Menjadi Agen IV

1855 Words
20 Oktober 2018 Awalnya semua terasa gelap, hingga aku merasa tiba-tiba mataku tersorot oleh cahaya. Kilatan berwarna merah aku lihat dalam diamku ketika aku sadar bahwa mataku sedang dalam keadaan tertutup. Aku buka mataku perlahan menyadarkan diriku, aku melihat sebuah pemandangan yang asing. Langit-langit dari ruangan yang aku sama sekali tidak mengenalnya. Dimana sebenarnya diriku saat ini? Apa yang terjadi kepadaku? Aku menoleh ke kanan dan kiri memastikan di mana aku berada saat ini. Aku sedikit terkejut ketika melihat sebuah tiang infus berdiri di sebelah kiri kepalaku. Aku melihat dengan lebih lekat lagi, ternyata sebuah selang infus sedang tertancap dengan manisnya di tangan kiriku. "Ah, aku di rumah sakit?" Pikirku. Bagaimana bisa aku berakhir di rumah sakit? Tunggu, aku mengingat semuanya, "Daniel!" Aku sontak terbangun dari posisi berbaringku, aku rasakan pusing yang teramat sangat di kepalaku. Spontan aku memegang kepalaku erat, menahan rasa pening di dalam kepalaku yang terasa sangat menyiksa. Aku memejamkan mataku karena aku hampir tidak dapat menahan rasa sakit itu. Tiba-tiba aku merasakan sentuhan hangat di atas tanganku yang tengah memegang kepalaku. "Rin, kau sudah sadar? Rin, syukurlah. Perawat!" Suara yang sayup-sayup aku dengar di tengah rasa sakitku. Suara langkah kaki aku dengar beberapa kali mendekat, menjauh, kemudian kembali mendekat. Aku berada dalam kondisi setengah sadar saat ini, seseorang menempatkanku kembali pada posisi berbaring. Sebuah benda dingin aku rasakan menyentuh kulit dadaku, kemudian aku bisa mendengar seorang perempuan berkata "Tidak ada masalah, Pak. Hanya rasa nyeri biasa. Saya akan ambilkan obat pereda nyeri untuk meredakannya." Aku mengatur nafasku perlahan. Setelah nafasku mulai teratur, aku mencoba kembali membuka mataku. Pandanganku yang kabur mulai dengan jelas memperlihatkan sosok Daniel yang setia menjagaku hingga saat ini. Aku bisa melihat raut wajah khawatir dari matanya. Aku merasa sangat bersalah karena menempatkan Daniel pada situasi seperti ini. "Daniel, apa yang terjadi? Apakah kau tidak terluka? Bagaimana keadaan para preman itu?" Ucapku lirih. Aku masih belum memiliki tenaga dan rasanya badanku masih sangat lemas. "Sudahlah, Rin. Sekarang sudah tidak apa-apa. Kau jangan terlalu memikirkan apa yang terjadi kemarin. Fokuslah untuk kesehatanmu sendiri." Ucap Daniel juga terdengar lirih. "Kemarin? Aku pingsan selama satu hari?" Aku terkejut akan hal itu, tapi masih belum memiliki tenaga untuk merasa terkejut sehingga ucapanku masih terdengar lirih. "Sstt, sudahlah, Rin. Pikirkan hal itu nanti." Daniel mencoba menenangkanku karena dia tahu aku sedang terkejut. Tidak lama kemudian, seorang perawat datang ke ruangan tempatku dirawat sambil membawa obat dan memintaku meminumnya saat itu juga. Setelah beberapa saat, aku merasakan keadaanku jauh lebih baik dan aku diizinkan untuk pulang. Daniel sempat bertanya kepadaku, apakah aku sanggup dibonceng menggunakan motor, dan aku menyanggupinya karena aku telah merasa lebih baik. Daniel kembali menuntunku ketika aku sampai di apartemen. Dia membawakan tas kecil yang biasa aku bawa menuju ke kamarku, lalu menuntunku naik ke ranjang. Aku merasakan sikap yang sangat baik ditunjukkan Daniel kepadaku. Dia tidak mengajakku berbicara sepanjang perjalanan, dan masih terlihat raut wajah cemas di matanya. "Hei Anak Muda, kau berhutang penjelasan kepadaku." Ucapku tajam ketika Daniel hendak meninggalkan apartemenku. Daniel menghentikan langkahnya dan berbalik ke arahku. Aku meminta Daniel untuk mengambil kursi yang berada pada meja riasku, dan duduk di sebelah ranjangku. "Jelaskan kronologi, bagaimana aku bisa pingsan kemarin." Imbuhku. "Kau yakin bisa menerima hal itu?" Tanya Daniel berusaha memastikan diriku. "Sudahlah, ceritakan saja. Aku harus tahu apa yang terjadi kepadaku. Kau tahu jika aku sangat pelupa. Bisa saja aku melupakan pertanyaanku kemudian mati penasaran karena lupa dengan hal apa yang ingin aku tanyakan kepadamu." Aku menyerocos kepada Daniel yang masih terlihat khawatir terhadapku. "Baiklah, Rin.." Daniel bercerita, ketika ia sedang menahan rasa sakit karena dipukul beberapa kali oleh preman itu, dia tiba-tiba mendengar aku berteriak dengan kencang sehingga membuat semua orang di tempat itu terkejut. "DASAR b******n!" Teriakku saat itu. Teriakanku berhasil memecah fokus gerombolan preman tersebut hingga mereka semua menoleh kepadaku. Preman yang memukuli Daniel tertawa kencang karena menganggap aku telah menyerah dengan keadaanku dan menganggap bahwa teriakanku adalah sebuah teriakan keputusasaan. Ketika tiga preman yang lain tengah menahan tubuh Daniel agar tidak bebas bergerak, preman yang memukuli Daniel berbalik dan berjalan ke arahku. Daniel melihat dengan jelas semua kejadian yang terjadi saat itu. Karena meski Daniel menahan sakit yang ia rasakan di sekujur tubuhnya, dia masih berusaha ingin melindungiku entah bagaimanapun caranya. Daniel melihat, badanku yang semula berontak, tiba-tiba menjadi diam dan tidak melawan. Preman yang memukuli Daniel mendekat ke arahku dan memegang rahangku dengan kasar. Terlihat dari arah Daniel, mataku terlihat menatap tajam preman tersebut, namun pandangan mataku terlihat kosong. Preman itu menatap lekat mataku, namun dari arah Daniel, pandangan preman itu terihat sangat melecehkanku. Seketika, Daniel merasa segalanya berjalan dengan sangat lambat. Aku yang semula diam, langsung meludahi wajah preman yang hanya berjarak beberapa centimeter dari wajahku. Semua orang terkejut, termasuk dua preman yang memegangiku. Saat aku merasa tangan dari dua orang preman yang memegangiku melonggarkan pegangannya, aku dengan cepat langsung meloloskan diri dari jeratan mereka, kemudian melontarkan tendangan ke arah perut preman yang berada di depanku dengan keras hingga ia tersungkur. Dua preman yang berada di kanan kiriku yang terkejut, terlihat ingin menangkapku sekali lagi. Aku spontan mengambil dua langkah ke belakang, melihat sejenak ke arah kanan dan kiriku, kemudian menghajar dua orang itu bersamaan. Saat preman yang berada di sebelah kanan mencoba memegang tanganku, aku langsung menangkis dan balik memegang tangan preman tersebut. kemudian aku menarik tangan preman itu hingga membuatnya sedikit membungkuk dan mendekatkan wajahnya ke arah badanku. Tanpa membuang waktu lagi, lutut kiriku langsung melayang tepat ke arah dagu preman tersebut hingga membuatnya tersungkur. Kejadian ini hanya berlangsung dua detik karena di saat yang hampir bersamaan, preman yang berada di sisi kiriku juga berusaha menyerangku. Preman yang berada di sebelah kiriku berusaha memukul wajahku. Aku spontan menghindar ke arah bawah, kemudian menjegal kaki preman tersebut hingga terjatuh. Lalu aku menambah siksaan yang dia terima dengan beberapa kali menginjak wajahnya. Preman itu mengaduh kesakitan tapi aku tidak memedulikan hal itu dan tetap menginjak wajahnya beberapa kali. Ketika preman yang memukuli Daniel bangkit setelah aku tendang di bagian perut, dia berusaha menyerangku lagi. Dia berlari ke arahku dan berhasil menangkapku dari belakang. Terlihat dari arah Daniel, aku hanya terdiam tidak memberontak. Tapi kemudian seketika aku membenturkan kepalaku ke arah kepala preman itu hingga ia melepaskan tangannya dari badanku. Aku berbalik, melihat dia memegang hidungnya yang berdarah akibat berbenturan dengan tengkorakku yang teras tidak membuatku mengendurkan serangan. Aku kembali menendang preman itu tepat di perutnya sehingga membuat dia kembali tersungkur ke belakang. Tidak berhenti di situ, aku berjalan santai ke arah preman itu kemudian menindihnya. Aku duduk di atas d**a preman itu, kemudian mulai memukul berkali-kali ke arah wajah preman itu hingga banyak darah mengucur dari beberapa titik di wajahnya. Hidung preman itu terlihat mengucurkan darah semakin deras, nampak juga darah mengalir dari sudut bibir preman tersebut, dan juga tercetak luka lebam di beberapa titik di wajahnya. Preman itu mengeluh dan berteriak mengaduh karena rasa sakit yang timbul akibat pukulanku, tapi aku sama sekali tidak menghiraukannya dan tetap memukulinya lagi dan lagi. Preman yang tadi berada di sebelah kananku bangkit, mengambil satu balok kayu yang berada tidak jauh dari tempat itu, kemudian berlari menuju ke arahku. "Rin awas!" Daniel berteriak kepadaku yang hendak dipukul dengan balok kayu tersebut. Tapi ternyata reflekku jauh lebih cepat dari teriakan Daniel. Ketika preman itu mengayunkan balok kayunya kepadaku, aku spontan menunduk sehingga kayu itu tidak mengenaiku. Setelah itu aku berdiri dengan santai, dan menatap ke arah preman tersebut dengan santai. Aku dan preman itu saling berdiri menatap satu sama lain. Preman itu membawa balok kayu sedangkan aku hanya menggunakan tangan kosong. Daniel melihat, sebuah senyum tipis terukir dari sudut bibirku, sebelum sedetik kemudian aku berlari ke arah preman itu. Preman itu menyambutku dengan pukulan menggunakan balok kayu. Tapi gerakan preman itu terlalu lambat karena aku berhasil memegang tangan kanan preman itu sebelum dia berhasil menyentuhku menggunakan balok kayu. Sekali lagi membuatnya tersungkur dengan sebuah pukulan telak ke arah dagu. Tidak berhenti di situ, aku menginjak wajah preman tersebut beberapa kali hingga dia tidak sadarkan diri. Setelah puas menginjak dan menghajar tiga orang itu, aku terdiam. Aku terdiam dengan posisi kaki kananku masih berada tepat di wajah preman yang aku injak. Daniel melihatku mengambil nafas cepat beberapa kali sebelum kemudian menatap ke arah Daniel dan tiga preman yang memeganginya selama ini. Aku berjalan perlahan ke arah preman itu perlahan sambil mennunjukkan wajah datar namun tajam dan memberikan senyum tipis kepada mereka. Sontak ketiga preman itu segera melepaskan Daniel dan bersimpuh di depanku meminta ampun. Aku berkata kepada mereka, "Jika kalian ingin membuat masalah denganku, kalian butuh seratus orang menghajarku sekaligus untuk mengalahkanku." Kemudian Daniel mendengar jika dua orang di antara mereka membicarakan seseorang bernama Nugraha. Daniel bilang kepadaku bahwa dia mendengar mereka berkata seperti ini, "Tunggu, bukankah kau adalah Bianka?" Kemudian preman di sebelahnya menjawab, "Benar, kau adalah Bianka. Petarung perempuan yang berhasil mengambil hati Nugraha. Maafkan kami, Bianka. Kami tidak tahu jika ternyata kami membuat masalah denganmu. Dan kami juga tidak menyangka bahwa ternyata kau memang benar-benar sekuat ini." Ketiga preman itu kemudian membawa rekannya yang pingsan dan terluka lalu meninggalkan tempat itu. Aku masih tetap berdiri mematung di sana untuk beberapa saat, hingga kemudian aku terjatuh dan pingsan. "Waw, aku melakukan semua itu tanpa sadar, Daniel? Hebat sekali diriku." Ucapku polos dengan wajah seperti orang tanpa dosa. "Tunggu, kau tidak sadar saat bertarung, Rin?" Telisik Daniel kepadaku. "Umm, aku rasa tidak, hehe" Jawabku polos. "Bagaimana kau bisa segila ini, Rin. Kau masih waras, bukan?" Daniel meletakkan tangannya di keningku, seperti memeriksa suhu tubuhku memastikan jika aku masih waras atau tidak. "Hei, kau kira aku gila, Anak Muda?" Jawabku menepis tangan Daniel. "Tapi, Rin. Siapa itu nugraha? Kenapa mereka menyebut nama Nugraha di depanmu? Lalu siapa juga orang bernama Bianka? Kenapa mereka memanggilmu dengan nama itu? Rin, kau tidak melakukan hal yang berbahaya di belakangku bukan?" Daniel mencoba menelisik tentang apa yang aku lakukan di belakangnya. "Entah, aku bahkan tidak ingat apapun tentang kemarin. Bagaimana kau bisa menanyakan kepadaku tentang hal yang bahkan aku tidak bisa mengingatnya sama sekali?" Jawabku polos beralibi kepada Daniel. Aku masih belum ingin Daniel mengetahui segalanya. Daniel tertunduk, kemudian berkata, "Rin. Aku percaya kepadamu apapun yang kau lakukan. Tapi tolong, aku tidak ingin melihatmu berada dalam bahaya. Jangan membahayakan dirimu, Rin." "Hei, tenanglah Anak Muda. Aku tidak pergi kemanapun. Kau terlalu khawatir terhadapku. Aku hanya seorang mahasiswi biasa yang bekerja sambilan sebagai pelayan kedai. Apa lagi yang kau harapkan dariku?" "Tapi aku masih sedikit khawatir tentang bantuan yang kau maksud." Daniel tetap saja terlihat mengkhawatirkanku. "Ah, jangan terlalu dipikirkan. Yang paling penting, kau tidak kehilangan sosok diriku seperti kemarin bukan?" Jawabku sambil tersenyum. Aku berusaha menunjukkan sikap manis di depan Daniel. Tidak lama setelah itu, Daniel pamit undur diri dari apartemen dan mempersilakanku untuk beristirahat memulihkan diri. Sebagai catatan, untuk buku harianku kemarin, aku juga menulisnya hari ini. Tidak mungkin aku menulis seecara tidak sadar di tengah malam ketika aku pingsan. Cukup aku bertarung tanpa sadar saja, jangan sampai aku juga menulis dengan tidak sadar. Dear diary, aku masih tidak ingin Daniel tahu siapa sosok diriku yang sebenarnya. Aku masih belum ingin Daniel mengenal siapa itu Bianka. Biarlah untuk sementara ini hal itu menjadi rahasia antara aku dan The Barista.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD