PROLOG
Natali tak menyukai pria itu.
Sangat tak menyukainya - apalagi melihat caranya memandang Lu dengan wajah datarnya. Jelas sekali pria itu tak memiliki perasaan apapun pada kakaknya. Lu pasti gila jika berhenti kuliah hanya untuk menikah dengannya.
"Jadi, kapan kalian akan menikah?" tanya Rebeca dengan mata berbinar.
Lu tersenyum lebar, memotong steik di depannya dengan gerakan yang sangat anggun. Natali selalu iri dengan keanggunan kakaknya itu. Lu pantas mendapat laki-laki yang lebih baik, bukan pemain seperti laki-laki di sampingnya. Lihatlah! Laki-laki itu melirik Natali cukup lama dengan mata intensnya, seperti tahu bahwa Natali sedang memperhatikannya.
"Lu, aku tidak setuju jika kau meninggalkan kuliahmu. Kau tahu bagaimana aku mengumpulkan uang untuk membayar kuliahmu? Apa kau akan meninggalkan semuanya hanya untuk menikah dengannya?" ujar Natali mengeluarkan pikirannya.
Rebeca langsung melotot pada Natali. Sedangkan Lu menatap Natali dengan senyum lebar yang selalu memenuhi wajahnya sejak tadi. Kakaknya itu meletakkan tangannya di atas tangan laki-laki di sampingnya.
"Soal uang, kau tidak perlu khawatir. Setelah aku menikah dengan Alvaro, aku akan mengembalikan uangmu, Natali. Aku juga akan membantu keuangan keluarga kita. Ibu Alvaro akan memberikan butiknya padaku," kata Lu.
"Tapi -"
"Natali! Kenapa kau berkata seperti itu pada kakakmu? Lu sudah bilang akan membayar semua uangmu! Kau tidak perlu khawatir! Meskipun kau bekerja sepuluh tahun pun, Lu lebih membantu keluarga kita daripada kau! Kau tak tahu siapa keluarga Alvaro?" sergah Rebeca.
Tentu saja Natali tahu siapa pria itu. Nama Alejandra di belakangnya sudah cukup membuat orang menghormatinya.
Alejandra - keluarga pemilik Alejandra Law Firm, firma hukum yang melayani para pejabat besar di Indonesia. Alejandra memiliki koneksi yang sangat besar, bahkan berita tentang persahabat William Alejandra - ayah Alvaro - dengan presiden kemarin malam memenuhi koran dan televisi hari ini. Pria itu berasal dari keluarga konglomerat dan itu menambah ketidaksukaan Natali padanya.
Natali melihat ayahnya yang sedari tadi hanya diam. "Ayah! Apa tidak ada yang ingin Ayah katakan? Apa Ayah akan membiarkan Lu menikah dan meninggalkan studinya?"
Widan terlihat membuka mulutnya, tapi yang terdengar adalah suara Rebeca. "Natali! Sudah kubilang jangan ikut campur dengan pernikahan Lu! Ini pernikahan Lu, bukan pernikahanmu! Dan tidak ada yang merugikanmu di sini! Kenapa kau begitu keras kepala menolak pernikahan ini? Apa kau iri karena Lu akan menikah dengan pria setampan dan sekaya Alvaro?"
Natali menggelengkan kepalanya, "Ibu, bukan itu yang aku maksud."
Rebeca hanya memutar mata pada Natali. Wajah wanita itu berubah 180 derajat ketika berhadapan dengan Alvaro dan Lu. Rebeca mengucapkan permintaan maaf mewakili Natali – seolah Natali melakukan kesalahan besar di meja itu. Hal itu membuat Natali semakin geram.
"Sepertinya anak bungsu Anda sangat membenciku," ucap Alvaro pada Rebeca.
Rebeca menggeleng kuat dengan senyum lebar, “Tidak. Nak Alvaro. Jangan dengarkan perkataan Natali. Dia masih kecil, dia tidak tahu apa yang ia katakan.”
Natali menatap Rebeca tajam. Tidak suka dengan omongan Rebeca yang seperti meremehkan Natali karena ia masih memakai seragam SMA. Natali baru pulang sekolah ketika Lu menariknya dan mengenalkannya pada calon suaminya itu. Mereka sudah merencanakan makan malam itu sejak lama, tapi bahkan tidak ada yang mengabari Natali sebelumnya. Seperti dirinya sudah tak dianggap di rumahnya sendiri.
Natali berdiri dari tempat duduknya dengan wajah penuh amarah. Semua kerja kerasnya membiayai sekolah Lu dua tahun ini akan berakhir sia-sia. Natali bahkan masih memakai sepatu kumalnya karena harus mengumpulkan uang untuk kuliah Lu. Natali harus merelakan waktu belajarnya untuk bekerja, menjadi bahan pembicaraan teman-temannya saat Natali menjadi model pakaian yang terbuka, dan semua anak laki-laki di sekolahnya menganggapnya perempuan murahan. Tapi Natali tetap bertahan karena percaya Lu akan lulus dan dapat membantu ekonomi keluarganya.
Tapi … kakaknya itu malah pulang dalam keadaan hamil dan berkata akan menikah dengan pria yang jelas tak menyukainya.
"Baiklah, aku tidak akan ikut campur lagi. Semoga pernikahanmu bahagia, Lu." Natali mengambil tas sekolahnya untuk pergi dari ruang makan itu. "Dan jangan lupa bayar semua uang yang aku berikan padamu selama ini. Semuanya - persis sebanyak yang aku berikan, tanpa ada yang kurang, sepeserpun," kata Natali.
Lu mengangguk dengan senyum lebarnya yang terlihat bodoh. Sedangkan Rebeca menatap tajam Natali, mengusir Natali dengan gerakan matanya. Natali meninggalkan meja makan itu, merasa kesal karena sampai akhir, keluarganya tidak ada yang mendengarnya.
Bahkan ayahnya tak memihak Natali lagi. Natali tak memiliki siapapun lagi di rumah itu.
Dua minggu yang lalu, saat Lu tiba-tiba pulang dari Paris dan berkata akan menikahi Alvaro, Natali menolaknya mentah-mentah. Selain karena sekolah Lu yang belum selesai, Natali tahu jelas laki-laki seperti apa Alvaro itu.
Alvaro sangat terkenal di teman-teman modelnya. Natali harus mendapatkan banyak uang sehingga ia menerima semua tawaran pemotretan, termasuk pemotretan pakaian terbuka. Teman-temannya juga kebanyakan bukan perempuan baik-baik. Mereka kadang menerima tawaran pria kaya untuk ditiduri dan pria yang menjadi idaman semua perempuan-perempuan itu adalah Alvaro Alejandra. Selain karena wajahnya yang tampan, kabar yang beredar mengatakan Alvaro membayar pela-curnya dengan mahal. Pria itu adalah pemain wanita yang sesungguhnya dan Natali tahu Alvaro terpaksa menikahi Lu karena kehamilan Lu.
Saat Natali menutup kamarnya, Alvaro masuk ke kamarnya dan menutup pintu di belakangnya. Natali terbelalak kaget melihat wajah pria itu sangat dekat dengannya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Natali dengan ketus.
"Kenapa kau membenciku? Apa kau mengenalku?" tanya Alvaro.
"Pergilah! Aku tidak membencimu dan aku tidak mengenalmu," kata Natali.
"Aku sepertinya pernah melihatmu -" Alvaro melirik ke belakang, melihat isi kamar Natali yang banyak berisi fotonya. "Lu tidak pernah bilang, bahwa dirinya memiliki adik yang masih SMA. Berapa umurmu?"
Natali tak menjawab dan melewati Alvaro. Perempuan itu membuka pintunya dengan lebar. "Keluar! Tidak sopan masuk ke kamar orang tanpa izin!"
Alvaro mendekatkan wajahnya pada Natali dan berkata, "Dengar, aku tak tahu kenapa kau begitu terganggu dengan pernikahanku dan Lu. Tapi aku juga tidak menginginkan pernikahan ini, tapi setidaknya aku harus bertanggung jawab, bukan? Karena aku membuat kakakmu hamil? Maka jangan terlalu membenciku, Bocah."
"Aku bukan bocah, Sial-an!"
"Kau masih memakai seragam sekolah. Hanya anak-anak yang memakainya."
Tatapan Natali semakin menajam. Mata Natali terbuka lebar hingga tanpa sadar ia memperhatikan wajah pria di depannya itu. Matanya berwarna biru tua, terlihat sangat indah dan dalam. Alisnya begitu tebal dan hitam. Hidungnya sempurna, seperti Tuhan sedang bahagia ketika menciptakan manusia di depannya ini. Apalagi dengan bibir tipis dan rambut halus di sekitar rahang tajam pria itu. Natali jarang merasa tertarik dengan wajah pria, tapi sekarang ia harus mengakui bahwa Alvaro Alejandra memang seperti yang dikatakan orang-orang.
Pria itu sangat tampan.
"Keluar dari kamarku! Sekarang!" ujar Natali setengah berteriak.
Alvaro menegakkan tubuhnya kembali dan keluar melewati pintu kamar Natali. "Sampai jumpa, Adik Ipar," kata pria itu sambil melambaikan tangan.
Natali menutup pintunya dengan kasar hingga menimbulkan bunyi yang keras. Perempuan itu melempar dirinya sendiri ke ranjangnya. Mencoba menghilangkan mata biru itu dari kepalanya. Natali tak menyukai bagaimana dirinya sedikit terpesona pada pria itu. Karena Natali tahu - pria itu bukanlah pria yang ia inginkan sebagai pangerannya kelak dan yang paling penting, Alvaro akan segera menjadi kakak iparnya.