu, Natali menjadi tak tega pada kakaknya itu. Lagian, belum tentu Alvaro akan datang, kan?
"Lu mengundangmu ke pesta ulang tahunnya," kata Natali pada Alvaro.
"Kapan?"
Kening Natali berkerut, "Kau tak ingat hari ulang tahun Lu? Selama ini, apa saja yang kau lakukan, Alvaro?" kata Natali kesal.
Alvaro menutup matanya beberapa detik. Seperti mengingat hal yang sangat sulit. "17 Februari ya, aku mengingatnya," kata Alvaro akhirnya.
"18 Februari, Alvaro. Sabtu depan. Kau benar-benar lupa atau tak tahu?" Natali memasukkan kembali ponselnya ke saku celananya. "Pokoknya, aku hanya menyampaikan apa yang Lu katakan. Aku yakin kau tak akan datang. Itu lebih baik," kata Natali.
"Bagaimana kalau aku ingin datang?"
"Kenapa kau ingin datang?"
"Bukankah aku diundang Lu? Kenapa aku tak boleh datang?"
"Kau yang berkata sendiri tak ingin bertemu dan melihat Lu!"
"Aku tak berkata akan datang ke pesta Lu untuk bertemu dengannya. Aku ingin datang untuk melihatmu, Natali," kata Alvaro.
"Kau akan datang ke pesta Lu hanya untuk melihatku? Kenapa kau melakukannya? Aku tahu usahamu menjauhi Lu selama ini, Alvaro. Aku tahu kau tak ingin bertemu dengan Lu. Karena itu - seperti biasa, jangan datang kemanapun yang Lu ajak. Jangan datang ke pesta ulang tahunnya," kata Natali.
Alvaro hanya tersenyum kecil. "Aku akan memilih bertemu Lu setiap hari, asalkan aku juga bisa melihatmu, Natali," kata Alvaro dengan sungguh-sungguh.
"Kalau begitu, aku hanya perlu tak datang ke pesta ulang tahun Lu," kata Natali.