Menuju Arena I

1512 Words
22 Oktober 2018 Siang ini pusat kota sedang dilanda hujan yang sangat lebat, kedai yang biasanya sangat ramai pada jam istirahat makan siang seperti ini menjadi sangat sepi. Rasa bosan mulai melandaku yang telah mempersiapkan tenaga untuk menyambut segala kericuhan yang biasanya terjadi. Entah kenapa, ketika kedai dalam keadaan sepi seperti ini justru aku merasa sangat lelah. Bahkan kak Nova juga ikut merebahkan diri di sofa denganku. "Rin." Sapa kak Nova. Sepertinya dia benar-benar dilanda kebosanan. "Hmm." Sahutku singkat sambil memainkan ponselku. "Apa yang kau lihat?" "Tidak ada, hanya siaran langsung pertandingan di arena." "Rin." Kak Nova kembali memanggil namaku. Aku hanya terdiam tidak bereaksi apapun dan tetap melanjutkan kesibukanku menonton pertandingan. "Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu." "Apa?" Sahutku singkat. "Kenapa kau kembali ke kedai? Padahal di antara kau dan aku tidak ada perjanjian kontrak tertulis. Kau seharusnya dapat pergi kapanpun kau mau. Kenapa kau memutuskan untuk kembali? Bukankah aku sudah menghancurkan dirimu?" Ucap kak Nova sambil tetap merebahkan dirinya di sofa. Matanya sama sekali tidak menatapku sehingga aku tidak tahu apakah dia sedang serius atau tidak. "Kenapa? Entahlah. Padahal aku sudah bisa masuk dan datang sendiri ke arena, aku sudah bisa membunuh Nugraha dengan tanganku sendiri tanpa bantuan The Barista. Seharusnya aku tidak perlu datang ke sini lagi. Lagipula, tidak ada yang mencariku sama sekali, bukan? Tidak ada yang peduli kepadaku juga meskipun aku telah mati di sana. Mungkin dengan aku mati, aku tidak lagi merasakan trauma dan ketakutan." Sahutku sambil tetap memfokuskan diri pada layar ponselku. "Lalu kenapa kau kembali?" "Tidak ada alasan khusus, The Barista bukan tempat yang istimewa juga bagiku. Tapi, jika aku tidak kembali ke sini, bukankah aku sama dengan banyak orang jahat di luar sana? The Barista telah membantu pendidikanku, membayar kebutuhan kuliahku, The Barista juga membantuku menemukan semua petunjuk atas kematian orang tuaku yang bahkan kepolisian tidak sanggup mengungkapnya, aku bisa masuk ke sarang musuh juga berkat bantuan informasi dari The Barista. Bukankah aku kurang ajar jika meninggalkan semua yang ada di sini? Aku tahu, kau mungkin tidak akan mencariku jika aku gugur karena akan sangat mudah mengganti seorang agen amatir sepertiku. Tapi jika aku pergi, kau akan kehilangan sesuatu yang telah kau pertaruhkan selama ini. Kau tahu? Aku kembali ke sini karena aku kasihan denganmu, Kak. Aku takut kau jatuh miskin." Terangku sambil memasang wajah tak acuh pada kak Nova. "Lalu, jika aku tidak mencarimu, jika aku tidak menghubungimu ketika sedang berada dalam misi, apa yang akan kau pikirkan nantinya? Apakah kau akan berpikir jika aku tidak peduli kepadamu?" "Haaah, aku tidak peduli dengan hal itu. Bukankah hal itu adalah resikoku sebagai seorang mata-mata? Ketika koordinator sudah melepasku di lapangan, artinya dia telah rela apabila aku tidak kembali dengan keadaan selamat. Yang diharapkan oleh koordinator bukanlah kembalinya agen dengan selamat, melainkan informasi akurat yang dibawa oleh agen baik dia kembali dalam keadaan hidup maupun gugur dalam tugas. Aku sudah mengerti hal itu, dan memutuskan untuk kembali ke kedai." Terangku kepada kak Nova. "Haha, dari mana kau belajar hal itu, Rin? Aku seperti bertemu dengan dua sosok berbeda hanya dalam waktu beberapa hari saja. Kemana saja kau selama menghilang, Rin?" Badan kak Nova sedikit bergetar karena dia terkekeh akan ucapanku. "Tapi Rin, aku ingin menjelaskan sesuatu kepadamu. Kau harus dengar ini..." Aku mendengarkan dengan seksama apa yang kak Nova katakan kepadaku. Poin pertama yang kak Nova sampaikan kepadaku saja sudah membuatku terkejut. Bagaimana tidak, aku sangat percaya dengan perkataan kak Nova yang mengatakan bahwa seluruh teknik membuat kopi yang dipelajari di dalam kedai, semua memiliki sangkut paut dengan soft skill yang dibutuhkan untuk menjadi seorang agen. Ternyata kenyataan yang terjadi adalah kak Nova membohongiku. Sebenarnya semua teknik membuat kopi itu tidak ada sangkut paut sama sekali dengan kemampuan menjadi seorang agen. Kak Nova hanya mempermainkanku. Apa yang dikatakan kak Nova cukup bisa membuatku meletakkan ponselku dan menyimak perkataannya karena aku terlanjur jengkel kepada dirinya. Aku marah, tapi aku masih menahan diri dengan kemarahanku karena tidak ingin berada pada kondisi Unconscious Fighting State. Atau jangan-jangan, Unconscious Fighting State juga sebuah kebohongan? Latihan sebenarnya menjadi seorang agen ternyata dimulai ketika aku masuk ke dalam arena lagi setelah kompetisi kembali dimulai. Bagaimana aku bertarung, bagaimana aku menghadapi Nugraha, bagaimana aku ketika dalam kondisi terjebak dan sulit untuk melarikan diri, bagaimana aku menjaga rahasiaku sebagai seorang agen, bagaimana caraku mendapatkan informasi, bagaimana caraku melarikan diri, bagaimana caraku merahasiakan identitasku di depan sahabatku, itulah latihan sebenarnya sebagai seorang agen. Aku semakin terkejut ketika mengetahui jika semua itu hanya latihan. Termasuk ketika kak Nova menjatuhkan mentalku, ketika kak Nova sama sekali tidak mencariku ketika aku sedang dalam masalah, kak Nova tidak peduli kepadaku ketika aku sedang terpuruk, semua itu adalah bagian dari latihan. Dan kak Nova mengatakan semua hal itu tanpa ada rasa bersalah sama sekali. Kak Nova menambahkan bahwa dirinya terkejut ketika melihatku dapat memasuki Unconscious Fighting State. Kondisi itu merupakan kondisi yang sangat langka. Biasanya, ketika seseorang memasuki kondisi itu, maka dia akan mati tidak lama setelah itu. Tetapi aku bisa selamat dan bahkan dapat memasuki kondisi itu beberapa kali. Hal itulah yang akhirnya membuat kak Nova memberikan perhatian khusus kepada kondisiku. Aku memastikan berkali-kali kepada kak Nova bahwa Unconscious Fighting State bukan merupakan kebohongan seperti teknik menyeduh kopi, dan kak Nova menjawab berkali-kali jika hal itu bukan merupakan kebohongan karena aku bisa merasakan hal itu secara langsung. Rasanya aku benar-benar ingin marah kepada kak Nova. Aku marah karena selama ini seperti dijadikan kelinci percobaan. Selama aku melakukan hal berbahaya di arena, kak Nova menganggap hal itu sebagai latihan. Rasanya ingin aku tonjok wajah kak Nova saat ini juga. Tapi kak Nova menambahkan, dengan aku datang ke kedai lagi dan bersedia kembali menjalankan misi, artinya aku lulus ujian dan latihan menjadi seorang agen, dan semua itu sesuai dengan ekspektasi kak Nova. Kak Nova mengatakan jika setelah ini semuanya akan berbeda. Kak Nova berdiri, berjalan ke arah bar dengan santai kemudian dia menoleh ke kanan dan kiri seperti mencari sesuatu. Kemudian kak Nova memanggi namaku, "Rin, tangkap!" Sebuah benda melayang ke arahku, aku spontan mengulurkan tanganku untuk menangkapnya. aku melihat benda yang dilempar kak Nova kepadaku. Ketika aku buka benda itu, ternyata sebuah apron hitam yang bertuliskan Red Coffee dan memiliki logo vektor kopi khas The Barista, dan juga namaku yang dibordir menggunakan benang emas. Kak Nova mengatakan jika emas yang digunakan adalah emas asli, bukan benang emas imitasi. Aku sangat senang, kemarahanku kepada kak Nova seketika luntur berganti dengan euforia diriku masuk ke dalam organisasi The Barista secara resmi. Kak Nova kembali berjalan ke arahku, kemudian menunjukkan ponselnya kepadaku. Pada layar ponsel milik kak Nova, terdapat sebuah logo The Barista yang tergambar jelas di bagian tengahnya. Kak Nova memintaku memindai sidik jariku pada layar ponsel miliknya, kemudian tampilan layar berubah menjadi "Selamat Datang Agen Bianka." Kak Nova berkata jika halaman yang ditampilkan pada layar ponselnya adalah halaman verifikasi terakhir sebagai persyaratan sekaligus kontrak untukku sebagai agen resmi dari The Barista. Kak Nova kemudian mengajakku masuk ke ruangan belakang seperti biasa, di atas meja milik kak Nova telah terpampang beberapa benda yang diberikan kak Nova kepadaku. Terdapat sebuah kotak yang berisi sebuah benda seperti earphone, namun berukuran lebih kecil. Kak Nova berkata jika benda itu berfungsi sebagai alat komunikasi utama antara aku dengan para agen yang lain. Kemudian terdapat sebuah kunci mobil yang diberikan kak Nova kepadaku. Kak Nova berkata jika aku harus memiliki mobilitas yang tinggi dan siap ditugaskan kemanapun. Terdapat juga sebuah kacamata hitam yang memiliki fungsi lain sebagai pemindai logam. Dengan kacamata itu, aku bisa mengetahui jika seseorang membawa senjata tajam atau senjata api. Dan ada sebuah benda lagi diberikan oleh kak Nova kepadaku. Yaitu sebuah jam serbaguna yang bisa digunakan untuk mengakses banyak fasilitas milik The Barista seperti garasi, kedai, dan beberapa fasilitas lain milik The Barista. Aku sangat takjub, mataku berbinar mengetahui jika aku mendapatkan semua fasilitas itu ketika secara resmi bergabung dengan The barista. Seperti seseorang yang tidak memiliki dosa sama sekali, Aku berkata kepada kak Nova jika sebenarnya hari ini aku ingin marah kepada kak Nova, namun batal karena telah mendapatkan banyak peralatan mata-mata. Dengan polos aku berkata, "Wah, sekarang aku benar-benar menjadi mata-mata super." Kak Nova tertawa geli mendengar kalimat itu. Sore hari tiba, dan hujan juga tak kunjung reda. Kedai benar-benar sepi hari ini, tidak ada pengunjung yang mendatangi kedai sama sekali. Aku mendapat sebuah berita mengejutkan, sebuah surel aku terima dari Underground Free Fighting yang mengatakan jika aku mendapat tantangan untuk bertarung lagi besok dari seseorang yang memiliki perkembangan sama pesatnya denganku di arena. Aku memberitahukan itu kepada kak Nova, dan kak Nova juga menunjukkan sesuatu kepadaku. Kak Nova menunjukkan video pertarungan terakhirku di arena. Kak Nova berkata bahwa aku bertarung terakhir kali dengan bantuan Unconscious Fighting State sehingga aku memiliki teknik yang luar biasa. Kak Nova memintaku untuk mempelajari teknik apa saja yang aku gunakan hari itu, kemudian mempraktekkannya besok. Karena kak Nova khawatir jika aku tidak memenangkan pertandingan besok, maka perhatian Nugraha kepadaku akan memudar dan The Barista akan kesulitan untuk mendapatkan informasi ke depannya. Dear diary, aku sudah memantapkan niatku untuk kembali bergabung dengan The Barista. Aku berharap, keputusanku bukanlah sebuah kesalahan dan tidak harus aku sesali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD