Menuju Arena II

1787 Words
23 Oktober 2018 Hari ini aku kembali ke arena setelah pertemuan terakhirku dengan Nugraha yang bagiku berakhir buruk itu. Aku masih belum menyangka jika aku memiliki mobil pribadi saat ini. Rasanya aku ingin segera memeriksa dan mengendarai mobilku, tapi aku masih belum bisa mengendarai mobil sendiri karena sejak kecil aku terbiasa menggunakan sopir. Aku telah melihat video pertarungan yang diberikan kak Nova kepadaku kemarin. Aku lagi-lagi dibuat terkejut dengan kenyataan yang ada. Entahlah, mungkin aku adalah orang yang terlalu mudah untuk dikejutkan. Aku harap tidak ada orang yang mempermainkanku. Tapi aku bersungguh-sungguh saat aku berkata bahwa aku terkejut. Memang teknik yang aku gunakan ketika aku tidak sadarkan diri bukan sebuah teknik khusus dari aliran bela diri tertentu, melainkan sebuah teknik sederhana yang mengandalkan insting dan reflek. Tidak ada teknik ground fighting yang aku tunjukkan ketika aku tengah tidak sadarkan diri, semua yang aku tunjukkan adalah teknik striking. Meski begitu, aku berhasil membuat lawanku terkapar hanya dengan striking. Sore ini, aku telah berada di arena. Aku berjalan kaki dari apartemenku, menyusuri lorong sempit dan gelap di saluran air bawah kota untuk bisa sampai ke arena. Suasana arena telah lebih ramai dari terakhir kali aku mendatanginya. Sepertinya antusiasme penonton telah kembali, dan ketakutan mereka akan penggerebekan telah berkurang drastis. Ketika aku tiba di arena, aku mendengar teriakan kotor dari banyak penonton kepada petarung yang kalah di arena.Seperti, "Lebih baik kau menjadi p*****r saja, b******n!" Atau, "Kau jangan tidur di atas ring, Sayang. Lebih baik kau tidur bersamaku!" Dan banyak umpatan lain yang membuatku bergidik geli karena kekotoran pikiran mereka. "Selamat sore, Nona Bianka. Apakah anda ingin menunggu giliran anda di tempat VVIP?" Sapa seorang petugas keamanan kepadaku. Sebelumnya aku belum pernah mendapatkan tawaran seperti ini, aku rasa ini adalah ulah Nugraha. "Ah, tidak perlu. Aku akan menunggu di tempat biasa." Sahutku. Aku melanjutkan langkahku berjalan menuju ruang tunggu di belakang ring. Tapi ada yang berbeda kali ini, yaitu aku tidak harus berdesakan dengan para penonton. Ada beberapa petugas keamanan yang mengawal dan membuka jalan untukku. Jujur saja aku merasa sedikit malu diperlakukan istimewa seperti ini. "Para penonton sekalian, inilah pertandingan penutup istimewa kita malam ini! Pertandingan dari dua petarung yang memiliki perkembanngan yang luar biasa pesat. Di sudut kiri! Seorang petarung luar biasa yang memiliki teknik ground fighting mematikan, POISON IVY!" Aku menengok ke atas ring untuk melihat lawanku masuk ke dalamnya, tapi aku tidak menemukan pembaca acara yang berteriak seperti biasa. Ring dalam keadaan kosong karena lawanku masih berjalan menuju ke atas ring. Aku mencari tahu asal suara dari pembawa acara itu. Aku mengidarkan pandanganku ke sekeliling arena, dan menemukan jika di sudut VVIP, Nugraha sedang berdiri memegang mikrofon. "Ah sial, Nugraha memimpin pertandingan kali ini. Aku semakin merasa malu!" Umpatku di dalam hati. "Selanjutnya, petarung di sudut kanan. Seorang petarung VVIP dengan teknik striking yang tidak kalah mematikan, selalu berhasil membuat lawan pingsan di ronde pertama. Inilah dia, SAYANGKU BIANKA!" Aduh, Nugraha benar-benar kampungan, tidak berkelas dan haus perhatian. Aku rasa aku tidak akan sanggup jika berada di tempat ini lebih lama lagi. Aku harus segera menangkap Nugraha secepatnya agar aku bisa meloloskan diri dari tempat ini. "Ahahahahaha, Astaga, ternyata Nugraha sangat menyukaimu, Rin. Aku tidak menyangka jika kau menjadi anak kesayangan Underground Free Fighting, Rin." Sahut suara seseorang di dalam telingaku. Aku memang menggunakan earphone The Barista kali ini, agar kak Nova juga bisa memantauku dari jauh. "Diam kau, kak Nova! Jangan membuatku semakin malu!" Gerutuku perlahan. Memang, earphone ini membuat kak Nova dapat mendengar apapun yang bisa aku dengar di sini. Termasuk segala kebisingan yang terjadi. "Ahahahahaha. Baiklah aku tidak akan berkomentar lagi. Selamat bertugas, Agen Bianka. Bantuan akan siap kapanpun kau butuhkan." Sahut kak Nova, dan aku tidak menjawab hal itu. Baiklah, aku harus mengenyahkan rasa maluku kali ini. Semua ini demi tujuanku mendekati Nugraha, aku tidak boleh malu karena hal itu. Aku naik ke atas ring dengan terpaksa menahan malu dan menaikkan rasa percaya diriku. "Oh, jadi ini anak kesayangan ketua? Aku kira kau cantik, ternyata hanya seorang p*****r rendahan yang menjilat ketua." Ucap lawanku sinis kepadaku. "Ketua? Ah, mungkin maksudnya Nugraha. Dia memanggil Nugraha dengan sebutan ketua." Pikirku. Tapi aku tidak menanggapi omongan dari lawanku dan hanya diam. "Hei, sombong sekali kau, p*****r! Apakah kau tidak memiliki mulut untuk menjawab omonganku, Ha?! Atau kau terlalu takut kepadaku?!" Dia berceloteh semakin keras ketika aku tidak menanggapi omongannya, tapi aku tetap tidak menjawab omongan lawanku. "Jangan kau tangapi, Rin. Fokuslah pada pertarunganmu." Suara di dalam telingaku memberikan arahan kepadaku. *Ting.. Pertandingan dimulai. Lawanku menatapku dengan tajam disetai senyuman sinis. Tatapan dari seseorang yang seperti ingin membunuhku. "Baiklah, aku sudah sedikit paham dengan video milikku kemarin, aku harus mempraktikkan hal itu sekarang. Strategiku sangat sedderhana, ikuti insting!" Gumamku di dalam hati. Lawanku bermain dengan agresif. Dia mengambil inisiatif serangan terlebih dahulu. Dia berlari maju dan berusaha menangkapku. "Ini saatnya. Insting! Insting! Insting! Apa yang akan aku lakukan?" Batinku. Dari kuda-kuda yang ditunjukkan lawanku, terlihat dia ingin menangkapku dan mengajakku bertarung di ground karena dia tahu jika aku lemah di urusan ground fighting. Ketika lawanku berlari mendekat dengan posisi membungkuk dan hampir menangkapku, aku mengambil langkah cepat dua langkah ke belakang. Gerakan reflek yang aku lakukan membuat lawanku kaget dan dia gagal menangkapku hingga hampir kehilangan keseimbangan. Aku tidak menyia-nyiakan hal itu, aku dengan cepat mengambil satu langkah maju sehingga kepala dan badan lawanku berada di bawah siku tanganku. Seketika aku sedikit menjatuhkan badanku ke arah bawah, membuat momentum dan memukul bagian belakang kepala lawanku menggunakan siku. Lawanku langsung tersungkur. Aku yakin pukulanku cukup membuat lawanku pening saat ini. Aku juga ikut jatuh terduduk akibat momentum yang aku ciptakan. Dengan cepat aku berdiri dan berusaha menginjak kepala lawanku. Sayangnya serangan yang aku lakukan belum cukup cepat sehingga dia dapat berguling dan kembali mengambil posisi berdiri. Aku dan dia kembali pada posisi awal. Kali ini aku mencoba untuk membuka serangan dan mencari celah. Tetapi ternyata aku salah, ketika aku mencoba memberikan pukulan straight kepadanya, dia berhasil menangkap tanganku dan menarikku ke arahnya. Aku terkejut, aku kehilangan keseimbanganku dan hampir tersungkur. "Ah, apa aku akan kalah di sini?" Pikirku. Setelah tanganku berhasil ia tarik, sebuah tendangan lutut dilancarkan dan perutku terkena telak. Rasanya sangat mual karena lawanku memiliki power yang cukup besar. Perutku terasa seperti diputar dari dalam. Rasa mual ini terasa hingga ke kepalaku. Dia sama sekali tidak melepaskan tanganku meskipun telah berhasil menendangku. Sebuah tendangan kembali dia lancarkan. Karena posisiku tertunduk akibat menhan sakit pada bagian perut, tendangan itu terkena ke arah daguku. Aku langsung terpelanting ke belakang. Beruntung, kerasnya tendangan yang aku terima membuat lawanku melepaskan tanganku dari tangannya yang sedari tadi mengunci pergerakan tanganku. Ketika aku berada di udara, sepersekian detik itu aku merasa kabut putih hampir menyelimuti diriku. Aku hampir kehilangan kesadaran, tapi aku masih bisa mempertahankan kesadaranku ketika aku mendarat. Aku terjatuh, punggungku mendarat terlebih dahulu ke arena, dan itu membuat dadaku semakin sakit. Tapi aku masih berusaha mempertahankan kesadaranku karena aku tidak ingin berada pada Unconscious Fighting State saat ini. Aku terkapar di tengah ring. Rasanya badanku sudah hampir tidak bisa digerakkan. Nafasku juga tidak teratur karena aku harus menahan diri agar tidak masuk ke kondisi yang tidak aku inginkan. Aku tidak sanggup untuk berdiri. Kabut putih masih menyelimuti sebagian pengelihatanku, sehingga aku masih dengan susah payah menahan kesadaranku agar tidak hilang. "Apakah aku akan kalah di sini? Tidak, aku tidak boleh kalah, aku tidak ingin kalah di sini." Batinku menyemangati diriku sendiri. Saat aku masih terpaku dan berjuang mempertahankan kesadaranku, sebuah telapak kaki tiba-tiba datang dan ingin menginjak wajahku. Entah dari mana datangnya, aku tiba-tiba bisa menghindari telapak kaki itu dan kembali berdiri. Aku bisa melihat lawanku dengan jelas meski kabut putih masih menutupi sebagian pengelihatanku. Tapi aku hampir tidak bisa mengendalikan gerak tubuhku. Aku dan lawanku kembali pada posisi berdiri saat ini, saat kemudian sebuah serangan dari lawanku tiba-tiba datang ke arahku. Dari kuda-kuda yang dia gunakan, serangan itu merupakan serangan jenis striking. Aku rasa dia tahu jika dia akan melakukan hal yang sia-sia lagi apabila dia ingin menangkapku. Aku sangat terkejut dengan reflek badanku. Ketika serangan itu datang, badanku bisa dengan spontan dan santai mengambil satu langkah ke kanan menghindari serangan itu, kemudian maju satu arah. Ketika kepala lawanku berada di sebelahku, aku spontan mengeluarkan serangan dengan menggunakan siku. Serangan telak terkena ke arah pelipis kiri lawanku. Satu serangan yang bisa membalikkan keadaan karena serangan itu berhasil membuat lawanku pingsan seketika. Setelah lawanku pingsan, kabut putih yang menyelimuti sebagian pengelihatanku menghilang perlahan. Saat kabut putih itu menghilang sepenuhnya, badanku tiba-tiba lemas dan aku seperti kehilangan tenaga. Tapi kali ini aku berhasil mempertahankan kesadaranku. Aku tersimpuh di tengah ring, nafasku tersengal, aku merasa tubuhku sangat berat dan badanku terasa sangat sakit. "Dan pemenangnya adalah BIANKA!" Seru Nugraha dalam mikrofon yang terdengar hingga ke seluruh penjuru arena. Petugas kesehatan datang membantuku berdiri karena aku sudah tidak sanggup mengangkat diriku sendiri. Aku dibantu berdiri dan dibopong ke belakang ring. Salah satu petugas keamanan memberikan ice pack kepadaku untuk meredakan nyeri yang aku rasakan. Tidak lama kemudian, Nugraha mendatangiku di belakang ring. "Pertandingan yang hebat, Gadis Kecilku." Sapa Nugraha kepadaku. "Ah, terima kasih, Sir. Aku hampir saja kalah tadi. Beruntung aku bisa membalikkan keadaan."Jawabku kepada Nugraha. "Kau jangan merendah, Bianka Sayang. Aku tahu jika lawanmu kali ini tidak lebih kuat dari lawanmu kemarin. Kau pasti bisa mengalahkannya. Kau jangan merendah, Sayang." "Ah, kau terlalu memujiku, Sir." Sahutku sambil memaksakan diri untuk tersipu kepada Nugraha. "Bianka Sayang, Aku sangat rindu kepadamu. Aku sampai harus mengatur pertandingan untukmu agar kau datang ke arena lagi, Sayang. Aku takut kau tidak kembali ke arena." Rayu Nugraha kepadaku. "Tunggu, jadi pertarunganku hari ini telah diatur oleh Nugraha? Lalu, apakah kemenanganku tadi juga telah diatur?" Pikirku. "Ah, aku tidak akan kabur, Sir. Aku sudah berjanji kepadamu." Jawabku berusaha bersikap manis di depannya. "Bagaimana jika kau memiliki waktu luang, kau datang ke arena dan menonton pertandingan bersama-sama denganku di kursi VVIP?" Nugraha kembali mencoba merayuku. "Rin, Kau harus menerima tawaran itu. Jangan kau tolak!" Seru suara di dalam telingaku. "Ah baiklah, Sir. Aku akan datang ke arena jika aku memiliki waktu luang. Aku tahu jika kau selalu ada di arena ketika partai perempuan berlangsung." "BAGUS! Aku suka hal ini, Bianka. Aku akan menunggumu, hahahaha" Seru Nugraha. Setelah itu dia langsung menyingkir dari hadapanku "Fyuuh." Aku mengambil nafas panjang, Aku tidak menyangka jika aku mengiyakan ajakan Nugraha untuk berkencan. "Kerja bagus, Rin. Kau telah melakukan hal yang bagus, hahahaha. Selamat ya, kau akan berkencan dengan pembunuh keluargamu setelah ini." Seru suara di dalam telingaku. "Diamlah, Kak Nova! Aku lelah!" Dear diary, setelah aku beristirahat beberapa saat di arena, aku berjalan pulang meninggalkan arena dan pulang tertatih berjalan kaki menuju apartemenku. Rasanya badanku sangat sakit dan hampir tidak bisa menahan diri lagi. Aku ingin segera sampai di apartemen dan merebahkan diriku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD