Menuju Arena III

1264 Words
24 Oktober 2018 Suatu pagi di kedai Red Coffee. Aku menulis seperti ini agar seperti novel yang banyak terbit di situs daring saat ini. Novel roman picisan yang entah kenapa memiliki peminat yang sangat banyak. Aku rasa remaja saat ini telah cukup malas memikirkan hal lain selain cinta, cinta, cinta, dan cinta. Ah kenapa buku harianku berubah menjadi buku gosip seperti ini? Hahaha. "Rin, kemarin Daniel mencarimu ke kedai" Kata kak Nova ketika kita berdua sama-sama sibuk membersihkan kedai sore hari ini. "What? Jam Berapa?" Jawabku penasaran. "Seperti biasa, ketika kedai telah kosong tanpa pelanggan." "Lalu apa yang kau katakan kepada Daniel?" "Aku mengatakan jika kau sedang mengunjungi kedai di cabang lain, dan semua selesai." "Baiklah baiklah, aku mengerti." Jawabku yang tidak ingin memperpanjang obrolan itu. "Kau memiliki rencana selanjutnya mengenai Nugraha, Rin?" Kak Nova meengalihkan topik ke hal yang lebih serius. "Belum, Kak. tapi aku sepertinya membutuhkan bantuan Adam. Aku ingin berbicara dengannya mengenai tubuhku." "Adam? Baiklah setelah ini kita pergi ke tempat Adam. Bagaimana jika kita memakai mobil baru milikmu, Rin?" Sahut kak Nova dengan wajah yang cukup antusias. "Ah, aku belum bisa mengendarai mobilku sendiri, Kak." "Itu bukan perkara sulit, Rin. Aku akan mengajarkan itu kepadamu. Ayolah, kau belum melihat seperti apa mobil milikmu." Kak Nova mulai menunjukkan kepadaku cara menggunakan peralatan yang aku punya. Setelah aku bisa menggunakan earphone, kali ini kak Nova akan mengajariku menggunakan jam tangan sebaguna. Jam tangan ini memiliki fitur GPS yang memungkinkanku melacak di mana targetku, atau melacak garasi serta aku bisa mengetahui di mana mobilku berada. Dari GPS ini aku tahu jika mobilku berada pada sebuah ruko yang berada dua blok dari kedai, tapi di arah yang berlawanan dari ruko tempat kak Nova memarkirkan mobilnya. Aku bersama kak Nova berjalan bersama, kali ini kak Nova memintaku berjalan di depan dan memimpin jalan. Setelah tidak berapa lama aku berjalan bersama kak Nova, aku sampai di sebuah ruko tertutup yang sama seperti ruko sebelumnya. Kak Nova mengajarkiku tentang cara membuka pintu ruko tersebut. Terdapat sebuah lampu kecil di atas pintu ruko, di mana kita harus memutar jam tangan kita ke arah tertentu agar lampu di atas pintu ruko tersebut menyala. Aku mencoba beberapa kali namun lampu itu tidak kunjung menyala. Kak Nova mengatakan, untuk menghidupkan lampu tersebut membutuhkan kesabaran serta ketelitian. Setelah sekitar sepuluh menit aku berkutat dengan jam tanganku, akhirnya aku dapat membuka pintu ruko tersebut. Kak Nova sangat sabar dan sama sekali tidak protes ketika aku bersusah payah, namun dia juga tidak membantuku sama sekali. Tapi kali ini aku tidak marah ketika kak Nova tidak membantu karena aku sadar jika aku harus melakukan semuanya sendiri. Setelah pintu ruko terbuka, aku melihat sebuah mobil yang tertutup kain pelindung. Dari luar kain, mobil ini tidak terlihat seperti sedan, tapi terlihat seperti mobil city car pada umumnya. Kak Nova membantuku membuka kain penutup itu, dan aku melihat sebuah city car berwarna silver terparkir dan sangat bersih. "Berikan kuncinya kepadaku." Seru kak Nova kepadaku. Aku membuka tas kecilku, mengeluarkan kunci mobil dari dalamnya dan melemparkan kunci itu kepada kak Nova. Kak Nova membuka mobilku dan memintaku duduk di kursi penumpang. Sambil mengendarai mobil menuju ke Spice Coffee, kak Nova mulai menjelaskan semua hal tentang mobilku. Pertama, kak Nova menjelaskan tentang pedal kaki, di mana pedal sebelah kanan merupakan pedal gas, pedal tengah adalah rem, dan pedal kiri adalah kopling. Kemudian kak Nova menjelaskan tentang koordinasi dari tangan dan kaki agar bisa mengendarai mobil dengan baik. Satu bagian favoritku adalah ketika kak Nova menjelaskan tentang fitur yang dimiliki oleh mobil ini. Kak Nova menjelaskan jika mesin mobil ini telah dimodifikasi menyesuaikan kebutuhan kita sebagai seorang agen. Kemudian di bagian tengah dasboard terdapat sebuah layar serbaguna yang memiliki banyak fungsi. Salah satu fungsi yang paling menonjol adalah, ketika kita menghidupkan fitur kecerdasan buatan, maka kaca depan mobilku akan memiliki tampilan seperti layar komputer di mana memiliki fitur pendeteksi panas tubuh, pendeteksi logam, peringatan bahaya, dan beberapa indikator lain yang sangat berguna untuk misiku nantinya. Aku bertanya kepada kak Nova tentang, kenapa aku memiliki city car sedangkan kak Nova memiliki sedan? Kak Nova menjawab jika dua mobil ini memiliki fungsi yang berbeda. Mazda Miata milik kak Nova sangat handal dalam pengejaran di jalan bebas hambatan dan pengejaran jarak jauh, sedangkan mobil Peugeot 206 milikku sangat handal dalam jalanan tengah kota. Sehingga Thr Barista bisa mengandalkan mobilku ketika mengejar pelaku yang mencoba kabur ke wilayah tengah kota karena mobilku memiliki badan yang kecil sehingga mudah untuk menyelip di antara mobil di jalanan padat dalam kota. Aku cukup takjub dengan apa yang bisa dilakukan mobilku. Obrolanku dengan kak Nova tidak terasa telah mengantarkanku sampai di depan Spice Coffee. Kali ini aku masuk terlebih dahulu tanpa menunggu kak Nova yang tengah memarkirkan mobilku. "Nice car, Bianka." Sapa Adam dari dalam kedai ketika aku memasuki Spice Coffee. "Dari mana kau tahu jika itu mobilku?" Sahutku. "Semua orang di The Barista juga mengetahui jika itu milikmu, Bianka." Jawabnya dengan melempar sedikit senyum kepadaku. "Dia belum bisa menyetir sendiri. Bianka adalah orang yang payah, Adam." Sahut kak Nova yang baru memasuki Spice Coffee. "Hei! Kau sangat jahat, Kak!" Seruku kepada kak Nova. "Ahahahahaa, aku sangat suka melihat pemandangan seperti ini. Kau seperti menemukan kembali hidupmu ya, Agen Nova." Sahut adam kepada kak Nova. "Diam kau, Adam! Aku terpaksa datang ke sini karena Bianka berkata jika dia ingin berbicara denganmu." Ucap kak Nova ketus kepada Adam. "Ah, benarkah? Apa yang bisa aku bantu untukmu, Bianka?" Ucap adam sambil melemparkan senyum yang sangat manis kepadaku. Entahlah, aku rasa semua agen The Barista memiliki senyum yang sangat manis. Mungkin karena mereka semua adalah seseorang yang berinteraksi langsung dengan pembeli ketika bekerja sebagai barista sehingga dituntut selalu ramah kepada pembelinya. Kemudian Adam mengajakku masuk ke ruangan The Barista di Spice Coffee, di sana Adam bertanya tentang keluhanku dan untuk apa aku datang menemuinya. AKu menceritakan tentang keadaanku yang hampir memasuki Unconscious Fighting State namun bisa mempertahankan kesadaran. Adam sangat terkejut dengan apa yang aku ceritakan kepadanya, karena Adam belum pernah menemui kasus di mana seseorang bisa bertahan dari kondisi tersebut. Adam memintaku untuk memakai sebuah gelang di tangan kananku. Tidak lama setelah terpasang, gelang itu menyala dan aku merasa tanganku seperti tersengat listrik. Adam melihat ke arah komputer miliknya untuk memeriksa keadaanku. Adam sangat terkejut ketika menemukan jika ada sesuatu yang aneh di dalam gelombang otakku. Menurut Adam, kondisi mempertahankan kesadaran di saat berada dalam kondisi tersebut justru lebih berbahaya jika dibandingkan dengan kehilangan kesadaran ketika berada dalam Unconscious Fighting State karena otak dipaksa untuk bekerja lebih keras agar tubuh tidak kehilangan kesadaran. Aku semakin terkejut mendengar hal itu. Adam berkata jika aku harus lebih baik lagi dalam mengendalikan diriku, jangan sampai secara bawah sadar otakku menangkap tanda bahaya yang membuat pikiran bawah sadarku menghidupkan mode Unscious Fighting State di luar kendali. Tapi jika sudah terlanjur akan memasuki kondisi tersebut, Adam menyarankan kepadaku agar tidak berusaha tetap sadar agar tubuhku tidak berada dalam bahaya. Tambahan dari Adam, aku harus berlatih agar semakin mahir dalam bertarung dan tidak mengandalkan kondisi itu untuk bertahan hidup. Setelah semua obrolan itu, aku bercerita kepada Adam tentang rencanaku terhadap Nugraha. Adam berkata jika dia akan memberikan dukungan berupa perlengkapan yang bisa aku gunakan dalam misiku. Aku berkata jika dalam waktu dekat aku akan melakukan sesuatu kepada Nugraha. Adam dan kak Nova menatapku tajam, menanyakan tentang kesungguhanku dalam rencana itu, kemudian menyerahkan segala eksekusinya kepadaku. Dear diary, orang bilang jika pamali bagi kita apabila kita membocorkan sebuah rencana sebelum rencana itu terlaksana. Maka dari itu aku tidak akan menulis secara rinci tentang apa yang akan aku lakukan kepada Nugraha. Aku hanya berdoa agar rencanaku berjalan dengan baik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD