Menjadi Barista I

1362 Words
2 Oktober 2018 Red Coffee memulai aktifitas pelayanan pukul sembilan pagi, dan aku diminta datang ke kedai pukul delapan untuk berlatih menjadi barista. Kak Nova yang akan melatihku langsung di sini. Bunyi gemerincing lonceng menyambutku saat aku membuka pintu kedai dan kak Nova telah berdiri di belakang meja bar terlihat sedang membersihkan peralatan membuat kopi. Mendengarku masuk, kak Nova sontak menoleh ke arahku dan tersenyum tipis sambil berkata "Wah, ternyata Tuan Puteri bisa bangun pagi rupanya." Aku memutar bola mataku pertanda aku sebal akan bercandaan yang kak Nova lontarkan. "Rin, sebelum kau bisa mengenakan apron ini, ada banyak hal yang harus kau pelajari di sini. Aku tahu pengetahuanmu soal kopi sangatlah minim, jadi aku akan mengajarkan kepadamu segalanya mulai dari dasar." Ucap kak Nova sambil menunjukkan sebuah apron baru yang masih terbungkus plastik. Lalu kak Nova mulai menjelaskan banyak hal kepadaku. Semua akan aku catat dalam buku harianku ini karena aku tahu jika aku tidak bisa mengandalkan daya ingatku untuk merekam hal-hal yang penting seperti ini. Mula-mula kak Nova menjelaskan tentang biji kopi. Kedai kecil seperti ini hanya memiliki dua varian biji kopi yang menjadi andalan, yaitu arabica dan robusta. Arabica merupakan biji kopi dengan dasar rasa asam, sedangkan robusta memiliki dasar rasa pahit yang dominan. Arabica memiliki berbagai macam varian rasa, berdasarkan dari daerah asal si biji kopi dan juga dari cara pengolahannya atau proses roasting-nya. Biji kopi yang dimiliki oleh kak Nova berasal dari sebuah daerah di salah satu negara asia tenggara. Negara yang menurutku cukup jauh dari jangkauan, namun di zaman yang serba daring seperti sekarang, negara tersebut masih tetap bisa dijangkau. Selanjutnya kak Nova menjelaskan tentang proses roasting. Proses ini merupakan proses yang krusial karena sebagai penentu dasar rasa yang dimiliki oleh si biji kopi. Hasil dari proses roasting dapat dibagi berdasarkan tingkat kematangan dari si biji kopi. Mulai dari light roast hingga dark roast. Apabila biji disangrai dengan tingkat kematangan light roast, maka rasanya akan lebih tidak pahit dan karakter si biji kopi juga akan lebih keluar jika kita bandingkan dengan kopi yang disangrai hingga dark roast yang memiliki karakter rasa lebih pahit dan tidak memiliki karakter kopi yang kuat. Tapi di antara semua tingkat kematangan itu, tidak ada yang lebih buruk atau lebih bagus, karena setiap tingkat kematangan biji kopi memiliki teknik seduh yang berbeda untuk mengeluarkan potensi terbaik dari si biji kopi. Tapi biasanya, para roaster, sebutan untuk orang yang yang berprofesi sebagai penyangrai kopi, tidak menggunakan light roast untuk mereka jual karena cukup sulit untuk diseduh menjadi minuman. Untuk biji kopi dark roast, cocok digunakan untuk teknik seduh yang memiliki waktu ekstraksi yang singkat seperti espresso. Espresso sendiri adalah dasar menu dari banyak sekali minuman kopi seperti cappucino, latte, dan banyak menu lainnya. Sedangkan biji kopi medium roast, yang artinya tingkat kematangannya berada di antara dark roast dan light roast, sangat cocok digunakan untuk teknik seduh yang membutuhkan waktu ekstraksi sedang, yaitu tidak singkat namun juga tidak lama. Seperti french press atau vietnam drip. Lalu untuk light to medium roast, yang artinya adalah light roast namun dengan tingkat kematangan yang hampir mendekati medium roast sehingga lebih matang dari light roast biasa, sangat cocok diseduh menggunakan teknik seduh yang membutuhkan waktu lama untuk mengekstrak sari dari si biji kopi. Teknik seduh yang cocok untuk light to medium roast adalah cold brew atau teknik seduh kopi tanpa air panas, dan juga hario v60 dari jepang. Menurut kak Nova, seorang barista yang handal adalah barista yang mampu mengeluarkan potensi terbaik dari setiap biji kopi tidak peduli tingkat kematangan dari proses roasting-nya, sehingga aku harus belajar segala hal tentang biji kopi. Sejujurnya, aku masih belum terlalu paham dengan semua penjelasan kak Nova. Apa itu roasting, apa itu light, apa itu espresso, apa itu v60 dan yang lainnya, kak Nova menjelaskan dengan sangat cepat dan aku hampir tidak bisa mengikuti kecepatan kak Nova dalam mengarahkan. Lalu untuk permulaan, kak Nova akan mengajarkanku salah satu menu yang mudah namun butuh kesabaran dan daya ingat untuk menyajikannya. Awal mula kak Nova menyuruhku untuk memasukkan satu sendok penuh biji kopi medium roast ke gilingan, lalu menggilingnya dengan tingkat kehalusan fine to medium, atau tingkat gilingan halus namun tidak terlalu halus. Setelah itu aku diminta merebus air hingga mencapai suhu 92°C. Selama aku merebus air, aku diminta menyiapkan sebuah panci kecil berukuran sekitar 100ml yang memiliki banyak lubang kecil di dasarnya. Panci kecil tersebut juga memiliki saringan berupa lempengan besi tipis yang juga memiliki banyak lubang kecil. Aku diminta menuangkan biji kopi yang telah aku giling ke dalam panci kecil tersebut sebelum kemudian ditutup menggunakan saringan. Kemudian aku diminta meletakkan panci kecil tersebut di atas sebuah gelas transparan yang sebelumnya telah diisi oleh krimer kental manis sekitar satu per delapan gelas. Setelah air mencapai 92°C, mula-mula aku diminta untuk menuangkan sedikit air hinga setinggi seperempat panci kecil tersebut. Setelah airnya habis, aku diminta lagi untuk menuang air panas kembali hingga penuh dan menutup panci kecil itu dengan tutup yang telah disediakan. Selanjutnya yang terjadi adalah, cairan hitam menetes sedikit demi sedikit dari lubang yang berada di bawah panci kecil tersebut. Kak Nova berkata jka aku harus menunggu hingga kopi tersebut berhenti menetes, baru kopi tersebut siap untuk diminum. Nama menu ini adalah vietnam drip. Baiklah, dari sini aku sangat pusing. Kepalaku terasa penuh dengan segala teori yang diajarkan oleh kak Nova. Beruntung aku membawa buku catatan kecil di sakuku sehingga aku tidak perlu mengingat segalanya secara langsung. Tapi tetap saja tanganku masih terasa sangat kaku apabila harus memegang berbagai alat kopi yang ada di hadapanku. Matahari mulai meninggi, jam telah menunjukkan waktu makan siang. Berkali-kali lonceng di atas pintu masuk kedai bergemerincing tanda pelanggan kedai sudah mulai ramai berdatangan. Aku yang baru pertama kali bekerja merasa sangat panik dan kebingungan. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini. Aku menoleh ke kanan dan kiri, tanganku gemetar dan bola mataku bergerak cepat. Kak Nova yang menangkap gestur gugup dariku memerintahkanku untuk sebatas menjadi pelayan di kedai, dan kak Nova yang mengatasi semua pesanan. Aku sangat salut kepada kak Nova, selama ini dia mengatasi segala keramaian seperti ini seorang diri. Kak Nova tertawa geli ketika melihatku panik di hari pertamaku bekerja. Sore hari tiba, matahari terlihat akan kembali ke ufuk barat, akhirnya kedai mulai lengang. Aku mengambil salah satu tempat duduk pengunjung dan merebahkan punggungku di sana. Rasanya hari ini sangat penat, berbeda dengan ketika aku bertarung di arena, penat yang aku rasakan hari terasa sangat menyiksa. Di sini lagi-lagi aku salut kepada kak Nova, wajahnya masih terlihat segar seperti pagi hari dan tidak terlihat lelah sama sekali. Bunyi lonceng pintu aku dengar pertanda ada pengunjung yang masuk ke dalam kedai. Sedikit malas aku tegakkan kepalaku bermaksud menyapa pengunjungku dengan ramah. Aku sedikit terkejut ketika ternyata seseorang yang masuk adalah Daniel yang baru pulang dari pekerjaannya di luar kota. Senang? Sumringah? Tentu saja. Tapi aku sudah tidak sanggup mengeluarkan ekspresi apapun untuk menyambutnya. Daniel terkejut saat melihatku berada di sini dengan wajah lelah. Aku belum menggunakan apron sehingga Daniel masih belum bisa mengenaliku sebagai karyawan di sini. "Hei Tuan Puteri, ada apa dengan wajahmu? Kenapa kau terlihat sangat kacau? Apakah kau melakukan tindakan kriminal sehingga polisi mengejarmu dan kau bersembunyi di sini? Hahahahaha." Ledek Daniel kepadaku. Aku heran, aku sudah lama tidak bertemu dengan Daniel dan kalimat yang ia lontarkan pertama kali justru adalah ledekan. "Jaga mulutmu, Anak Muda! Kak Nova Menyiksaku seharian ini." Jawabku kesal namun dengan nada lemah. "Ha? Kak Nova?" Daniel menjawab dengan terkejut, diikuti oleh pandangannya yang beralih menuju kak Nova yang berada di belakang meja bar. Kak Nova hanya tersenyum tipis dan menjawab "Rin menjadi karyawan di sini mulai hari ini." "APAAA?!?" Daniel sontak terkejut mendengar ucapan dari kak Nova. "Bagaimana bisa Kak Nova mempekerjakan seseorang seperti Rin? Astaga, masih banyak orang lain yang lebih baik dibandingkan Rin...." Daniel menyerocos tanpa henti kepada kak Nova untuk meledekku. Dear Diary, hari ini adalah hari pertamaku menjadi seorang agen yang berkedok barista. Mungkin aku hanya akan berkata kepada Daniel jika aku adalah seorang barista, bukan seorang agen. Karena aku tidak ingin membuat Daniel khawatir terhadapku. Aku tutup buku harianku dengan doa agar aku bisa kembali dari misi dengan selamat ketika aku sudah terjun ke lapangan nantinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD