Menjadi Agen V

1655 Words
21 Oktober 2018 Suasana mendung menghiasi pagi hari di pusat kota hari ini. Aku sangat benci dengan cuaca mendung dan hujan, karena aku merasa jika hujan selalu mengingatkanku akan kejadian hari itu, kejadian di mana orangtuaku semua terbunuh bersamaan. Saat cuaca mendung seperti ini, suasana hatiku yang semula bagus bisa berubah buruk dalam sekejap. Hari ini aku ingin mencoba untuk kembali muncul ke kedai. Aku menatap cerminku pagi ini dengan senyum yang sudah mulai tercetak di wajahku setelah beberapa hari dilanda kemurungan. Aku tahu, bahkan hingga sekarang kak Nova sama sekali tidak menghubungiku, tapi aku ingin tetap menemuinya hari ini. Sekitar pukul delapan pagi aku telah tiba di depan kedai. Aku lihat dari kaca di pintu kedai, kak Nova tengah sibuk membersihkan alat dan mempersiapkan segalanya. Aku sedikit tersenyum dari balik pintu, tapi seluruh badanku rasanye gemetar. Aku masih sangat takut dengan tatapan dingin dan sadis yang dimiliki oleh kak Nova. Saat aku pegang gagang pintu dan akan membukanya, aku merasakan badanku bergetar semakin hebat. Aku tarik nafas panjang, kemudian aku yakinkan diri untuk membuka pintu kedai. Gemerincing lonceng terdengar nyaring ketika aku membuka pintu karena suasana kedai pagi ini memang masih sepi sehingga tidak ada kebisingan berarti di dalam kedai. Kak Nova yang biasanya tanggap terhadap suara lonceng kedai, kali ini terlihat acuh dan sibuk dengan kegiatannya membersihkan peralatan bar. "Ternyata kau masih hidup ya, Rin?" Itulah kalimat pertama yang aku dengar setelah beberapa hari tidak muncul di kedai. Aku tidak bisa menjawab apapun dan hanya diam. Aku mengambil satu tempat duduk di depan bar dan terdiam di sana. "Bagaimana? Apakah kau sanggup melanjutkan misimu? Atau kau menyerah sampai di sini setelah kau kehilangan kehormatanmu?" Imbuhnya. Entah kenapa kalimat yang keluar dari mulut kak Nova semuanya terdengar sangat pedas. "Kau pikir aku bisa diam saja setelah semua ini? Kau pikir aku tidak akan melakukan apapun setelah mengetahui jika kepolisian mem-peti es-kan kasus orang tuaku dan tidak melakukan apapun setelahnya? Kau tahu, Kak? Aku tidak peduli dengan hukuman apa yang akan mereka terima nanti. Aku hanya ingin, Nugraha dan para b******n yang mengekor kepadanya semuanya mati! Aku tidak peduli dengan polisi, aku hanya ingin mereka mati! Demi hal itu, aku akan melakukan apapun!" Entah dari mana semangat dan emosi ini muncul, tapi aku merasa sangat berapi-api. Kak Nova melirikku dan hanya tersenyum kecil kepadaku, kemudian dia bilang ingin berbicara denganku di dalam ruangannya. Seperti biasa, kak Nova berjalan mendahuluiku dan aku mengikutinya dari belakang. "Kau yakin mau melanjutkan misimu? Kemungkinan terburuknya tidak hanya kehormatan yang akan hilang dari dirimu, tapi juga anggota tubuhmu, atau mungkin kau juga akan kehilangan nyawamu. Apakah kau siap? Apakah kau yakin kejadian di mana kau berteriak di depanku itu tidak terulang lagi?" Kak Nova menatapku tajam dan dingin. Senyum sinis yang tercetak jelas pada wajahnya menambah kesan kejam yang ada pada diri kak Nova. "Ya! Bukan hanya yakin, tapi aku sangat yakin! Bahkan jika nantinya aku akan diperkosa berkali-kali oleh Nugraha pun aku akan siap jika aku melakukan itu demi mengungkap segalanya. Kau tahu kak? Kehormatan wanita bukan hanya dilihat dari hal itu saja. Saat aku sebagai seorang wanita bertindak dengan cara berkelas, itu juga bisa menjadi poin kehormatanku. Aku yakin kau bukan orang yang picik dalam memandang perempuan, jadi tidak perlu berpura-pura menganggapku menjijikkan." Jawabku. "Baik, Agen Bianka. Aku ingin bertanya satu hal kepadamu. Aku tahu jika kau memiliki dendam pribadi dengan para pelaku pembunuhan keluargamu. Tapi, beri aku satu alasan agar aku bisa yakin mengirimmu lagi ke medan perang." "Alasan? Aku rasa aku tidak perlu memberikan alasan apapun. Kau telah mengawasiku selama bertahun-tahun, aku yakin kau tahu alasan kenapa kau harus mengirimku lagi." Jawabku dengan tatapan tajam. Kali ini, sebuah senyum sinis tercetak sangat tipis di bibirku. Kak Nova tertunduk dan terkekeh mendengar jawaban dariku. Setelah terkekeh beberapa saat, kak Nova kembali menengadahkan kepalanya, menatapku tajam dan berkata, "Menarik! Sangat menarik, Rin. Kau adalah orang yang sangat menarik. Aku sangat suka kepadamu, hahahaha." Aura kejam terpancar sangat pekat dari diri kak Nova. Sebuah aura yang seharusnya tidak dimiliki oleh orang baik, menguar jelas dari tatapan mata dan suara kejam kak Nova. Aku sangat bingung dengan kak Nova. Ada apa? Apa yang telah aku lakukan? Apakah aku berbuat salah? Saat ini, aku hanya bisa diam sambil menatap tajam ke arah kak Nova. "Kau benar-benar menarik, Rin. Saat di atas ring, aku melihat sebuah teknik yang sangat mengagumkan darimu sebelum kemudian kau pingsan setelaah pertarungan. Kenapa? Apakah kau kelelahan? Atau kau memiliki penyakit asma?" Telisik kak Nova kepadaku. "Umm, Soal itu aku juga bingung, Kak." "Bingung?" "Iya, aku merasa tidak sadarkan diri ketika di tengah pertarungan. Lalu saat aku sadar, lawanku telah terkapar di depanku. Kejadian itu tidak hanya terjadi satu kali kepadaku. Beberapa kali aku hampir membunuh diriku sendiri akibat kesadaranku yang menghilang sesaat secara tiba-tiba." Jawabku dengan raut wajah cemas. "Oh, baiklah aku mengerti. Hari ini Red Coffee tidak akan melayani pembeli. Kau ikut aku." Aku tidak menjawab apapun dan berniat mengikuti permintaan kak Nova . Kak Nova kemudian beranjak dari kursinya dan mengajakku keluar kedai. Aku dan kak Nova berjalan kaki setelah sebelumnya mengunci pintu kedai. Sekitar dua blok aku dan kak Nova berjalan dalam diam, aku dan kak Nova tiba di depan salah satu ruko. Aku bingung, untuk apa aku dan kak Nova di depan ruko yang tertutup dan terlihat kurang terawat ini? Aku tahu, kak Nova setiap hari selalu mengenakan sebuah jam tangan di pergelangan tangan kirinya. Di depan ruko tertutup ini, aku memerhatikan kak Nova memegsng jam tangan miliknya, kemudian memutar bingkainya sedikit. Aku sangat terkejut begitu melihat ruko di depanku terbuka dengan sendirinya. Aku semakin terkejut lagi ketika aku melihat sebuah mobil sport terparkir rapi dan bersih di dalam ruko tersebut. Aku bertanya kepada kak Nova tentang siapa pemilik mobil itu, tapi kak Nova hanya diam, tersenyum tipis, kemudian mengajakku masuk ke dalam mobil itu. Aku yakin jika mobil sport tahun pertengahan 2000 berwarna hitam yang bertengger cantik di dalam ruko ini adalah milik kak Nova. Aku dapat yakin karena kak Nova dengan santainya mengendarai mobil ini. Memang bukan mobil keluaran terbaru, bahkan jika dibandingkan dengan mobil milik ayahku dulu, jelas milik ayahku terlilhat lebih bagus dari mobil ini. Tapi ketika melihat dari dalam mobil ini aku dapat merasakan jika tidak ada yang asli dalam mobil ini. Mulai dari mesin hingga interior mobil ini telah dimodifikasi oleh kak Nova. Sekitar 20 menit aku dan kak Nova menyusuri jalan dalam kota yang padat, akhirnya aku dan kak Nova sampai di sebuah kedai kopi lain di sudut lain pusat kota. Sebuah kedai kopi kecil yang mirip dengan Red Coffee bernama Spice Coffee. Sebelum masuk ke dalam kedai kopi tersebut, kak Nova memberitahuku jika Spice Coffee terkenal dengan menu kopi tradisional yang menggunakan rempah sebagai penambah rasa pada kopinya. Salah satu menu yang paling terkenal di sini adalah Cinnamon Japanese Coffee yang merupakan kopi manual brew v60 yang diseduh menggunakan air yang dicampur dengan kayu manis sehingga menghasilkan rasa yang unik. Aku masuk ke dalam kedai yang bernuansa klasik modern yang mirip dengan Red Coffee tersebut. Di dalam kedai, kak Nova menyapa seorang barista bernama Adam, seorang barista yang aku taksir dia seusia denganku. Mereka berdua mengobrol dengan sangat akrab sementara aku melihat-lihat beberapa dekorasi kecil yang menurutku cukup imut seperti vas bunga kecil berisi kaktus dan beberapa aksesoris yang lain. Tapi dari keakraban yang aku rasakan dari kak Nova dan Adam, aku bisa menyimpulkan secara sepihak jika dia adalah agen The Barista. Tidak lama kemudian, kak Nova mengajakku untuk berkenalan secara resmi dengan Adam, kemudian Adam mengajakku dan kak Nova untuk masuk ke sebuah ruangan di belakang bar. Benar dugaanku, kedai ini adalah kedai kopi milik agen The Barista. Sama seperti Red Coffee, Spice Coffee juga memiliki sebuah ruangan yang memiliki logo vektor kopi yang terpampang jelas pada dindingnya. Kak Nova membuka obrolan dengan Adam, menceritakan tentang kondisiku yang terkadang kehilangan kesadaran. Adam memintaku untuk menceritakan hal itu secara detail. Aku bercerita kepada Adam dari awal hingga saat aku terakhir pingsan dan dibawa ke rumah sakit oleh Daniel. Kemudian Adam memeriksa keadaanku. Rupanya, Adam bukanlah agen yang bertugas di lapangan, melainkan seorang petugas kesehatan dari The Barista. Adam bertugas memeriksa keadaan agen jika agen memiliki gejala aneh atau ketika agen pulang dari misi berbahaya. Setelah memerika kondisiku, Adam memberitahuku jika aku mengalami sebuah keadaan yang cukup langka, yang ia sebut dengan Unconsciuos Fighting State, sebuah keadaan di mana seseorang kehilangan kesadaran namun reflek, stamina, dan kecepatannya meningkat secara signifikan. Keadaan ini seperti pisau bermata dua, di mana satu sisi bisa menyelamatkan pada saat darurat, namun sisi lain keadaan ini sangat membebani tubuh penderita. Karena saat berada pada kondisi Unconscious Fighting State, otak dan jantung akan memaksa dirinya untuk bekerja lebih keras dari biasanya. Detak jantung akan meningkat tajam, adrenalin akan meningkat secara signifikan dan suhu tubuh akan memanas untuk menyesuaikan kondisi itu. Salah satu efek sampingnya adalah ketika seseorang keluar dari kondisi itu, maka dia akan pingsan seketika karena perubahan kondisi tubuhnya yang terjadi secara tiba-tiba. Keadaan terburuknya adalah jantung pecah ketika tengah berada dalam kondisi itu karena tubuh dan jantung sudah tidak mampu menahan tekanan yang diakibatkan oleh kondisi tersebut. Adam juga menjelaskan bahwa kondisi itu dapat dipicu oleh banyak hal. Dari cerita yang aku sampaikan kepadanya, Adam memiliki kesimpulan jika aku dapat memasuki kondisi tersebut ketika aku berada pada kondisi terdesak, atau aku sedang merasa sangat marah akan sesuatu. Semakin aku marah terhadap suatu hal, maka aku akan jatuh semakin dalam pada kondisi tersebut. Adam memintaku untuk belajar mengendalikan emosiku agar aku tidak mudah jatuh ke dalam kondisi Unconscious Fighting State dan membahayakan diriku sendiri. Setelah semua obrolan itu, kak Nova langsung mengantarku pulang, kemudian dia berkata akan mengunjungi seseorang lagi setelahnya. Aku merasa, masih sangat banyak hal yang aku belum ketahui tentang The Barista dan segala isinya. Aku bahkan belum mengenal satu persatu agen yang berada pada organisasi ini. Dear diary, aku ingin segera masuk lagi ke dalam arena. Aku ingin segera bertemu dengan Nugraha dan menendang wajahnya yang berhasil membuatku jijik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD